Mohon tunggu...
Willi Andy
Willi Andy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup dengan cinta dan kasih sayang

Berjuang dengan sungguh-sungguh tanpa lelah dan penuh perhatian

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Diari: Dicaci Maki dan Makanan

28 April 2022   03:55 Diperbarui: 11 Maret 2023   14:06 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya hanya berpikir tentang keselamatan diri sendiri, dia, dan orang sekitarnya. Lalu saya putuskan untuk berhenti untuk mendengar keluh kesahnya.

Terus terang saya tidak merasa takut walaupun saya tidak kenal siapa dia. Bagaimana perawakan orang tersebut. Apakah besar atau kecil, tua atau muda. Tapi yang pasti dia adalah seorang pria.

Dan benar seperti yang saya duga. Ketika saya berhenti, dia langsung memblokir jalan saya dengan berhenti tepat di depan mobil saya seolah-olah ingin merampok.

Saya menurunkan jendela kaca mobil. Bersiap-siap dengan apa yang akan terjadi. Dia segera keluar dari truk dan dengan penuh emosi dia menghampiri saya. Dan berdiri sekitar setengah langkah di dekat saya.

Saya tetap duduk dengan jendela bagian pengemudi setengah terbuka. Tampaknya dia adalah seorang pria berusia 50 tahun ke atas. Sambil mengunyah makanan di mulutnya, dia mengomel. Tidak hanya mengomel. Dia juga mencaci maki dengan kata-kata kasar, tajam, dan menusuk.

Saat itu saya hanya bisa memperhatikan mimiknya. Dia terlihat marah dengan mata melotot, merah, judes, dan seperti ingin menerkam mangsa. Dia tetap berceloteh kasar sembari mengunyah dan kadang menunjuk-nunjuk jarinya ke hadapan saya.

Saya berpikir bahwa dia pasti sudah mengalami banyak getir kehidupan, ingin rasanya dia tumpahkan semuanya terhadap saya. Saya hanya bisa bersabar dan bertahan. Tidak ada kata-kata balasan dari saya.

Karena jika saya membalas ucapan dia, pasti akan ada hal-hal yang tidak diinginkan. Mungkin dia akan menggunakan berbagai macam kekerasan. Dan itu pasti sangat tidak menyenangkan.

Setelah saya amati lebih dari tiga menit, dia seakan-akan sudah merasa puas membuang semua amarah dalam bentuk kata-kata yang pedas seperti tingkat kepedasan maksimum dari seratus cabai rawit.

“Relax, calm down. I just wanted to go home and do my errands. I’m so sorry. Just needed to pass your truck.”
 Itu saja yang saya ucapkan kepadanya setelah memastikan dia merasa tenang.

Dia sepertinya tidak menduga kalau saya akan berkata demikian. Lalu dia menjadi bungkam seribu bahasa, berjalan masuk ke dalam truknya. Tetapi dia seakan masih tidak puas dengan semua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun