Mohon tunggu...
willem wandik
willem wandik Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Politik

5 Alasan Kuat Mengapa Harus Mendorong Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Memperkuat Kemandirian Tanah Papua

18 April 2016   16:43 Diperbarui: 18 April 2016   16:53 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan grafik 4 diatas, menunjukkan besarnya ketergantungan fiskal di seluruh Pemerintahan Daerah di Tanah Papua yang mencapai 95,66% terhadap seluruh penggunaan anggaran yang bersumber dari subsidi pusat. Sedangkan Pemerintahan daerah di seluruh provinsi Papua hanya mampu mendanai struktur anggarannya secara mandiri sebesar 4,34%. Kondisi ini merupakan pertanda tidak sehatnya neraca keuangan Pemerintah Daerah yang seharusnya menjadi fokus pembenahan oleh Pemerintah Pusat, melalui peningkatan kemampuan daerah untuk mengelola sumber pendapatan daerahnya sendiri dan melepaskan ketergantungan tersebut sebagai solusi jangka panjang di Tanah Papua.

4.   Pengambilalihan Freeport
Persoalan Freeport bukanlah isu yang hanya menjadi tanggung-jawab Pemerintah Pusat saja. Jika itu menjadi doktrin kekuasaan pemerintah pusat, maka hal ini merupakan pembodohan yang sengaja dipertahankan oleh pusat untuk terus menerus membiarkan Tanah Papua menjadi daerah yang terbelakang dan sepenuhnya bergantung pada belas kasihan Jakarta. Tidak ada daerah yang menginginkan dirinya terus menerus tertinggal dan berharap selamanya pada bantuan Pemerintah Pusat.

Diakui bahwa sejarah integrasi bangsa Papua kepangkuan republik, penuh dengan peristiwa politik yang membagi Tanah Papua kedalam dua dimensi penting, pertama secara politik administrasi menjadi bagian dari kekuasaan republik, dan kedua aksesibilitas terhadap sumber daya alam yang dikuasai oleh pihak Amerika Serikat. Dua dimensi ini terus berjalan hingga hari ini, dan menyandera segala kepentingan sektoral rakyat dan bangsa Papua atas hak-hak asasinya sebagai bagian dari warga bangsa yang memiliki hak-hak konstitusional dan warga bangsa yang memiliki sumber daya alam yang melimpah di tanahnya sendiri.

Usia aneksasi sumber daya alam di Tanah Papua melalui legitimasi kontrak karya 1 dan 2 yang telah berlangsung selama 53 Tahun lamanya (1967-2020). Generasi-generasi pertama bangsa Papua dalam era pertama penguasaan sumber daya alam oleh asing telah banyak yang berpulang ke hadapan Tuhan. Namun aneksasi ini masih terus akan dilanjutkan melalui kewenangan monopolistik dan sentralistik yang dilakukan oleh rezim-rezim pusat. Sepertinya Pemerintah Pusat mengalami adiksi mentalitas untuk terus menerus memertahankan status quo “sentralisasi” dan “monopolistik” di Tanah Papua, seperti yang telah lama dimulai oleh rezim orde baru.

Sebagai anak negeri yang mencintai tanah leluhur dan  masa depan bangsa Papua, sudah sepantasnya untuk meminta hak-hak asasi yang bersifat “equal” bagi rakyat di Tanah Papua terhadap Pemerintah Pusat, untuk mengambil alih kepemilikan PT. Freeport Indonesia melalui kepemilikan saham di perusahaan multinasional tersebut, sebagai pertanda adanya pengakuan dari negara terhadap hak milik rakyat dan bangsa Papua atas kekayaan sumber daya alamnya.

[caption caption="Prosentase Kepemilikan Saham PT. Freeport Indonesia Selama 54 Tahun, sumber: PT. Freeport Indonesia Sharing Holder, 2016"]

[/caption]

Berdasarkan grafik 5 diatas, Nilai saham yang dikuasai oleh induk Freeport McMoran mencapai 90,64% yang terdiri dari 81,28 saham induk dan 9,36% saham PT. Indocopper Investama yang telah terdelusi kembali ke Freeport McMoran. PT. Indocopper Investama merupakan perusahaan swasta nasional yang pernah memiliki saham PT. Freeport Indonesia dengan sebagian pembeliannya melalui mekanisme utang dan dijual kembali ke induk Freeport McMoran dengan keuntungan berkali lipat. Yang bertahan hingga hari ini adalah bagian saham Pemerintah sebesar 9,36% yang pernah dilepaskan oleh Freeport McMoran disaat perpanjangan kontrak karya kedua di Tahun 1990. Bagaimana nasib rakyat Papua hingga berakhirnya 53 tahun monopoli sumber daya alam oleh pihak asing dan pusat tersebut, hanyalah menjadi pekerja buruh dan tidak memiliki saham sedikitpun di perusahaan yang telah lama mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam di Tanah Papua.

Grafik diatas juga menampilkan pengelolaan sumber daya alam yang begitu sangat memprihatinkan, ketika usia pengelolaan pertambangan Freeport di Tanah papua telah berlangsung selama ½ abad lamanya, justru otoritas di republik ini membiarkan rakyat Papua hanya menjadi penonton atas perebutan kekayaan alam di negerinya sendiri. Kondisi ketergantungan fiskal dan permasalahan multisektoral di Tanah Papua, sama sekali tidak menyentuh nurani Pemerintah Pusat agar menyerahkan sebagian kepemilikan saham perusahaan multinasional tersebut kepada pewaris sah sumber daya alam yaitu rakyat Papua.

5.   Deadline dana otsus
Dana otsus sejak diberlakukan dengan hadirnya undang-undang otsus tahun 2001, menimbulkan dampak buruk bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Tanah Papua. Salah satu yang paling terasa adalah munculnya ketergantungan yang menahun (kronik) dan sulit dilepaskan dari bantuan-bantuan yang bersumber dari anggaran pusat. Hal ini disadari sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah di Tanah Papua, dimana gejala dari praktek dana otsus hanya menciptakan ketergantungan yang semakin parah kepada sumber keuangan pusat. Disatu sisi pemerintah pusat masih menyandera pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua, dengan mekanisme sentralisasi dan monopolistik.

Kekhawatiran Pemerintah Daerah terhadap status dana otsus yang menimbulkan ketergantungan dan dapat membahayakan masa depan Tanah Papua, tentunya didasarkan pada argumentasi yang rasional. Diantaranya kekhawatiran elemen rakyat Papua pada ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Otsus Papua yang mengatur pembatasan “batas waktu” pengalokasian sejumlah kriteria anggaran yang  masuk dalam penyediaan dana otsus oleh Pemerintah Pusat. Dan hal ini diatur secara tegas “rigid” di dalam regulasi otsus nomor 21 tahun 2001 tentang otsus Papua dan Papua Barat.

Diantara pembatasan itu terlihat dalam kategori penyediaan anggaran yang bersumber dari bagi hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam yang sebelumnya sebesar 70% sebagai bagian daerah akan menyusut menjadi 50% setelah 25 tahun otsus Papua diberlakukan (tepatnya di tahun 2026 mendatang). Selain itu pembatasan pengalokasian dana otsus juga menyangkut segala kriteria anggaran yang ditetapkan dalam pasal 34 ayat 3 yang hanya berlaku selama 20 tahun sejak diberlakukannya udang-undang otsus papua (tepatnya akan berakhir di tahun 2021 mendatang bertepatan dengan berakhirnya kontrak karya PT. Freeport Indonesia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun