Ada tiga motif dari "paskah" sebagai perayaan atau pesta musim semi:
Kebersamaan dilindungi melalui darah yang dioleskan pada rumah atau tenda mereka. Di sini darah memiliki efek bahwa sang pembinasa (iblis) tidak dapat masuk ke dalam rumah mereka.
Kekerabatan di antara mereka dipererat melalui perjamuan makan bersama dan diperkuat melalui pengambil-bagian mereka dalam hewan yang disembelih, sekali lagi sebagai simbol kehidupan.
Ritus darah itu dan juga perjamuan makan berlangsung dalam konteks situasi keberangkatan. Pakaian yang dipakai dan juga tuntutan untuk bergegas-gegas menunjuk pada situasi peralihan tersebut. Situasi keberangkatan lalu menjadi isi yang hakiki dari pesta tersebut.
Dari Pesta Musim Semi Bangsa Nomaden menjadi Paskah Israel. Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir dan memasuki tanah terjanji, mereka mengambil alih festival musim semi bangsa nomaden. Bahkan mereka mempertahankan elemen-elemen ritual dari pesta itu. Hal ini sangat terlihat pada karakter domestik dari perayaannya. Paskah Yahudi pada awalnya dirayakan di dalam keluarga atau kelompok kerabat/klan. Hanya saja sebuah interpretasi baru  dibuat sehubungan dengan pesta tersebut. Keluaran 12 (secara khusus Kel. 12:21-23b.27b.29-30.32.38-39) biasanya dianggap sebagai kisah institusi perayaan Paskah Yahudi. Dari kisah itu, kita dapat mengamati dua hal sehubungan dengan perayaan Paskah Yahudi:
Pesta musim semi bangsa nomaden, sebagaimana yang diuraikan di atas, mendapatkan interpretasi teologis. Perayaan Paskah Yahudi berfungsi juga sebagai ritual "tolak bala/tulah". Namun ritual tersebut tidak lagi diarahkan kepada "si pemusnah". Sebaliknya tokoh utama dalam ritual tolak bala tersebut adalah Tuhan Allah Israel. Tuhan akan melewati pintu-pintu rumah orang Israel, dan Ia tidak akan membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumah mereka untuk menulahi (Kel. 12:23b). Jadi, ritus darah (mengoleskan darah pada ambang pintu rumah) tetap memiliki fungsi sebagai "tolak bala/tulah". Ritus itu menjadi pertanda bagi Allah supaya Ia melewati (psh) rumah orang-orang Israel sehingga mereka diselamatkan.
Pesta musim semi bangsa nomaden mendapatkan interpretasi historis. Artinya bahwa pesta itu ditempatkan dalam konteks sejarah religius dan nasional bangsa Israel. Pesta itu lalu menjadi sebuah perayaan sejarah keselamatan. Paskah tidak lagi dilihat sebagai sebuah perayaan yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap kuasa kejahatan yang terus menerus datang, dan karena itu harus ditangkal atau ditolak. Namun, Paskah adalah tentang Tuhan yang lewat  untuk memukul mundur orang-orang Mesir. Dalam perayaan Paskah bangsa Israel mengenangkan sejarah keselamatan Allah yang terjadi sekali dalam sejarah, yaitu ketika Allah menyelamatkan bangsa Israel dari perbudakan orang-orang Mesir.Â
Proses interpretasi baru sehubungan dengan perayaan Paskah Yahudi tampak juga secara jelas ketika elemen-elemen dari ritual pesta musim semi itu ditempatkan dalam hubungannya dengan peristiwa penyelamatan orang Israel dari perbudakan orang-orang Mesir.
Mengoleskan darah pada ambang pintu rumah dihubungkan dengan tindakan penyelamatan Allah: Ia tidak membiarkan si pemusnah memasuki rumah orang Israel (bdk. Kel 12:27a.13.23).
Sayuran-sayuran yang pahit melambangkan kepahitan hidup bangsa Israel ketika mereka berada dalam perbudakan di Mesir.
Roti yang tak beragi dihubungkan dengan "roti penderitaan" yang dimakan di Mesir dengan tergesa-gesa (Ul 16:3; Kel 12:39; 13:38).
Waktu dan tanggal perayaan dihubungkan dengan waktu dan tanggal ketika Allah membawa orang Israel keluar dari Mesir, yakni bulan Abib/Nisan (Kel 13:4; Ul 16:1).Â