Apa jadinya bila hukum tidak benar-benar memayungi? Jawabannya mungkin akan melahirkan Roh Bin dan Lee Tang. Dua partner in crime ini yang akan menghadirkan penghakiman.
Lee Tang adalah seorang mahasiswa. Ia hidup di keluarga lengkap. Ayah dan ibu masih hidup. Kakak perempuannya tidak lama lagi akan melangsungkan pernikahan. Hobinya juga bermain video game.
Kesehariannya diisi dengan kuliah pada siang hari. Di sana ia memiliki dua sahabat karib. Setelah selesai kuliah, ia menghabiskan waktu menjadi seorang karyawan di minimarket self-service. Merapikan barang jualan, melayani pembeli, dan menyimpan stok barang jualan di gudang.
Para pembelinya dari berbagai macam rupa. Ibu-ibu, anak-anak, remaja, dan tua. Semua dengan berbagai perilaku. Ia juga terbiasa melayani pembeli yang sedang mabuk. Mirip dengan seorang laki-laki usia paruh baya pada malam hari, Malam di mana ia benar-benar mengubah seorang Lee Tang.
Lelaki mabuk itu bertubuh pendek. Datang ditemani oleh temannya. Mereka seorang pekerja konstruksi bangunan. Aroma alkohol menyembur menyengat. Ia benar-benar mabuk dan tidak mengontrol perilakunya. Membayar rokok dengan uang seadanya hingga menyuruh Lee Tang menyiapkan makanan.
Temannya yang tidak dipengaruhi alkohol meminta maaf atas perilaku temannya. Ia masuk ke minimarket dan memperbaiki semua kekacauan. Ia pun membayar sejumlah uang untuk barang belanjaan.
Lee Tang benar-benar pengecut. Tidak punya cukup keberanian. Ketakutan itu sudah tumbuh sejak kecil. Ia korban bullying. Pukulan mendarat di perut. Juga ditendang sampai tersungkur di tanah.
Kejadian itu juga diterima setelah pulang kerja. Melewati gang sepi. Ia melihat laki-laki mabuk yang berbelanja di minimarket tersungkur. Tidak seorang pun di sana. Ia meninggalkannya sebab tidak ingin terkena masalah.
Teman yang menemani korban berjalan kaki tidak jauh dari sana. Lee Tang menghampiri memberi tahu. Akan tetapi, Lee Tang mendapat pukulan bertubi-tubi sampai tersungkur ke tanah. Ia berusaha meraih palu yang tersimpan di tas. Pukulan keras palu mendarat di kepala. Satu dua pukulan hingga laki-laki itu jalan sempoyongan. Darah mengalir dari luka pukulan. Ia tewas.
Kisah Lee Tang dalam film a Killer Paradox ini tayang di Netflix. Memiliki jumlah 8 episode. Rangkaian ceritanya saling terhubung. Membentuk kronologi bagaimana aksi pembunuhan Lee Tang. Korban-korban pembunuhan Lee Tang berjatuhan hampir di semua episode.
Tidak ada yang bisa lepas dari penghakiman Lee Tang. Seorang perempuan buta yang dituntun berjalan oleh seekor anjing. Ia adalah saksi pembunuhan. Niat memeras hadir sebab ia memiliki palu pembunuhan sebagai barang bukti.
Sehabis membunuh, wajah korban terbayang-bayang. Penuh darah dan rasa bersalah. Tidak bisa tidur sebab dihantui. Kejadian itu benar-benar mengganggu kehidupannya. Mimpi untuk berlibur ke pegunungan Rocky sudah dilupakan oleh Lee Tang.
Rasa bersalah itu sirna. Para korbannya adalah orang yang sudah membunuh. Para penjahat yang tidak mendapatkan penghakiman atas tindakan keji mereka.
Seluruh kota gempar. Televisi-televisi menayangkan kisah pembunuhan ini. Para polisi bergerak menuju ke TKP. Seorang detektif mencurigai seluruh rangkaian kejadian ini berawal dari minimarket. Tempat Lee Tang bekerja.
Namun, jejak-jejak pembunuhan itu rancu. Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) tidak sesuai dengan keterangan para korban. Rangkaian peristiwa aneh juga terjadi. Semua ditujukan untuk melindungi Lee Tang. Seperti ada kekuatan lain yang bekerja untuk menutupi perbuatannya.
Ternyata, sosok Rob Hin di belakang itu semua. Cita-citanya cuman satu, yakni ingin menciptakan dunia dalam impiannya. Ia meyakini hal tersebut setelah mengalami trauma. Ingatan akan orang tuanya yang meninggal dirampok. Tidak seorang pun yang peduli akan kematian itu, walaupun di acara rumah duka sekalipun.
Mereka berdua, Roh Bin dan Lee Tang, menjalani aksi mereka dengan sangat licin. Keduanya saling mengetahui gerak-gerik. Roh Bin punya kecerdasan mengakses teknologi, sedangkan Lee Tang memiliki kenekatan yang kuat. Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan aksi pembunuhan.
Polisi dibuat kewalahan. Semua tim penyelidikan dibubarkan. Kepala tim juga kena mutasi.
Olok-olokkan film A Killer Paradox menusuk. Tidak diperlukan senjata canggih. Cukup menggunakan pisau atau pentungan. Si pembunuh juga tidak memiliki pistol dengan peluru tajam. Ia benar-benar adalah kita. Orang biasa yang ingin meluapkan rasa muak terhadap ketidakadilan.
Namun, banyak orang menganggap perilaku Roh Bin dan Lee Tang adalah teror. Ia sungguh tidak memiliki hak untuk menghakimi. Perilaku itu tidak ada bedanya dengan kejahatan yang sudah dilakukan oleh penjahat lainnya.
Tidak akan ada sosok superhero di dunia. Impian superhero adalah imajinasi belaka. Orang-orang yang ingin menjadi superhero sejatinya tidak bisa membedakan antara imajinasi dan realitas.
Kejahatan akan terus lahir. Mulai dari yang terberat sampai yang paling ringan. Kita mungkin jengah dengan itu dan juga sistem pembalasannya. Namun, kita melatih diri untuk memaafkan.
Penghakiman sendiri, yang dilakukan oleh Roh Bin dan Lee Tang, hanya akan mengantar kita kepada jurang gelap manusia. Kita hanya akan berusaha lari dari kesalahan. Menganggap bahwa segala sesuatunya seperti berpihak. Berhasil lolos dari sana lalu terjerembab lagi.
Tidak akan tepuk tangan dibunyikan. Apalagi rasa terima kasih. Roh Bin dan Lee Tang tidak hanya diburu oleh rasa takut, tetapi juga tuntutan masyarakat agar polisi segera menangkap mereka. Di ujung pelarian mereka, Roh Bin dan Lee Tang, sosok pria perkasa yang memiliki cita-cita superhero, juga mengejar untuk menghabisi nyawa mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H