Benteng paling terkenal yang pernah ia bangun adalah Benteng Peter and Paul yang berdiri di Pulau Zayachy di St. Peterseburg yang berfungsi sebagai bangunan pertahanan, penjara, dan symbol kekuatan.
Dengan segala reformasi yang dilakukannya, Rusia tumbuh menjadi bangsa yang ditakuti dan disegani di Eropa. Namun, bukan berarti pemerintahannya berjalan tanpa cela. Pertama, Ia dianggap sebagai pemimpin yang sangat otoriter dan kejam dimana ia tak segan -- segan memenjarakan dan mengeksekusi segala bentuk oposisi.
Reformasi budaya yang dilakukan Peter juga berujung pada konflik dengan golongan tradisionalis yang menggangap Peter telah mencampakan nilai -- nilai dan budaya asli Rusia dengan reformasi ala barat-nya. Hal itu juga menimbulkan kesenjangan budaya antara kaum aristokrat yang sudah terdoktrin dan terdidik oleh nilai -- nilai barat dalam keseharian mereka dan kaum biasa yang buta huruf dan hanya menerima akses pendidikan yang terbatas. Upaya sekulariasi Peter terhadap Gereja Ortodoks juga menimbulkan banyak protes oleh kaum agamawan.
Hal ini juga diperburuk oleh perlakuan Peter terhadap salah satu putranya Aleksei Petrovich yang terang -- terangan tidak suka pada reformasi yang dilakukan ayahnya. Pada 1718, Aleksei ditangkap dan dijatuhi hukuman mati setelah pelariannya di Vienna. Peter sendiri yang memutuskan nasib anaknya tersebut di pengadilan. Aleksei kemudian dijebloskan ke penjara dan disiksa sebelum akhirnya ia meninggal pada Juni 1718.
Pada akhirnya, sang petualang yang menjadi reformis Rusia itu menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Februari 1725 di usia-nya yang ke 52 tahun di St. Petersburg akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. Selama hidupnya, Peter menikah sebanyak dua kali yakni dengan Eudoxia Lopukhina dan Catherine I yang dimana ia dikaruniai sebanyak 15 orang anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H