Dan andaikan jika 25% saja dari 1 juta kendaraan peminum BBM bersubsidi beralih ke mobil listrik, maka akan terjadi penghematan sebanyak 25 juta liter BBM bersubsidi perbulan di DKI.
250.000 kendaraan x 100 liter BBM subsidi / bulan.
Bukankah sumber pembangkit listrik PLN juga menggunakan batu bara dan solar, jadi percuma dong menggunakan BEV untuk menekan polusi dan BBM bersubsidi?
Dari Badan Pusat Statistik saya memperoleh informasi bahwa sumber energi terbesar Indonesia di tahun 2020 masih didominasi oleh tenaga uap batubara (lebih dari 50%) dan oleh solar (8,2%).
Jadi apakah tidak sia-sia kita mengharapkan peranan BEV untuk menekan subsidi BBM dan polusi?
Tidak demikian menurut informasi yang saya terima. Berkaitan dengan BBM, energi yang telah diubah menjadi listrik akan jauh lebih efisien dalam menggerakkan motor dibandingkan langsung membakar BBM lewat mesin pembakaran dalam (Internal Combustion Engine). Motor tenaga listrik mengkonversi 85% energi listrik menjadi energi mekanis/gerak dibandingkan dengan konversi langsung dari bensin yang hanya 40%. Jadi akan tetap ada efisiensi yang sangat besar. Bila ada yang tergerak untuk membantah informasi tersebut silahkan beradu argumentasi dengan penulis Madhur Boloor di situs:
*https://www.nrdc.org/experts/madhur-boloor/electric-vehicles-101#
Dan mohon kabari saya soal argumentasi kalian agar wawasan saya lebih terbuka.
Berkaitan dengan polusi, penggunaan BEV secara masif akan mendorong polusi hanya terkonsentrasi di area pembangkit listrik saja dan akan menolong peningkatan kualitas udara di area padat penduduk.
Jadi menurut saya, penggunaan BEV secara masif ini adalah sebagai langkah transisi sambil menunggu teknologi pembangkit tenaga listrik yang bersumber dari energi terbarukan dan ramah lingkungan. Misalnya reaktor fusi nuklir tokamak, atau reaktor fisi nuklir garam padat (molten salt) berbahan bakar Thorium atau transmisi gelombang tenaga surya luar angkasa atau lainnya.