Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Pandora (Sebuah Kisah yang Tak Terungkap)

22 Juli 2016   14:05 Diperbarui: 22 Juli 2016   14:12 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kita tak meng-harap. Kita ber-harap. Tanpa optimisme. Tapi kita tahu bahwa dalam hidup, gelap tak pernah lengkap, terang tak pernah sepenuhnya membuat siang. Di dalam celah itulah agaknya harapan: sederhana, sementara, tapi akan selalu menyertai kita jika kita tak melepaskannya.”
 ― Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir 7

Prolog

Para pembaca yang budiman, pasti sudah tahu akan kisah Pandora. Tentang bagaimana gadis cantik itu  ,  membuka kotak yang menjadi awal muasal tersebarnya petaka di dunia.

Aku tak  hendak menceritakan kisah itu, meski sudah ku draft 3 hari , 3 malam. Cerita macam itu ,semua orangpun sudah paham. Jadi kita skip saja, mari kita lanjut ke perjalanan Pandora Jilid 2.

Awal kisah, Suara Zeus bergema di Angkasa

“Kamu sudah menebarkan malapetaka Pandora!” Suara  Zeus membahana di angkasa. Saat kotak terlarang itu dibuka dengan tanpa paksaan. Hanya karena rasa ingin tahu yang sudah lama digerendel pada kotak yang tak terkunci petinya. Sedang rasa ingin tahu , seliat angin, bagaimana bisa dia terkurung dalam kuncian yang bahkan tak mampu menyekapnya diam ?

“Kini kejahatan, keserakahan, rasa iri, dendam, amarah, benci, culas, sombong, dusta, dan semua ragam bentuk angkara , terlepas dari kurungan sang Kotak, dan  mereka akan menghantui hidup manusia, “begitu kata Zeus , sang penguasa Olympus.

Suaranya bergema bersama  kilatan petir saling sambar, juga  dentuman geledek yang membahana diseluruh pelosok bumi.

Rakyat sibuk berteriak gusar, “jadi gara gara Pandora, musibah kini menghampiri kita!”

“Gara gara wanita celaka itu, desa kita terkena azab dan sengsara!”

Bersama dengan hilangnya suara sang Dewa dalam kepekatan malam, kini terbitlah dengung- dengung marah dari cibiran dan desas desus hujatan penduduk , seiring pagi yang menjelang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun