Jl. Gatot Soebroto, Senayan
Jakarta, 10270
Sehubungan dengan surat Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia No. B-1067/M. Sesneg/D-2/HL.00.01/11/2015 tanggal 16 November 2015 perihal Permohonan Pembelian Saham 10,64% PT. Freeport Indonesia Melalui Daerah Provinsi Papua dan Papua Barat, serta memperhatikan surat Saudara No. 09/Kaukus/Parlemen Papua-Papua Barat 11/2015 tanggal 2 November 2015 perihal Permohonan Pembelian Saham 10,64% PT. Freeport Indonesia (PT. FI) melalui Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan PP No.77 Tahun 2014 dijelaskan:
Pasal 112D ayat (2) huruf a menyebutkan: "Pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang telah berproduksi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum diundangkan PP ini wajib melakukan ketentuan divestasi saham sebesar 20% (dua puluh persen) paling lambat 1 (satu) tahun sejak PP ini diundangkan.
Peserta Indonesia (Pemerintah) telah memiliki saham 9,36% dalam PT. FI, maka PT. FI berkewajiban melakukan penawaran saham sebesar 10,64% kepada peserta Indonesia pada tanggal 14 Oktober 2015, setelah satu tahun terbitnya PP No. 77 Tahun 2014
Pasal 97 ayat (6) menyebutkan "penawaran divestasi saham kepada Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota setempat dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 hari kalender setelah 5 tahun sejak beroperasi
Pasal 97 ayat (2) menyebutkan "pemegang IUP operasi produksi IUPK operasi produksi wajib melakukan divestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a) dan ayat (1b) kepada peserta indonesia secara berjenjang kepada: 1). Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 2). BUMN dan BUMD; 3). Badan Usaha Swasta Nasional;
Analisis surat Kementerian ESDM
Pendekatan legalitas yang didasarkan pada bunyi pasal-pasal yang di desain oleh Pemerintah Pusat (bukan melalui pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat - sebagai representasi rakyat) yang tertuang dalam PP Nomor 77 Tahun 2014 adalah peraturan sepihak yang tidak memperhatikan aspirasi rakyat daerah yang menjadi subyek eksploitasi atas nama regulasi dan kepentingan Pusat.
Regulasi di desain oleh manusia-manusia yang menjabati sebuah lembaga negara yang memiliki otoritas/kewenangan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang didalihkan demi kepentingan negara. Setiap regulasi yang dinilai dapat mengunci kepentingan monopoli pusat atas kekayaan sumber daya alam di Tanah Papua, tentunya menjadi motivasi utama dalam regulasi PP yang diterbitkan oleh Pusat ini.
Jawaban surat dari Kementerian ESDM memang tidak secara tegas menolak atau mengiakan permintaan Kaukus Parlemen Papua dan Papua Barat. Namun penggunaan dalil Peraturan Pemerintah sebagai dasar argumentasi menunjukkan sikap Kementerian ESDM yang konsisten tanpa keragu-raguan sedikitpun untuk memuluskan pengambilalihan saham Freeport oleh Perusahaan nasional yang berafiliasi dengan BUMN (maksud dari redaksi secara berjenjang yang sengaja ditampilkan dalam surat Kementerian ESDM).
Luka yang dirasakan oleh rakyat dan bangsa Papua sejak aneksasi sumber daya alam di negerinya sendiri yang berlangsung dalam periode 1967-2021, sepertinya tidak akan mendapatkan solusi dari kebijakan bernegara. Pusat telah mengunci pengambilalihan saham Freeport dengan dalih dalih regulasi sepihak yang didesain untuk mengamankan agenda pusat sendiri.
Tidak ada rasa empati dan rasa malu sedikitpun yang ditunjukkan oleh penyelenggara negara di Pusat untuk merasakan penderitaan rakyat dan bangsa Papua setelah berpuluh tahun lamanya harus merelakan sumber daya alamnya dijadikan lahan untuk mengeruk keuntungan yang memberikan "glory" bagi siapa saja yang memiliki cadangan emas terbesar di dunia tersebut.
Yang perlu diingat oleh Pemerintah Pusat, pada hari ini seluruh elemen rakyat dan bangsa Papua telah menyadari semua permainan kotor kebijakan-kebijakan Pusat yang hanya menjadikan rakyat dan bangsa Papua sebagai sapi perah eksploitasi sumber daya alam di negerinya sendiri. Saya tidak yakin, apakah doktrin kebangsaan yang diajarkan oleh pendiri Republik akan dapat bertahan 20 atau 40 tahun di masa-masa mendatang di Tanah Papua. Sebab tidak ada doktrin di dunia ini yang bisa menentang rasionalitas dan kebenaran (rasa keadilan yang dirasakan dan dipikirkan oleh rakyat).