Mohon tunggu...
William Kertha Adi Tama
William Kertha Adi Tama Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer/Tiktok Content Creator/History and Football Enthusiasts

Halo, nama saya William Kertha Adi Tama, saat ini saya berkarier sebagai freelancer di dunia penulisan dan penerjemahan sekaligus menyalurkan minat saya dalam dunia sejarah dan sepakbola dengan menjadi content creator di platform Tiktok dan Instagram. Di laman ini saya akan menulis tentang 2 topik tersebut dan tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplor topik lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Dua Sisi China sebagai Superpower di Bidang Olahraga

23 Agustus 2024   22:56 Diperbarui: 25 Agustus 2024   06:38 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AFP/SEBASTIEN BOZON via KOMPAS.com

China adalah salah satu negara terbesar di dunia yang boleh dikatakan sangat digdaya dalam bidang olahraga selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dibuktikan dari pencapaian -- pencapaian Negeri Tirai Bambu di event olahraga internasional termasuk Olimpiade musim panas dan Olimpiade dingin yang dimana mereka dapat selalu mengamankan posisi 5 besar terbaik sejak Olimpiade Seoul 1988.

Di Olimpiade 2024 yang baru saja usai, China menempati peringkat kedua di bawah Amerika Serikat dengan perolehan total 91 medali yang terbagi dalam 40 medali emas, 27 medali perak, dan 24 medali perunggu.

Tentunya kita bertanya -- tanya apakah resep sukses yang digunakan oleh China tersebut yang membuat mereka makin disegani oleh negara -- negara lain di kompetisi multi-event internasional. Mari kita kulik selengkapnya.

Hal paling fundamental yang sangat mempengaruhi kesuksesan China di bidang olah raga adalah dukungan yang sangat besar dari Pemerintah China yang dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Dalam 40 tahun terakhir, China telah berubah total menjadi negara industrialis yang membuat aktivitas fisik menjadi menurun dan tren obesitas meningkat di kalangan masyarakat China.

Untuk itulah pemerintah China berinvestasi terhadap pembangunan venue -- venue komunitas yang menyediakan akses murah ataupun gratis terhadap berbagai jenis olahraga yang dikemas dalam "program 5 tahun" yang kini sudah memasuki tahap ke-14 untuk periode 2021-2025 dan "Kampanye Kebugaran Nasional" yang juga sudah menjadi acuan pembangunan dan pengembangan olahraga di China selama bertahun -- tahun yang dimana Pemerintah China sudah menghabiskan banyak sekali uang untuk hal tersebut.

Per hari ini, angka jumlah fasilitas olahraga di China meningkat drastis sebanyak 87,9 persen dengan total area yang digunakan mencapai 33,4 persen yang sudah menjangkau ke lebih dari 600.000 desa di seluruh wilayah China.

Fasilitas -- fasilitas tadi juga ditambah dengan kehadiran lebih dari 150 pusat pelatihan olahraga nasional dan juga 3.000 sekolah olahraga yang dikelola langsung oleh pemerintah China dengan 20 program mayor dan 200 program kecil. Menurut data tahun 2005 saja, lebih dari 400.00 orang menempuh pendidikan mereka di sekolah -- sekolah olahraga ini.

Hal inilah yang membuat mencari dan menempa bibit -- bibit atlet potensial di berbagai cabang olahraga di China menjadi sangat mudah sehingga menjadi alasan utama dari pertanyaan "mengapa China seolah tidak pernah kekurangan atlet yang bagus".

China terkenal sangat keras ketika mendidik dan menempa atlet -- atlet mereka yang biasanya sudah diseleksi sejak usia mereka yang masih sangat belia dengan yang terendah adalah enam tahun.

Selain itu China juga menyeleksi calon atlet mereka dengan kriteria -- kriteria fisik tertentu sesuai dengan evaluasi medis seperti misalnya anak -- anak yang memiliki fleksibilitas dan keseimbangan yang bagus akan disalurkan ke kamp pelatihan gimnastik atau renang, anak -- anak yang memiliki tubuh tinggi dikirim ke kamp pelatihan voli dan basket, anak -- anak yang memiliki lengan yang pendek akan sangat cocok dikirim ke kamp pelatihan angkat beban, Lalu anak -- anak dengan reflek yang cepat biasanya akan di salurkan ke kamp pelatihan tenis meja, dan anak -- anak yang memiliki lengan yang panjang akan disalurkan ke kamp pelatihan lempar lembing.

Di samping kriteria fisik, para calon atlet di China yang akan masuk ke berbagai akademi dan sekolah olahraga juga harus mengalami seleksi yang di lakukan di berbagai jenjang sekolah publik di China. Dalam hal ini, terdapat 5 level yang menjadi acuan yakni Olahragawan Internasional, Olahragawan Nasional, Level 1, Level 2, dan Level 3. Biasanya hanya level 1 atau keatas yang diterima masuk di akademi dan sekolah olahraga terbaik.

Lalu bagaimana dengan Level 2 dan Level 3?

Mereka ini biasanya dimasukan sekolah atau akademi olahraga yang kurang populer namun, pada masa kini pemerintah China lebih berfokus kepada pembinaan atlet -- atlet kelas elit.

Ketika anak -- anak tersebut memulai pelatihan mereka di kamp dan sekolah olahraga, mereka dapat menghabiskan waktu hingga belasan jam sehari yang menempa tidak hanya fisik namun juga mental mereka

Mereka juga dituntut untuk selalu meraih tempat pertama tidak peduli apapun yang terjadi karena para atlet ini juga diajarkan jika prestasi olahraga adalah salah satu hal yang sangat penting yang dapat mengangkat derajat dan martabat China di mata dunia internasional. Artinya? Kalah bukanlah pilihan.

Kontingen China untuk Olimpiade 2024. Sumber Gambar: globaltimes.cn
Kontingen China untuk Olimpiade 2024. Sumber Gambar: globaltimes.cn

Zhao Genbo, mantan pelatih gimnastik China dalam sebuah wawancaranya dengan CBS mengatakan jika "para pelatih dan atlet kami telah melalui banyak rasa sakit dan kesulitan untuk mencapai kejayaan". Dan voila, kita bisa melihat berbagai macam pencapaian China di bidang olahraga hingga saat ini.

Akan tetapi di balik keberhasilan program -- program olahraga China yang sudah disebutkan tadi, ada juga beberapa sisi gelap yang menaunginya.

Kehidupan para calon atlet di sekolah olahraga dan juga para atlet di pusat pelatihan di China boleh dibilang sangat membosankan karena aktivitas monoton antara latihan, kelas, dan istirahat yang mereka lakukan setiap harinya di siang dan malam hari.

Ni Ching Ching dalam tulisannya untuk Los Angeles Post mengatakan jika sangat membenci sistem latihan atlet di China yang terlalu mengandalkan repetisi untuk misalnya menguasai sebuah Gerakan tertentu di olahraga yang membuat seorang anak yang tadinya mencintai olahraga yang digelutinya perlahan menjadi membencinya.

Selain itu, sistem di sekolah -- sekolah olahraga di China juga terkesan hanya menyiapkan para siswa didiknya menjadi atlet tetapi mengabaikan hal -- hal lainnya seperti akademik dan bagaimana caranya untuk berinteraksi sosial di masyarakat sehingga terkadang atlet -- atlet China terlihat kaku dan tidak nyaman dalam pergaulan.

Kemudian, jadwal latihan atlet di China yang terus menerus juga membuat banyak atlet tidak bisa menemui anggota keluarga dan kerabat mereka untuk waktu yang sangat lama. Misalnya saja Liu Chunhing yang merupakan peraih medali emas di cabang angkat beban mengatakan jika ia hanya menemui kedua orang tuanya selama 6 hari saja dari periode olimpiade sebelumnya hingga ke olimpiade dimana ia berhasil menyabet medali emas.

Sistem diet makanan khusus para atlet China juga terkadang berada di luar nalar yang dimana biasanya makanan tersebut sudah dicampur dengan ramuan herbal dan obat-obatan China kuno. Misalnya saja para perenang di China diberikan campuran ginseng dan tanduk rusa sementara tim lari China yang saat itu dilatih oleh Ma Junren diberikan menu khusus berupa ramuan yang dibuat dari darah rusa segar.

Kemudian beberapa media seperti Sports Illustrated juga mengungkapkan jika banyak terdapat beberapa sisi negatif dalam olahraga China dalam berbagai macam bentuk seperti manipulasi kontrak, sosok -- sosok pelatih yang terlalu di dewakan, dan penggunaan zat -- zat terlarang. Belum lagi soal banyaknya kasus kekerasan yang banyak menimpa atlet di pusat -- pusat pelatihan di China.

Banyak yang beranggapan jika sistem olahraga di China adalah sebuah sistem ala Soviet kuno yang menyerupai pabrik yang membuat atlet di China kebanyakan tidak memiliki banyak prospek karir setelah mereka pensiun.

Beberapa dari pensiunan atlet di China berubah haluan menjadi pelatih di berbagai asosiasi olahraga. Lalu ada juga yang membuka usaha sendiri, menjual perlengkapan olahraga, ataupun menjadi promotor pusat olahraga.

Banyak juga dari mereka yang tidak memiliki skill lain selain pendidikan dasar karena seperti yang sudah disinggung beberapa paragraf sebelumnya, kebanyakan para atlet di China tidak terlalu banyak menerima pendidikan formal selama waktu mereka di sekolah dan kamp pelatihan olahraga yang dimana mereka hanya dituntut untuk fokus berlatih dan mengarungi kompetisi.

Sehingga kebanyakan dari pensiunan atlet di China ada yang bekerja sebagai penjual sayuran, menjadi buruh pabrik, atau bekerja menjadi seorang penjaga keamanan. Sebetulnya pemerintah China sudah berusaha untuk mengatasi permasalahan ini dengan menyediakan lowongan pekerjaan melalui komisi olahraga lokal untuk pensiunan atlet namun hal tersebut nyatanya tidak banyak membantu.

Ketika mereka berada di masa kejayaan mereka, orang mengelu-elukan nama mereka dan menyebut mereka pahlawan dan tenggelam ketika mereka sudah pensiun dan harus menghadapi realita kehidupan yang sesungguhnya di luar tempat latihan yang selama ini menjadi rumah mereka selama bertahun -- tahun lamanya.

Tetapi situasi mulai banyak berubah setelah adanya beberapa penyesuaian di sistem olahraga China yang kini mulai menyelaraskan kegiatan olahraga dengan pendidikan akademik formal meniru kebijakan NCAA terhadap universitas- universitas di Amerika Serikat. Jalan tentunya juga akan masih sangat panjang karena banyak universitas di China yang memiliki tim olahraga dengan skill yang masih kalah jauh dengan mereka berlatih di sekolah -- sekolah olahraga sehingga penyelarasan ini akan masih memakan waktu bertahun -- tahun kedepan.

Selain itu, perubahan -- perubahan juga dilakukan di kamp -- kamp pelatihan atlet dan sekolah -- sekolah olahraga untuk bisa lebih memberikan banyak waktu luang untuk para siswa dan atlet untuk melakukan hal lain disamping jadwal latihan mereka.

Sistem dan gaya ala Soviet kuno di sistem olahraga China perlahan -- lahan mulai runtuh dan tergantikan oleh sistem yang lebih modern dan humanis terhadap atlet dan masa depan mereka dengan mengkombinasikannya dengan hal -- hal yang sudah mereka jalankan sejak lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun