Siapa bilang menulis itu sukar ?
Menurut saya, menulis itu sangat mudah. Tinggal duduk, lalu tulis saja apa yang saya suka. Selesai.
Tapi selesai saja, tentu tak cukup bukan ?Â
Karena tujuan dari penulisan pastinya  tak hanya sebatas mengeluarkan seluruh isi perut.  Dibalik sebuah tulisan, ada  yang namanya tujuan. Itu pasti. Tujuan akhir dari setiap penulis, bisa jadi berbeda-beda. Ada yang ingin berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi kebahagiaan, berbagi kesedihan, sekedar menuangkan hobby, menuangkan ide yang tiba tiba muncul, berbagi pandangan dan opini,  menantang diri demi sebuah prestasi, menjadikan lahan pencari nafkah, menjadi ajang pertunjukan bakat, mencari teman , sekedar menghabiskan waktu luang,  ajang perdebatan , ajang membela golongan atau partai tertentu, dan masih banyak lagi tujuan dibalik sebuah "Artikel".
Bagi saya pribadi, menulis sering menjadi sarana saya untuk "ngedumel", "nyindir" atau "satire" terhadap apa yang saya jumpai, baik dari pengalaman pribadi, ataupun terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk  yang masih harus saya perangi setiap hari. Ambil contoh : tentang Si Pemalas, itu adalah satire pribadi saya tentang "saya" , yang meski tak bisa dibanggakan, namun harus dikatakan dengan jujur , itulah kondisi yang harus saya hadapi, saya lawan setiap hari. Juga tentang puisi dalam tidurmu, lagi lagi itu kenyinyiran saya , untuk diri saya pribadi. Â
Kadang saya juga menulis hanya untuk sekedar bermain-main dengan rima, tanpa tujuan yang jelas. Mengisi waktu, Menantang diri dan uji nyali. Itulah mengapa pada akhirnya saya berkesimpulan, bahwa menulis itu butuh keberanian.
Tantangan pertama pada keberanian "TIDAK PEDE".
Bagi penulis yang terkenal,  penulis yang senior, dan profesional, Kendala  "Tidak Pede" bukanlah suatu hal untuk ditakuti. Sedang bagi penulis , yang baru mencoba dan belajar menulis, ini sungguh suatu uji nyali, yang harus diarungi, agar tulisan tidak hanya muncul sebatas draft, tapi diklik pada tombol publish.Â
Tidak pede , sering membuat saya terpaku hanya pada kata, bagaimana kalau :
Bagaimana kalau tulisan saya jelek. Bagaimana kalau tulisan saya tidak mutu. Bagaimana kalau tulisan saya terlalu banyak salah eja dan tidak paham EYD. Bagaimana kalau tulisan saya nanti ditertawakan. Bagaimana kalau tulisan saya , tidak ada yang baca. Bagaimana kalau tulisan saya ditertawakan. Dan mungkin masih banyak,  bagaimana kalau lain  yang berkecamuk dihati .
Untuk melewati tantangan ini, akhirnya saya menerapkan satu kata, hadapi saja. Toh mereka tak kenal siapa kamu, hahahahhahahaha. Itu bagi penulis anonim macam saya. Lalu bagaimana bila penulis lebih berani , muncul tanpa keanoniman, namun tetap tak PEDE, paling banter saran saya, ya pakai prinsip Pak Ahok, pura pura gila dan pura pura bego saja. Echo dengan suara tawa hue, hue, hue....
Prinsip mendasar saya saat menayangkan tulisan :
- Tulis saja apa yang kau suka, apa yang kau rasa, asal tidak merugikan sesama, kenapa tidak ?
- Lebih bagus lagi bila tulisan  bisa berguna dan bermanfaat.  atau paling tidak menghibur.
- Bila tidak mampu, dan belum mampu, selama  saya tidak memaksa orang untuk membaca lapak saya, sepertinya sah sah saja untuk menulis.
- Kerugian yang mungkin timbul, mungkin hanya pada admin yang harus bersabar untuk membaca tulisan-tulisan saya :D, atau pembaca yang "apes" , saat mengklik tulisan saya , dan mati karena bosan. Tenang ada tombol exit, dan  hanya sepersekian detik, mereka dapat langsung pindah pada laman lain. Jadi kita tidak mungkin disue pembaca karena hal ini, semoga.
- Menyita ruang dan tempat pada server, hahahahah maafkanlah saya kalau begitu.
Tantangan kedua pada diri sendiri, Keberanian untuk "bertanggung jawab pada isi tulisan"
Berani berbuat, sudah pasti harus  berarti berani bertanggung-jawab. Dibawah kibaran payung anonim saya sebagai penulis, tetap ada norma dan etika yang tak boleh saya langgar. Atau jeratan hukum bisa-bisa menanti saya, bila tulisan saya melanggar UU per ITEan. Kalau dalam kamus saya , keberanian bertanggung jawab pada tulisan lebih sering pada "woii lu tulis serasa hebat dan kayak Pemotivator ulung", terus yang "Lu buat apa ?" Sudah sesuai belum sama isi tulisan  lu?"
Ini yang sering membuat kata dan tulisan saya garap semampu saya bertanggung jawab. Hahahhahaha, kalau ternyata sukar saya pertanggung-jawabkan secara perbuatan, terpaksa saya edit edit dikit, atau hapus, atau kadang tetap saya publish dengan catatan bold, PR untuk terus diperbaiki . Under construction, harap sabar menanti ! Untung suami saya bukan orang yang gemar mengkritik polah laku saya, syukurlah.
Tantangan ketiga , harapan kita pada tanggapan dari pihak lain bernama "Pengakuan"
Pengakuan adalah sayap hitam yang selalu saya coba sembunyikan dengan kata, yang penting menulis, biar hanya saya sendiri yang membaca. Itu Bullshit. Coba saja teruskan menulis, tanpa ada gema dan gaung. Coba saja menulis , tanpa ada satupun yang hadir dan membaca, rasanya tuh perih.................
Seperih cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan seperih dompet yang kosong.
Belum lagi bila bukan pengakuan yang didapat, tapi kritikan pedas, sepedas cabe rawit tanpa tahu isi.Â
Bayangkan, sudah capek capek menulis, berjam-jam dengan kerutan kening, bergulat dengan semua keberanian yang dimiliki, dan pada akhirnya si keberanian timbul saat kita menayangkan tulisan. Komentar bermunculan. Yihaaa ada yang komen, dan ternyata saat baca kolom komentar isinya "Kritikan Pedas". Tulisan kamu segaring kerupuk. Tulisan kamu basi. Padahal kita untuk sudah bersusah payah mencoba melucu, dan terpelanting dengan kata "Gayus lu", "Garing lu" ............ atau stempel apalagi tak tahu juga. Â
Untunglah selama saya berkompasiana disini, segaring-garingnya tulisan saya, tidak pernah ada yang tega menuliskannya secara langsung, mungkin kalau dalam hati mendongkol dan bilang tahu diri juga luh, hue hue huee, saya tak tahu, dan mungkin saya juga belum mau tahu soal itu.
Sebab terlalu banyak memusingkan apa kata orang, membuat kaki saya hanya terhambat pada lumpur "andaikata" saja. Andaikata mereka bilang saya bagus, apakah memang benar begitu? Atau andaikata mereka bilang saya buruk, apa memang saya sebegitu buruknya ? Sedang hal baikpun bila tak diasah akan tumpul ketajamannya, dan hal buruk bila terus dilatih, masakan tidak bisa menjadi lebih baik ?
Dengan keyakinan  macam itulah saya berjuang, melawan seluruh ketakutan saya. Bila hari ini tak cukup baik, masih ada hari esok untuk saya berusaha lagi dan lagi.
Pada akhirnya, Pengakuan memang  harus saya letakkan pada bangku paling terakhir dalam uji nyali saya. Saya hanya dan harus kembali lagi pada fokus tujuan awal penulisan saya.
Mengapa saya menulis ?Â
Apakah saya menulis untuk sekedar pengakuan? atau ada tujuan lain, bila ada apakah itu? Sudahkah tujuan itu tercapai? Masih inginkah  saya  meraih tujuan-tujuan itu ? Bila ya Tulis saja. Tulis sampai tujuanmu itu tercapai, atau tulis sampai kau tak lagi suka menulis.
Saya menulis karena saya senang menulis. Dalam menulis saya menemukan kebahagiaan. Dalam menulis, saya dipacu untuk belajar dan memperbaiki diri. Dalam menulis , otak saya dirangsang untuk meracik kata dengan penuh cita rasa, meski belum seindah racikan orang lain. Dan dalam menulis, saya temukan diri saya bermain dengan segala rasa dan bahasa, meski hanya sederhana.Â
Salam menulis dari penulis yang masih terus berjuang melawan Pede........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H