Selain praktik coaching, materi pengambilan keputusan berkaitan erat dengan aspek sosial emosional (mindfullness) guru. Guru ideal adalah guru yang matang intelektual dan emosional. Secara emosional guru juga seharusnya mampu bertindak sebagai seorang dewasa.Â
Aspek ini mengandaikan setiap guru mampu menghadapi masalah dengan kepala dingin dan tidak mudah terbawa situasi yang melibatkan emosi. Ketika muncul sebuah kasus dengan determinasi tinggi yang melibatkan misalnya orang tua atau masyarakat, dibutuhkan guru yang pembawaan tenang dan mampu menguasai keadaan.Â
Contoh, apa yang akan dilakukan oleh seorang guru apabila orang tua terbawa emosi dan datang ke sekolah lalu mengajak guru berkelahi? Atau karena kecewa siswa melempari kaca sekolah? Situasi pelik seperti ini dibutuhkan kesabaran dari seorang guru untuk meredam dan pada akhirnya mampu mempraktikkan pendekatan dengan komunikasi coaching.
Terkadang guru juga berhadapan dengan situasi yang melibatkan kasus dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika artinya secara moral benar tetapi bertentangan.Â
Apa yang akan dilakukan oleh guru menerima murid yang datang ke sekolah tidak menggunakan seragam karena seragamnya hanya satu yang dikenakan selama seminggu atau memberi pengecualian? Menerima murid yang datang terlambat karena menolong orang kecelakaan atau tetap taat pada aturan sekolah tidak menerima murid yang terlambat masuk sekolah?Â
Memilih memberi nilai lebih baik kepada murid yang jarang masuk kelas karena persiapan lomba olahraga basket atau murid yang rajin hadir di kelas tetapi kemampuan intelektualnya kurang? Kasus dilema etika yang terjadi membutuhkan guru yang secara sosial emosi matang, mampu berkomunikasi dan mempratekkan coaching dan tentunya hal paling penting memiliki pemahaman tentang dilema etika dan bujukan moral.
Hal paling penting yang harus diingat oleh guru dalam pengambilan keputusan adalah keputusan yang diambil harulah tepat, berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Menurut penulis, kesulitan yang dapat diambil guru sebagai pengambil keputusan dalam proses pembelajaran apabila guru sulit memecahkan masalah (problem solving) atau guru yang banyak kompromi serta mudah terbawa situasi.
Guru yang tidak mampu memecahkan masalah atau tidak mampu mengambil keputusan tidak layak menjadi guru. Karena guru yang bimbang dan bingung, bagaimana dapat berhadapan dengan murid yang membutuhkan kepastian dalam pembelajaran. Guru yang bimbang tidak akan mampu menyelesaikan masalah atau kasus.Â
Jika guru bimbang dan ragu bagaimana dengan murid? Selain itu guru juga harus benar-benar jujur dan mampu menyampaikan dengan tegas (posisi sebagai manager) dalam pengambilan keputuan. Dalam pembelajaran di kelas atau menyelesaikan kasus guru mampu berdiri sebagai seorang manager yang mampu mengedukasi murid dan bukan sebagai teman, pemberi rasa bersalah, pemantau atau penghukum.Â
Dalam pengambilan keputusan guru juga harus bebas dan mandiri, tidak terikat secara emosional dengan murid tertentu baik karena kedekatan, saudara, kepentingan atau hal lain yang dapat mengubah pengambilan keputusan atau sikap emosional guru. Hal ini akan berdampak sangat buruk di mata murid apabila guru tidak mampu hadir sebagai manager di sekolah.
Kesimpulannya bahwa segala keputusan yang diambil oleh guru adalah untuk memerdekakan murid. Murid yang merdeka berarti murid yang mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya tanpa rasa takut dan cemas, tetapi penuh rasa bahagia. Bahagia ketika belajar di dalam kelas maupun luar kelas. Bahagia bertemu dengan guru, rekan murid, mengikuti kegiatan belajar. Bahagia bukan berarti murid menjadi bebas.Â