Mohon tunggu...
willem wandik
willem wandik Mohon Tunggu... Anggota DPR RI -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dana Otsus Hinaan Bagi Bangsa Papua: Reaksi Balasan Surat Kementerian ESDM Atas Surat Kaukus Parlemen Papua dan Papua Barat

15 Maret 2016   10:40 Diperbarui: 15 Maret 2016   11:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keangkuhan elit pusat yang menetapkan standar regulasi yang menurut mereka baik untuk melindungi kepentingan mereka sendiri, telah direkam dengan sangat baik oleh generasi generasi rakyat dan bangsa Papua. Apapun yang akan terjadi dengan nasib bangsa ini di masa masa mendatang, kami serahkan pada kehendak Tuhan dan kehendak sejarah.

Memang sejak awal integrasi bangsa Papua kepangkuan republik, telah diawali dengan aneksasi sumber daya alam yang lebih mendahului penyerahan secara dejure wilayah Papua ke pangkuan republik (kontrak karya Freeport mendahului proses Pepera). Jadi tidak mengherankan, sejak awal bangsa Papua hanya dijadikan barter politik internasional (Republik-US) untuk sekedar mengamankan perkawinan kepentingan sumber daya alam diatas Tanah Papua.

Pusat secara tidak sadar telah membenarkan perampasan sumber daya alam seperti yang terjadi pada era kolonial. Perbedaannya pada hari ini kolonisasi tersebut dilakukan melalui perjanjian internasional melalui badan-badan otoritas yang dianggap paling berwenang memberikan license atas nama hukum dan kedaulatan berwajah negara.

Tanah Papua juga merupakan bagian dari Republik, dimana penyelenggaraan pemerintahan republik dijalankan oleh organ-organ pemerintahan yang dipilih secara demokratis dan menurut asas-asas hukum republik. Tujuan dari penyelenggaraan pemerintahan di Tanah Papua untuk menjalankan tujuan pembangunan nasional yang dapat menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat di Tanah Papua. Inilah tujuan yang selalu mendasari setiap doktrin regulasi yang diselenggarakan oleh organ bernama Pemerintah.

Dimasa Reformasi Pusat bersepakat untuk memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam amandemen UUD 1945 yang membentuk pondasi dasar pelaksanaan praktek desentralisasi yang hari ini dijalankan sebagai platform ketatanegaraan nasional. Justru yang patut dipertanyakan mengapa pusat berusaha untuk memonopoli sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah. Bentuk desentralisasi yang dilaksanakan pada hari ini justru hanya menjadikan daerah sebagai unit-unit produksi yang bertujuan untuk menyetor pendapatan negara sebesar besarnya kepada Pusat.

Daerah seperti Tanah Papua telah menjelma menjadi "sapi perah" yang harus tunduk pada setiap kepentingan yang didesain oleh elit-elit nasional. Rakyat di Tanah Papua juga membutuhkan perhatian pembangunan dan prioritas untuk memperoleh akses pendapatan yang dapat digunakan untuk membangun manusia dan tanahnya.

Pada hari ini disadari sepenuhnya oleh seluruh rakyat di Tanah Papua, bahwa pemberian dana otsus telah menjadi sandera yang melegalkan sikap sewenang-wenang Jakarta untuk memonopoli pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua. Dana otsus juga menjadi bentuk penghinaan Jakarta yang memandang bangsa Papua hanya butuh uang saja dan bukan kemandirian untuk mengelola sumber daya alam di tanahnya sendiri. Dan pemberian itu selalu menjadi nilai plus yang dibanggakan oleh para elit nasional dengan tingkah badutnya untuk mengatakan "kami rugi besar disetiap tahunnya harus memberi makan orang Papua dengan dana otsus, sedangkan pemasukan bagi negara dari monopoli sumber daya alam di Tanah Papua hanyalah sedikit (kutipan wapres)".

Dengan demikian dana otsus benar-benar telah menghilangkan harga diri rakyat dan bangsa Papua, serta menjadi alat legitimasi bagi elit nasional untuk tidak menyerahkan hak pengelolaan sumber daya alam strategis ke Tanah Papua. Tidak perlu berpolemik panjang lagi, katakan dengan tanpa ragu-ragu untuk mencabut dana otsus dari Tanah Papua dan mengembalikan hak pengelolaan sumber daya alam ke rakyat dan bangsa Papua, untuk kemandirian pelaksanaan desentralisasi pemerintahan yang telah diakui dalam UUD 1945.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun