Pokok kedua adalah malpraktik. Malpraktik adalah kelalaian kaum profesi saat melakukan profesinya. Dalam konteks ini, maka malpraktik adalah saat di mana seorang dokter dan tenaga kesehatan lainnya tidak menjalankan profesinya sebagaimana semestinya. Hal ini bisa diadukan oleh pasien atau keluarganya atau siapa saja yang merasa dirugikan. Seiring dengan kesadaran hukum yang semakin meningkat, maka risiko bagi para tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan juga semakin meningkat. Apabila ada dokter atau tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan (etis) maka sanksi akan dijatuhkan. Dalam kaitan dengan hal tersebut, ada dua badan yang menangani etika kedokteran. Ada MKEK  (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia dan P3EK (Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran) yang dibentuk oleh pemerintah.
     Bagian ketiga berkaitan dengan MKEK. Dilihat bahwa pembinaan etika kedokteran di Indonesia masih belum memuaskan, sebab masih banyak pelanggaran etika yang tidak ditindak. Sebab utamanya antara lain belum jelasnya jalur penanganan pelanggaran etika. Di negara-negara yang mempunyai semacam dewan medis atau medical council, pembinaan pelaku profesional serta penanggulangan pelanggarannya diserahkan kepada Dewan tersebut. Ikatan Dokter Indonesia memiliki Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), dari pusat sampai ke wilayah-wilayah dan cabang-cabang besar. Tataran kerja MKEK sendiri terdiri dari Keanggotaan MKEK, kemudian materi, lalu lanjut dengan persidangan, selanjutnya keputusan dan kemudian banding, lalu tata cara administrasi dan bagian terakhir adalah barang bukti.
     Bagian terakhir yang dibahas dalam bab ini adalah Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran atau P3EK. Ini adalah lembaga resmi yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan pada tahun 1960 dengan nama Dewan Pelindung Susila Kedokteran. Secara tegas panitia ini diberi wewenang untuk memanggil, memeriksa dan memutuskan salah tidaknya seorang dokter yang melanggar etika. Tetapi pelaksanaannya sampai buku ini diterbitkan, peran Panitia ini hanya memutuskan salah atau tidak suatu perbuatan tertuduh, sedangkan penindakannya diserahkan pada Kakanwil Depkes setempat.
- Bagian Yang Dipandang Menarik                                                                                                    Â
      Bagian yang menurut saya menarik adalah alinea pada pokok pertama, yakni pada pembahasan Aspek Hukum dalam Kedokteran. Ditulis bahwa kesalahan dalam melaksanakan profesi kedokteran dan juga sebagai tenaga kesehatan merupakan masalah penting, karena membawa akibat yang berat, yang terutama akan merusak kepercayaan kepada profesi kesehatan, merusak nama baik kelompok profesi dan lebih-lebih lagi mereka yang telah menggunakan jasa profesi tersebut (Gunawan, 1991:60).
      Paragraf lain pada bab tersebut yang tak kalah pentingnya adalah paragraf terakhir yang  berfungsi sebagai kesimpulan. Dikatakan bahwa Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK) berkewajiban menyarankan kepada pengurus besar IDI atau Pemerintah untuk memberikan sanksi kepada dokter yang melanggar. Hal ini dianggap penting mengingat perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang pesat.  dapat memberikan dampak negatif, karena baik dokter maupun pasien melupakan hak dan kewajibannya. Salah satu dampaknya adalah malpraktik yang masih kerap terjadi.
Berkaitan dengan point-point penting yang dibahas dalam bab IV ini, dapat dilihat situasi dunia tenaga kesehatan sekarang yang masih menghadapi persoalan yang sama, yakni maraknya terjadi malpraktik. Ada banyak kasus besar yang terjadi, dan diyakini bahwa lebih banyak kasus-kasus besar lain yang tidak terekspos oleh media atau sama sekali tidak ditindak. Orami Parenting, sebuah website berita resmi khusus kesehatan dan hubungan orang tua dan anak, pernah merilis enam kasus malpraktik besar yang pernah menggemparkan Indonesia. Â Salah satunya tentang kasus kebutaan permanen oleh seorang pasien di Bone setelah diberi obat oleh Dokter. Tetapi yang lebih parah lagi dari itu adalah kasus meninggalnya bayi yang baru lahir, akibat patah leher dan kulit yang mengelupas akibat kesalahan penanganan oleh tenaga kesehatan yang melakukan tindakan medis di Palembang. Kasus pertama berakhir dengan mediasi keluarga, sedangkan kasus kedua akhirnya ditangani oleh pihak Kepolisian (Intan Aprilia, 2020).
Masyarakat sekarang ini sudah lebih berani bertindak dan mengkritisi tindakan medis yang dianggap keliru. Penulis buku 'Memahami Etika Kedokteran', Dr. Gunawan, menilai bahwa ada perkembangan dalam masyarakat yang ingin membawa kasus kedokteran ke pengadilan untuk diadili secara hukum. Faktanya masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan mana yang merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikategorikan melanggar hukum. Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktik, sedangkan malpraktik sudah pasti merupakan pelanggaran etika. Kegagalan dokter dalam melaksanakan tindakannya, umumnya menyebabkan masyarakat menuntut kompensasi. Tetapi hikmah dari kejadian ini adalah bahwa para profesional diarahkan untuk meningkatkan mutu dan lebih berhati-hati. Salah satu yang dipandang urgen dan harus menjadi perhatian para tenaga kesehatan adalah kesadaran akan prinsip-prinsip moral tenaga kesehatan. Hal ini tidak bisa disepelekan mengingat kesadaran inilah yang akan menuntut para tenaga kesehatan sebagai kelompok profesional. Ini adalah prinsip etis yang menjadi dasar tindakan mereka dalam melayani tugas mereka.
- Prinsip-prinsip Moral Tenaga Kesehatan Sebagai Solusi
Para tenaga kesehatan memiliki kode etik yang jelas. Bahkan jauh sebelum kode etik mendapatkan bentuk yang semakin sempurna seperti sekarang ini, sumpah Hippokrates sudah jelas menujukan aspek-aspek penting yang harus dihidupi oleh seorang tenaga kesehatan. Tetapi jika ditelaah lebih mendalam tentang semua rumus sumpah tenaga medis dan kode etik mereka, ternyata tersembunyi suatu filsafat manusia yang sehat. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa terdapat ada prinsip moral tenaga kesehatan yang sangat mendasar yang terkandung dalam rumusan tersebut. Prinsip itu adalah prinsip kemanusiaan. Ya, manusia harus diperlakukan secara manusiawi, diperlakukan sesuai dengan martabatnya, sesuai dengan eksistensinya sebagai manusia. Kemudian dari situ dapat ditarik lagi beberapa prinsip etis lainnya yakni tidak merugikan, prinsip totalitas, yakni bahwa manusia harus dijaga seutuhnya, prinsip totalitas yakni tidak boleh dipaksakan untuk bertindak melawan suara hati, prinsip perbandingan nilai dan akhirnya prinsip kejujuran (Purwa Hadiwardoyo, 1989: 16-18).
Apabila prinsip-prinsip ini dihadapi, maka tindakan malpraktik atau jenis pelanggaran etisk lainnya niscaya tidak akan terjadi. Namun fakta di lapangan membuktikan bahwa ada kealpaan pada penerapan prinsip moralitas dasar dalam lingkungan tenaga medis. Bahkan  pembentukan P3EK dan MPEK sendiri tidak menjamin bahwa kesadaran akan moralitas ini benar-benar dihidupi. Namun jawaban atas permasalahan malpraktik tidak lain adalah penerapan yang lebih radikal akan moralitas dasar yang harus mereka hidupi. Tetapi sekali lagi, walaupun moralitas tindakan dari masing-masing tenaga medis amat dipengaruhi oleh etos tenaga medis, kode-kode etik tenaga medis, dan keyakinan agama yang dianutnya, moralitas tindakan toh terutama ditentukan oleh keputusan hati nuraninya sendiri.
Selain itu, hal mendasar berikutnya adalah penerapan pendidikan dan pembinaan etos tenaga medis. Etos yang benar justru memiliki andil besar dalam membentuk tenaga medis kompeten dalam bidangnya. Tetapi meskipun demikian, walau terampil dan menguasai berbagai keahlian sebagai tenaga medis, malpraktik tetap berpeluang besar untuk terjadi apabila tidak ada kesadaran moral dalam diri tenaga medis yang bersangkutan.
Â
- Penutup