WillemWandikOfficial - Usia reformasi setidak-tidaknya telah memasuki perjalanan 25 tahun lamanya.. Reformasi telah mendatangkan era baru di Tanah Papua dengan hadirnya otonomi khusus.. Namun dalam perjalanannya UU Otsus Papua tahun 2001 telah terdegradasi menjadi UU baru dengan muatan yang masih jauh dari harapan Rakyat Asli Papua..
Provinsi Papua yang dahulunya satu, sekarang telah terbentuk menjadi 6 Provinsi baru.. Perubahan provinsi hanya merubah rentang kendali pemerintahan ke beberapa pusat pemerintahan baru, tetapi tidak merubah masalah utama yang dihadapi oleh Tanah Papua sebelum terjadinya perubahan Otsus Papua..
Partai Demokrat memang tidak lagi menjadi partai penguasa sejak akhir pemilu 2014 lalu.. Namun, justru pergantian momentum tersebut, membatalkan agenda besar Presiden SBY kala itu yang telah menerima delegasi Gubernur Papua terpilih, Abang Lukas Enembe yang merancang Revisi UU Otsus menjadi Otsus Plus, yang pada gilirannya tinggal menjadi kenangan yang tidak bisa lagi diwujudkan..
Sebagaimana tugas kelembagaan, Presiden bersama-sama Parlemen memiliki tugas konstitusional untuk merumuskan dan menyepakati Rancangan Undang Undang secara bersama-sama.. Penurunan Jumlah Kursi Partai Demokrat kala itu, membuat kami kesulitan untuk melanjutkan agenda pembahasan Rancangan Otsus Plus sebagaimana telah di bahas sebelumnya dalam masa satu tahun terakhir sebelum Pemerintahan SBY berakhir kala itu..
Seperti yang kita ketahui, ada banyak "barrier politik" yang terjadi di lembaga Parlemen, begitu banyak "wajah" kepentingan yang ikut menentukan, agenda nasional apa saja yang perlu mendapatkan prioritas..
Dahulu rancangan Otsus Plus yang digagas melalui MRP, DPRP dan Gubernur Papua Abang Lukas Enembe, merupakan kompilasi dari pengalaman penyelenggaraan pemerintahan daerah di Tanah Papua sejak era otsus 2001 diberlakukan, yang tentunya berangkat dari nilai-nilai nasionalisme untuk mempertahankan integrasi Tanah Papua dan mengutamakan pendekatan ketatanegaraan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental di Tanah Papua..
Niat baik para tokoh Tanah Papua pada masa itu, memang mendapatkan momentumnya, ketika Presiden RI ke 6, Bapak SBY, menyambut baik resolusi Otsus Plus yang dipandang sebagai solusi jalan tengah, mengakhiri puluhan tahun tragedi berdarah dan kesenjangan akar sejarah yang diawali semasa deklarasi pendirian negara West Papua 1961 dan momentum Pepera 1969..
Presiden RI ke 6, Bapak SBY tahu betul ikatan kuat sejarah perjuangan Tanah Papua dan Rakyat Aceh, sehingga di Aceh sendiri, Presiden RI ke 6 berhasil menuntaskan agenda perdamaian abadi, yang menjadikan nilai-nilai lokal kerajaan Aceh dan Masyarakat Aceh menjadi identitas yang diakui secara "legal" dalam hukum negara, dan menghentikan gerakan perlawanan Rakyat Aceh yang telah dimulai berpuluh-puluh tahun lamanya..
Sayangnya, niat baik MRP, DPRP dan Gubernur Papua Abang Lukas Enembe, tidak mendapatkan respons positif ketika terjadi pergantian presidensi Indonesia, dan bahkan dengan kekuatan Anggota Parlemen Partai Demokrat di tahun 2014 silam yang tersisa, agenda Otsus Plus yang kami kawal pada saat itu, tidak berhasil masuk dalam agenda Prolegnas masa bakti 2014 - 2019..
Dukungan Bapak SBY kala itu sangatlah kuat, bahkan kami pula mendapatkan penguatan dari Ketua Fraksi, namun, tidak berdaya menghadapi lobi lobi politik kekuatan Fraksi lainnya, yang tidak merespons keberlanjutan rancangan Otsus Plus yang di gagas di masa Pemerintahan Bapak SBY..
Sebagai gambaran garis besar, Otsus Plus itu memiliki muatan penting yang menjadi kunci pembentukan resolusi damai permanen di Tanah Papua, antaralain:
1). Otsus Plus memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menentukan ijin pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua (selama ini bahkan UU Pemda 32/2004 mengijinkan daerah menerbitkan ijin pertambangan dan perkebunan, namun otsus 2001 masih dikendalikan oleh rezim pusat)..
2). Otsus Plus mendorong divestasi saham PT. Freeport Indonesia menjadi milik negara, dengan ketentuan bagian saham terbesarnya di serahkan kepada Rakyat Papua (Rakyat Papua tidak menginginkan akuisisi pengelolaan SDA di daerah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan lain sebagainya)..
3). Otsus Plus mengakui sejarah kultural Tanah Papua tanpa syarat, untuk menghentikan memori passionis pertumpahan darah yang lahir dari miss-persepsi politis, yang berusaha membenturkan identitas kultural Tanah Papua dengan nilai nilai nasionalisme kebangsaan Indonesia, seperti pengakuan negara terhadap nilai-nilai kultural Bangsa Aceh..
4). Otsus Plus memperkuat peran kelembagaan adat Papua dalam pranata ketatanegaraan, dan penguatan OAP sebagai pejabat kepala Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi Pemerintahan di seluruh Tanah Papua..
5). Menghentikan berbagai pendekatan operasi militer yang menempatkan rakyat Papua sebagai "musuh negara", dan mereformasinya menjadi pendekatan sipil dan ketertiban umum, dengan pelibatan lembaga lembaga adat dan penegakan hukum sipil dibawah institusi kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan yang bermartabat..
6). Deklarasi universal tentang "satu nyawa berharga di Tanah Papua", menjadi standar moral bagi semua pemangku kepentingan negara dan masyarakat adat di Tanah Papua..
7). Mendorong perdamaian abadi di Tanah Papua sebagai Tanah Injil yang damai berdasarkan ajaran Kristus..
Tentunya muatan dalam rancangan Otsus Plus ini sama sekali tidak populis dimata elit nasional, sebab, sebagian dari mereka memiliki "privat interest" terhadap banyak hal di Tanah Papua.. Tekanan yang kami rasakan pun selama menjadi Anggota Parlemen RI di Tahun 2014 silam, memang tidaklah kecil dan sederhana..
Pada masa itu, Abang Lukas Enembe masih hidup dan berusaha bekerja dari Kantor Gubernur di Jayapura untuk secara konsisten mendorong pembahasan Rancangan Otsus Plus ini kedalam agenda nasional, namun upaya itu juga tidak membuahkan hasil..
Pada momentum pemilu 2024 mendatang, yang tinggal tersisa 28 hari lagi, sejak artikel ini diterbitkan, sebagian dari memori perjuangan para tokoh hebat Tanah Papua yang diwakili oleh Abang Lukas Enembe masih tersimpan secara rapi dalam memori para kader Partai Demokrat, yang dihari ini telah mempersiapkan diri kembali menghadapi pemilu pada tanggal 14 Februari mendatang..Â
Jangan sesali apa yang tidak bisa kita capai dalam pergumulan selama 10 - 20 tahun terakhir, namun nilai-nilai perjuangan yang telah terbentuk dalam kurun waktu yang tidak sedikit tersebut, membuat kita semua harus menyadari, pentingnya peranan mesin perjuangan politik, yang benar benar real dan nyata memberikan kesempatan kepada putra-putri terbaik Tanah Papua untuk menyuarakan aspirasi kolektif rakyat, tanpa perlu merasa ketakutan akan di amputasi oleh sikap otoriter para Ketua Partai yang berhati sempit..
Dalam sejarahnya, Partai Demokrat dan Tanah Papua merupakan dua entitas "kekuatan negara" yang terbukti selama lebih dari 20 tahun lamanya, saling memperkuat satu sama lain.. Rakyat di Tanah Papua tidak boleh meninggalkan Partai Demokrat berjuang sendiri..Â
Wa Wa Wa.. Hormat Kami, Willem Wandik S.Sos .. Waketum DPP Partai Demokrat (Hamba Tuhan, Putra Komunal Bangsa Papua)..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI