Sehingga informasi yang dihari ini beredar begitu sangat viral di media-media nasional, yang seolah-olah melegitimasi hasil pertemuan pada tanggal 12 Juli bersama Presdir Freeport McMoran dalam konteks HoA di Gedung Kementerian Keuangan, seolah-olah telah menyerah-terimakan saham 51% kepada Pemerintah. Padahal penyerahan saham untuk pertama kali akan terjadi setidak-tidaknya pada tahun 2027 mendatang. Bisa dipastikan presiden Jokowi sekalipun, tidak akan mengalami penyerahan saham pada tahap pertama sebesar 20% sekalipun terpilih kembali untuk periode kedua kalinya.
Dengan demikian, informasi penyerahan saham sebesar 51% yang diberitakan oleh banyak media, merupakan sekedar informasi pendahuluan yang akan menjadi pegangan dalam pelepasan saham yang baru akan terjadi setidak-tidaknya ditahun 2027 mendatang.
Yang menjadi pertanyaan penting lainnya, yang perlu untuk dijawab oleh elit nasional, bagaimana bentuk penyerahan saham 10% kepada Tanah Papua, dimana dalam klausul perpanjangan Kontrak PT. FI untuk fase ke 3 tersebut, hanya menyebutkan pelepasan saham 51% yang akan diserahkan kepada PT. Inalum dari kepemilikan saham mayoritas Freeport McMoran? secara sederhana, peralihan dari rezim kontrak karya ke rezim IUPK hanya menyebutkan klausul perjanjian 51% kepada Pemerintah Pusat/Inalum, sedangkan posisi penyerahan 10% saham ke Tanah Papua bukan bagian dari isi kontrak dalam rezim perijinan PT. FI terbaru. Apalagi bentuk "action" dalam rencana penyerahan saham 10% kepada Tanah Papua, hanya diatur dalam bentuk Memorandum of Understanding, bukan diikat dalam bentuk Peraturan Perundang-Undangan.
Sebab melihat hubungan kedua entitas, baik hubungan perjanjian bisnis antara Pemerintah Pusat/yang diwakili oleh Inalum bersama Freeport McMoran, maupun bentuk kesepakatan antara Pusat dan Daerah, berada dalam posisi yang berbeda. Hubungan perjanjian dalam kegiatan investasi/bisnis yang dilakukan antara Pusat/Inalum bersama McMoran sejatinya tunduk pada prinsip Pasal 1338 KUHPerdata, dimana hasil kesepakatan yang dibentuk diantara keduanya, akan menjadi undang-undang bagi kedua belah pihak.
Terlebih lagi, pihak McMoran juga wajib tunduk terhadap UU Minerba yang mewajibkan pemegang ijin IUPK untuk menyerahkan saham kepada pihak Indonesia. Sedangkan, hubungan Pemerintah Pusat dalam hal ini PT. Inalum sebagai "holding" BUMN Pertambangan dalam konteks pelepasan saham 10% masih tidak diikat oleh regulasi manapun, sehingga berpotensi untuk disalahgunakan dikemudian hari. Bahkan sebagian para tokoh di Tanah Papua pun merasa khawatir, jika nasib divestasi saham PT. FI yang sedianya akan diserahkan ke Pemda Provinsi Papua dan Pemda Mimika, akan bernasib sama dengan perebutan kepentingan sejumlah korporasi swasta nasional di paket divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara yang menjadi polemik bertahun-tahun.
Dengan demikian, melalui kesempatan ini, kami mengingatkan kepada Pemerintah Pusat, maupun kepada McMoran, untuk tidak menghianati pemberian saham 10% kepada Tanah Papua. Terlebih lagi, panjangnya mekanisme pelepasan saham yang akan dijalani oleh McMoran, yang secara efektif akan mulai berlaku di tahun ke 6 pasca penerapan perijinan IUPK diberikan.
Kami, rakyat dan bangsa Papua, akan terus mencermati, setiap detail pelaksanaan divestasi saham, termasuk, ketika terdapat potensi penyalahgunaan, berupa, tindakan yang secara sengaja "mendelusi" kepemilikan saham Tanah Papua di PT. FI melalui berbagai alasan yang dibuat-dibuat. Bahkan, jika rakyat dan bangsa Papua menghendaki, sesungguhnya, cadangan emas Grasberg yang dikuasai oleh Freeport, tidak perlu untuk dibeli oleh Tanah Papua, karena sejatinya "resources" tersebut milik rakyat dan bangsa Papua. Â
Litbang WillemWandik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H