Mohon tunggu...
Willem Wandik. S.Sos
Willem Wandik. S.Sos Mohon Tunggu... Duta Besar - ANGGOTA PARLEMEN RI SEJAK 2014, DAN TERPILIH KEMBALI UNTUK PERIODE 2019-2024, MEWAKILI DAPIL PAPUA.

1969 Adalah Momentum Bersejarah Penyatuan Bangsa Papua Ke Pangkuan Republik, Kami Hadir Untuk Memastikan Negara Hadir Bagi Seluruh Rakyat di Tanah Papua.. Satu Nyawa Itu Berharga di Tanah Papua..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Cikeas hingga ke Stasiun MRT: Antara SBY, Prabowo, dan Jokowi

15 Juli 2019   18:20 Diperbarui: 15 Juli 2019   18:37 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat sejatinya tidak perlu khawatir, dengan sikap oposisi yang nantinya diharapkan bekerja selama 5 tahun mendatang, bahwa dalam sistem ketatanegaraan yang kita anut, Presiden itu dipilih oleh rakyat untuk bekerja menyusun anggaran dan melaksanakan kewajiban pembangunan selama 5 tahun mendatang. Sedangkan Lembaga parlemen (Legislatif) juga telah dipilih oleh seluruh rakyat di 34 Provinsi yang mewakili masing-masing konstituennya ditiap daerah.

Pada dasarnya, lembaga parlemen adalah lembaga oposisi terhadap tugas dan wewenang Presiden terpilih, itulah kaidah dasarnya. Oleh karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran, apakah partai-partai yang ada, termasuk partai pengusung Pemerintah, akan bersikap pasif terhadap setiap kebijakan Presiden terpilih. Itu pandangan yang sama sekali kurang tepat, sebab, setiap anggota parlemen yang mewakili dapilnya masing-masing, juga berkepentingan dengan akses pembangunan yang dapat dilaksanakan di setiap daerah, untuk menjawab tantangan pembangunan yang dinarasikan selama musim kampanye berlangsung.

Baik niat baik rekonsiliasi yang dilakukan sejak awal oleh Partai Demokrat, melalui AHY dan Bapak SBY, dan saat ini juga dilakukan oleh Prabowo dengan rangkaian pertemuan di Stasiun MRT bersama Jokowi "pertemuan yang simbolik", adalah merupakan sikap yang harusnya diteladani oleh setiap elemen bangsa, sebab, ada banyak contoh perpecahan yang terjadi dibelahan dunia yang lain, justru disebabkan oleh ketidakmampuan tokoh-tokoh politiknya untuk memberikan keteladanan politik kepada rakyatnya yang majemuk.

Bahwa Pemilu sejatinya hanyalah alat demokrasi bagi rakyat untuk melanjutkan estafet kepemimpinan melalui partisipasi masyarakat secara luas. Dan siapapun pemimpin yang berhasil mendapatkan mandat rakyat, bukanlah sekedar menjadi pemenang pertarungan politik, melainkan menjadi pemikul "beban" tanggung-jawab terhadap 260 juta rakyat Indonesia yang menghendaki kontribusi nyata pemimpinnya, untuk melanjutkan agenda pembangunan Indonesia, untuk ke lima tahun berikutnya.

Pemimpin nasional akan datang silih berganti, hasil pemilu bukanlah "kiamat" bagi yang kalah, namun bukan pula "surga" bagi yang merasa telah mengalami kemenangan. Oleh karena itu, setiap amanah kekuasaan yang diberikan oleh rakyat di seluruh nusantara, menuntut kerja keras kita semua, untuk menjaga nilai-nilai demokrasi dan semangat pembangunan yang telah dimulai oleh generasi pemimpin sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun