Mohon tunggu...
willem wandik
willem wandik Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Utang Infrastruktur Indonesia Bukan untuk Pemerataan, tetapi Berorientasi Bisnis

2 Juni 2016   09:02 Diperbarui: 2 Juni 2016   18:19 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Realisasi Bantuan Pembiayaan Utang dari ADB di Tahun 2015 (sumber: ADB)

Realisasi Bantuan Pembiayaan Utang dari ADB di Tahun 2015 (sumber: ADB)
Realisasi Bantuan Pembiayaan Utang dari ADB di Tahun 2015 (sumber: ADB)
Selain pinjaman yang disebutkan diatas, di Tahun Anggaran 2015, ADB juga telah mengucurkan pinjaman program sebesar $400 juta untuk mengembangkan pasar keuangan dan inklusi keuangan di Indonesia, beserta pinjaman program lainnya sebesar $400 juta untuk mengembangkan sektor energi. Tidak kalah dengan ADB, China Development Bank (CDB) juga mengucurkan pinjaman utang kepada perbankan Indonesia yang terdiri dari Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank BRI masing-masing senilai 1 miliar USD dengan tenor selama 10 tahun yang diklaim oleh ketiga perbankan tersebut untuk disalurkan ke sejumlah proyek-proyek infrastruktur di dalam negeri. Sebagai contoh, utang senilai 1 miliar USD yang diterima Bank BRI ditujukan kepada sembilan nasabah di dalam negeri yang terdiri dari PT Pindo Deli dengan alokasi dana utang mencapai 221 Juta USD, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan alokasi dana utang sebesar 110 Juta USD, dan sisanya masing-masing untuk PT Indah Kiat, PT Semen Bosowa, PT Tangki Merak, PT Sugar Labinta, PT Poso Energy Satu Pamona, PT Bosowa Energi, dan PT Kertanegara Energi Perkasa.

Secara keseluruhan pinjaman utang yang dilakukan oleh Pemerintah pada hari ini ditujukan bagi pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang bernilai ekonomi tinggi (infrastruktur dengan kriteria full cost recovery). Hal ini tentunya bertolak belakang dengan agenda nawacita yang ingin menghadirkan pembangunan Indonesia dari daerah pinggiran, terluar, perpencil, terisolir, terbelakang, dalam rangka memperkuat kerangka negara kesatuan yang tertuang dengan sangat lugas dalam 9 agenda Nawacita Jokowi-JK. Karakteristik daerah yang disebutkan dalam agenda nawacita tersebut, tampak tidak memiliki cukup syarat yang dibutuhkan “underqualified” untuk mengundang pendanaan dari pinjaman lembaga keuangan internasional, karena dibatasi dengan prasyarat komersial yang diatur dalam syarat kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial yang diatur dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2015 dan prasyarat pemberian utang oleh Lembaga-Lembaga Keuangan Internasional seperti ADB dan CDB.

Disisi lain, keterbatasan fiskal Pemerintah Pusat yang semakin tertekan dengan rendahnya realisasi penerimaan pendapatan negara, sebagai dampak rendahnya pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, menjadikan penyelenggaraan keuangan negara tidak dapat menjangkau sasaran proyek-proyek infrastruktur yang sebagian besar tidak bernilai komersial dan justru membutuhkan keberpihakan negara untuk mendorong pemerataan pembangunan di daerah-daerah yang masih miskin infrastruktur, seperti yang terjadi disebagian besar wilayah pedalaman Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun