Mohon tunggu...
William Gunawan
William Gunawan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Pundit dan Dokter. Sedang berdomisili di Mandori, Biak-Numfor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Temu Anak-anak dan Orang Tua

25 Januari 2018   05:34 Diperbarui: 25 Januari 2018   05:45 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi @kulturtava

Dunia anak-anak dipersempit demi kepentingan prestise kelas si orang tua. Tidak jarang ada banyak juga di antara mereka menjadi dewasa secara prematur. Menjadi pengkhotbah cilik di atas panggung bersorot kamera dan lampu.

Pandangan berjuta pasang mata menyaksikan mereka bertarung dalam acara kompetisi mencari bakat. Mungkin tidak sekeras dan semenakutkan dibanding anak-anak yang terjebak dalam aksi begal. Bahkan, mereka lebih ceria dibanding anak-anak yang bekerja di bawah terik matahari demi sesuap nasi. Ada berwujud pekerjaan buruh, pengamen, hingga diakomodir menjadi pengemis.

Seorang pemikir bernama Ishak Ngeijarata membahasakan manusia memiliki proses cari dan temu sesuatu hingga kematian menghentikan proses itu. Itulah manusia yang berubah dan berkembang lewat proses. Dalam wujud lain dengan makna yang sama, hidup manusia adalah proses tanya dan jawab yang hanya berakhir pada maut sebagai penyudah proses. Inilah yang dinamakan dengan a life-long process.

Proses ini hanya bisa terjadi melalui interaksi antara anak-anak dan orang tua. Kegiatan yang terjadi bukan hanya sekedar memberi makan ataupun mencukupkan hidupnya. Bukan juga perjumpuaan sekaligus perpisahan, orang tua berangkat kerja sementara anak masih tidur.

Bahkan tidak jarang anak-anak saat ini lebih nyaman diasuh oleh pengasuh dibandingkan orang tuanya sendiri. Dunia yang begitu sempit nan sepi.

Mari munculkan satu pertanyaan. Mengapa ada dua pasangan berlawanan jenis berani mempertemukan perbedaan kelamin tersebut. Saling beradu ketangkasan dan erangan. Padahal setelahnya, mereka harus mengurusi zigot yang akan bertumbuh. Entah menjadi manusia paripurna itu urusan belakangan.

Penulis jadi ingat di akhir cerita pendek itu, si ibu memaki tubuh yang terbujur kaku. "Kutang itu harganya 30 dollar. Kutang kesayanganku. Dan alat-alat rias itu, Dila itu semua harganya ratusan dollar. Dan sepatu Itali itu, bagaimana kau bisa berani-beraninya menyentuh benda mahal itu, Dila?"

Iya, penutup ini bukan hanya berada di dalam cerita pendek saja. Dia menembus dan tepat berada di dalam realita ini. Sudah banyak orang tua hari ini yang berada pada kenyamanan simbol kesenangan.

Yah, ruang temu mereka bersama anak-anak adalah wujud kematian secara sosial. Mungkin benar kata Faisal Oddang, jika tidak ada lagi yang bisa kau selamatkan dari hidup ini, kematian akan membantumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun