Eh.... Belum sampai permohonanku dikabulkan Dewi Kesuburan, wanitaku sudah melahap bibirku. Kami saling memburu ciuman dan aku serasa ingin memakan kulitnya. Sesekali terjeda untuk setiap kami mengumpulkan lagi udara dan kembali saling melahap. Tanganku pun dengan kasar melingkari pinggangnya, dan seakan memahami instingku, wanitaku tersenyum sinis. Seolah meremehkan. Aku mulai memegang hangat payudaranya, dan sesekali dia mendesah karena merasa geli, malu, namun tetap membutuhkan. Seprti anjing yang kelaparan, sampai tulangpun ingin dihabisi.
Wanitaku kini mulai berbalik menyerang. Ia mengulurkan tangannya ke dalam celanaku yang sengaja kupasang longgar dan menyentuh batang Oak-ku. Tangannya yang kurus seolah menggenggam segalanya termasuk dua pilar kejantanan yang kubanggakan sebagai karunia suci Dewa Langit yang seolah pernah hidup sebagai manusia.
Ahhhhh..... Desisku menyerah pada wanitaku yang kusangka Perempuan Suci. Suci dalam parasnya. Suci dalam budinya. Suci dalam nuraninya. Dan suci dalam tubuhnya. Namun hari ini akan kutiduri kesucianmu lagi.Â
Akan kutelanjangi semuanya. Kupegang tangannya, "Wanita tak boleh pertama memulai", bisiku pada telinganya yang menempel pada bibirku yang gemuk. Tangan kasarku pun mulai menjalar liar dalam guanya. Kadang dia menggenggam tanganku dengan keras. Namun masa bodoh, kamu adalah wanitaku yang kunapsui setiap hari hidupku.
Kami lalu rebahan di atas pasir. Masih dalam satu tubuh. Satu keringat. Aku telah dikalahkan olehnya. Tangannya yang lembut perlahan menyentuh jakunku.
"Masih ada bang," tanyanya sedih.
"Yah, ini kekal".
Wanitaku lalu bangun dan lari terbirit-birit. Diburu oleh dosa masa lalu. Aku lalu bangun dari pasir itu. Mengejarnya namun tak kujumpai jantung hatiku. Ku masuki setiap taman-taman kota, namun yang ada hanyalah "Ular yang melintasi pohon kehidupan". Aku pun seperti dia berlari tanpa arah ke ujung dunia. Membawa dosaku berlari menuju gerbang keabadian. Semoga dalam Firdaus yang baru kami dapat bertemu, meski dengan wajah bagai hewan yang diburu dan terluka. Â
"Ah, perempuan! Sudah beratus kali kuhancurkan badanmu di ranjang. Tetapi kesepian ini, kesepian ini datang berulang". (Subagio Sastrowardoyo) Â Â Â
Â
Kupang 01 Agustus 2021