Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saksi Mata

6 Agustus 2016   13:21 Diperbarui: 6 Agustus 2016   13:39 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kini mataku  terusik, perih mengiris, saat majikanku maju ke mimbar untuk memberikan kata-kata perpisahan bagi sang istri terkasih.

Kematian Marquis sendiri sebenarnya tidak terlalu berarti bagiku. Dia tak lebih dari nyonya besar yang suka menghambur-hamburkan uang untuk kegiatannya bersosialita dengan teman-teman borjunya. Sang Nyonya tak punya waktu untuk suaminya. Sedikit waktu yang terluang hanya habis untuk bertengkar atau meminta uang dan uang. Tidak, aku tidak sedih dengan kematiannya, tentu saja. 

Yang membuat mataku perih adalah ulah si Baron yang kini pura pura bersedih dan menitikan air mata haru, saat dia berbicara di mimbar, padahal diseberangnya duduk si sekretaris bohainya yang juga pura-pura tertunduk sedih dan menangis, padahal hatinya sudah pasti  girang bukan alang kepalang, karena sebentar lagi dia pasti akan didaulat untuk menjadi istri si Baron. 

"Hayo keluarkan airmatamu,dasar mata tak tahu diuntung," bisik Baron mengancamku. Tangannya sebentar-sebentar mengucek-ucek mataku. Perih! 

Aku terpaksa menitikan air mata. Tak kuasa menahan tirisan bawang merah yang sudah disiapkan dikantong celana hitamnya. Tapi dasar Si Baron , tak cukup dengan satu-dua titik air mata dari mataku, dia ingin aku menangis tersedu-sedu, agar menambah kesan dramatis. Dia ingin terlihat seperti  suami berbakti yang teramat sangat kehilangan permata hati. 

"Dasar pemain drama amatir !" makiku sebal. Bagaimana aku bisa menitikkan air mata, kalau bahkan tak ada setitikpun rasa sedih menyelinap di hati Sang Baron. Hanya berkilo-kilo irisan bawang merah, yang membuatku semakin perih dan perih.....

Perih yang mengiris mata.....

***

2 Tahun kemudian

Aku diam-diam mengadakan pemberontakan dan persekongkolan. Pemberontakan pertama adalah aku pura-pura buta dan tak melihat kelakuan si Sekretaris bahenol yang kini sudah menjadi nyonya Baron Van Dovel yang berselingkuh dengan sopir pribadinya.

Dan Si Baron tak bisa memprotes, karena ku bilang ini semua adalah salahnya sendiri. Dia yang sudah membuat mataku iritasi dan buta dengan 1 kg Bawang merah yang dioleskan paksa setiap kali dia memerlukan air mata buaya. Kini rasakan sendiri, aku buta dan tak lagi mau melihat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun