Mohon tunggu...
Andri W
Andri W Mohon Tunggu... Jurnalis di Harian Pagi Jambi Independent (Jawa Pos Grup) -

Manusia yang haus akan pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Keadilan Kupu-kupu Malam

30 Juni 2015   23:08 Diperbarui: 30 Juni 2015   23:08 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Baik tuan,” ujarku sembari mendekat kearahnya.

“Duduk sini,” sang majikan pria mempersilahkan ku duduk di sofa tepat di sampingnya.

Jantung berdegup cukup kencang. Aku memang sudah terbiasa meladeni berbagai jenis pria, namun kali ini aku benar-benar tidak ingin meladeni pria manapun, termasuk majikan pria ku ini.

“Kamu masih belum punya suami kan,” ucapnya sembari mulai meraba tubuhku dibagian yang tidak aku inginkan, namun dengan cepat aku menghindar. “Maaf tuan, cucian saya masih banyak di belakang,” selaku sembari berdiri dan menghindarinya.

Jantung semakin berdegup kencang, terlebih lagi saat ini hanya ada aku dan sang majikan pria di rumah. “Pekerjaannya bisa diselesaikan nanti,” ujar sang majikan pria tetap memaksaku.

Aku tetap berusaha menghindar. Namun, tiba-tiba tangan sang majikan tiba-tiba justru menyekap mulutku. “Sudah kamu ikutin aja apa kataku,” ucapnya dengan nada setengah berbisik.

Aku pun dengan refleks memukul pria tersebut dengan tanganku. Aku berlari mengarah ke pintu depan ruang tamu, namun sang majikan pria masih saja mengejar, bahkan memegang tangan kanan ku berusaha menahan kepergian ku. Aku melihat sebuah pas bunga kecil terbuat dari kaca didepan ku, tanpa berpikir panjang ku ambil pas bunga tersebut dan memukulkannya kebagian kepala majikan pria ku.

Aku langsung membuka pintu ruang tamu dan berlari keluar dari rumah sang majikan. Sekali aku melihat ke arah belakang, dimana tampak kepala sang majikan pria telah bercucuran dengan darah segar. Namun, aku tidak khawatir, aku justru semakin mempercepat langkahku. Dengan nafas terengah-engah aku terus berlari. Hingga akhirnya aku berhenti di sebuah gang kecil yang letaknya cukup jauh dari rumah sang majikan.

Batinku menangis setengah marah, bahkan hingga benar-benar air mataku jatih ke tanah. Aku tidak habis berpikir, kenapa hal ini bisa terjadi padaku. Aku hanya ingin mengubah nasib dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi, serta jauh dari predikat kupu-kupu malam. Disela lamunan dan tangisku, aku merenung, mungkin menjadi seorang kupu-kupu malam sudah menjadi takdir tuhan untukku. Mulai saat itu juga aku memutuskan untuk kembali menjadi seorang wanita kupu-kupu malam.

***

Aku berjalan tertatih, menjauhi tempat persembunyianku. Batin ku menangis, begitu pula raga ku. Rasanya tidak sanggup lagi aku menanggung semua derita ini. Dimana letak keadilan yang selama ini di dengung-dengungkan oleh orang-orang, yang katanya masih ada di negeri ini. Bahkan, katanya keadilan sosial itu ada bagi seluruh rakyat negeri ini. Tapi sepertinya keadilan tidak ada untuk ku, seorang mantan kupu-kupu malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun