PENGEMIS GADUNGAN
Ekonomi memang selalu jadi pembahasan hangat di berbagai kalangan. Karena sejatinya ekonomi sebagai kebutuhan pokok kehidupan manusia. Sebagaimana di sebutkan dalam alkitab,
"Apabila telah ditunaikan solat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia allah dan ingatlah allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (Q.S Al-jumu'ah/ 62: 10)
Itulah bukti bahwa mencari harta untuk memmenuhi ekonomi kehidupan sangatlah diperintahkan, juga mencari harta sebagai bentuk ibadah. Namun ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan dalam mencari harta atau biasa disebut etika dalam mencari harta, seperti membuat produk-produk yang bisa menjauhkan diri dari nilai-nilai moralnya sebagaimana ditetapkan dalam al-qur'an, dilarang.
Semua jenis kegiatan yang menurunkan martabat manusia atau menyebabkan dia terperosok kedalam kejahatan dalam rangka meraih tujuan ekonomi semata-mata, dilarang juga.(Kahf :1995, 37) Dengan demikian nabi Muhammad melarang beberapa bentuk kegiatan ekonomi tersebut. Nabi juga bersabda :
: , ( )
Artinya :"Dari abu hurairah RA berkata dari rasulullah bersabda : barang siapa yang meminta-minta harta pada orang lain dalam rangka untuk memperbanyak (hartanya), sesungguhnya ia meminta bara api, maka hendaklah ia mempersedikit atau memperbanyaknya" (HR.Muslim).
Telah dikatakan dalam hadis diatas, jika tujuan ia meminta-minta untuk mempernamyak hartanya sendiri, maka ia sama saja seperti meminta bara api. Lalu bagaimana dengan maraknya kasus mengemis yang dijadikan pekerjaan tetap (profesi) walau sudah dikategorikan mampu?!
Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk megharap belas kasihan dari orang lain. Meskipun mengemis adalah perbuatan yang halal, tidak semua orang boleh jadi pengemis. Orang yang boleh menjadi pengemis adalah orang yang samgat miskin sehingga ia terpaksa mengemis untuk bertahan hidup.
Ada dua kategori dari pengemis yaitu: 1) pengemis yang cacat (difabel), dan tidak berkemampuan produktif secara ekonomi. Karena hal inilah yang membuat mereka bisa saja menjadi pengemis. 2) pengemis yang tidak cacat (non difabel), dan berkemampuan produktif secara ekonomi, namun menjadikan mengemis sebagai sebuah profesi atau pekerjaan tetap, mungkin alasan yang tepat bagi mereka adalah kemalasan yang berkepanjangan, juga mereka menganggap mengemis adalah pekerjaan yang mudah menghasilkan pendapatan dari pada pekerjaan lainnya oleh karena itu, mereka lebih suka mengemis dari pada melakukan kegiatan produksi untuk mendapatkan penghasilan meski mereka sudah memiliki cukup harta.
Mempunyai harta dan menahannya disebut ihtikar, sedangkan ihtikar artinya aniaya dan merusak pergaulan. Para ahli fiqih menyatakan bahwa ihtikar itu adalah perbuatan terlarang. Nah, mengemis yang bertujuan untuk memperbanyak harta itu sangatlah dilarang. Hal itu juga mengandung unsur tipu muslihat.
Kenapa demikian, karena seorang pengemis pastilah berpenampilan tak selayaknya yang jika dilihat akan menimbulkan rasa iba dari orang lain. Jika orang yang mampu namun masih mengemis pastilah ia akan melakukan segala cara untuk menarik perhatian orang lain, seperti ia akan menirukan penampilan-penampilan pengemis pada umumnya yang berpenampilan dekil dan melas meski ia memiliki harta yang cukup untuk membeli beberapa pakaian.
Maka disitulah unsur tipuan itu, ia sama saja menipu manusia dengannya agar manusia pada memberi sebagian dari pada harta mereka. Untuk menarik simpati orang lain, pengemis biasanya mempunyai trik dan cara tersendiri, seperti membawa anak kecil, dengan begitu orang-orang akan lebih merasa iba dan akan memberikan sedikit dari harta mereka walaupun yang mereka beri adalah pengemis gadungan.(Rozalinda :2015, 351-353)
Seseorang yang telah memiliki harta namun tidak mau memanfaatkannya dianggap sebagai orang yang bertindak bathil dan akan mendapatkan dosa, karena allah menganugerahkan kekayaan sebagai sebuah kenikmatan yang layak untuk diikmati.
Apalagi bagi seoarng yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan tetap (profesi), bahkan mereka memiliki lebih banyak harta namun mereka tidak membagikan atau memanfaatkannya untuk melakukan kegiatan produksi (usaha), malah mereka masih meminta-minta.
Jika mereka menggunakan harta mereka untuk kegiatan produksi, pastilah akan lebih bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain, mereka bisa membuka lapangan pekerjaan. Ini dapat mengurangi tingkat pengangguran bahkan dapat mempersedikit pengemis.(Sholahuddin : 2007, 129)
Dari paparan diatas, menjadikan mengemis sebagai profesi adalah perbuatan yang sangat-sangat dilarang karena mengandung unsur ihtikar dan menipu. Nabi bersabda:" Barang siapa yang menipu, maka bukanlah dari golonganku".
Mengemisnya orang yang mampu tidaklah berhak mendapat belas kasihan, karena sebenarnya mereka mampu untuk menghasilkan harta (bekerja). Bekerja merupakan unsur produksi yang terpenting. Sebagaimana diketahui oleh para pengkaji ekonomi sekuler bahwa didalam produksi terdapat 4 unsur pokok. Masing-masing unsur memiliki bagian, sedikiti atau banyak dari kegiatan produksi. Adapun unsur-unsurnya adalah Bumi (alam), modal, kerja dan juga sistem.
Memaksudkan bekerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik jasmani maupun akal pikiran untuk mngelola kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Seorang muslim secara syar'i sangat dituntut untuk bekerja karena banyak alasan dan sebab.
Ia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, juga untuk menjaga dirinya dari kehinaan meminta-minta dan membesihkan tangannya agar tidak menjadi tangan yang dibawah, karena islam mengharamkan meminta-minta jika bukan karena kebutuhan pembebasan yang terpaksa. Ada tiga kelompok yang diperbolehkan meminta-minta: 1) Orang fakir (benar-benar fakir), 2) Orang yang berhutang yang tidak mampu membayarnya, dan 3) Orang yang tidak mampu membayar diyat.(Qardhawi :1995, 146)
Ini menunjukkan bahwa meminta-minta itu sangatlah dilarang dan diharamkan kecuali bagi orang-orang yang telah disebutkan. Hendaknya seorang muslim mencukupi kebutuhannya sendriri dengan cara berusaha dan bekerja yang mulia, walaupun berat, dan berpendapatan minim. Hal itu jauh lebih baik dari pada menjadi beban orang lain (meminta-minta). Oleh karena itu bekerja termasuk dalam unsur pokok produksi. Apalagi hingga menjadikan mengemis sebagai profesi tentulah sangat-sangat dilarang (haram).
Lalu bagaimana agar kita bisa mengetahui antara pengemis asli dan pengemis gadungan?, Karena terdapat dua kategori pengemis dan juga karena saat ini kita tidak bisa membedakan mana yang pengemis asli dan yang palsu, maka kebanyakan orang memilih untuk tidak memberi. Inilah yang menyeabkan orang yang ingin besedekah menjadi berat hati untuk berbagi.
Dalam hal ini yang sangat dirugikan adalah pengemis yang asli karena akan sangat sedikit sekali yang mau memberikannya sedekah, melihat dari banyaknya pengemis bohongan. Hal ini merupakan masalah bagi masyarakat, pemerintah seharusnya memberikan solusi mengenai hal tersebut, setidaknya harus ada tanda untuk mengetahui antara pengemis gadungan dengan yang asli, atau pemerintah bisa membuat wadah untuk para pengemis agar masyarakat tidak salah memberikan hartanya.
Namun akhir-akhir ini pemerintah bertindak terkait masalah ini, seperti yang dilihat dalam media masa maupun media cetak, pemerintah menggerahkan polisi untuk melakukan penyelidikan terhadap para pengemis, dan pada akhirmya ada yang ketahuan meski masih minim.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah boleh kita memberi kepada pengemis gadungan?, seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa sampai saat ini masih tak jelas bagaimana cara untuk membedakan antara pengemis asli dan pengemis palsu. Maka, dalam menyikapi hal ini, ustad Khalid basmalah menuturkan "lebih baik memberi dari pada meminta".
Sebagaimana yang disabdakan nabi bahwa Tangan diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah. Maka hendaknya kita selalu menjadi orang yang rendah hati dan menganggap apa yang kita berikan sebagai bentuk tolong-menolong, memberi pastilah akan mendapat pahala, dan tak usah banyak pertanyaan apakah dengan memberi kepada pengemis bohongan akan baik untuk mereka ataukah akan membuat mereka tambah bermalas-malasan dan tidak ingin bekerja.
Tentunya akan berdampak buruk bagi si pengemis, namun tugas kita hanyalah memberi tanpa harus mempertanyakannya, jika kita masih mempertanyakannya, bukankah itu akan mendorong kita kedalam perasaan tak ikhlas untuk berbagi dan saling tolong menolong. Karena masih tak ada cara untuk membedakan mana yang pengemis asli (difabel) dengan pengemis gadunga (non difabel), maka cukupla kita hanya memberi.
Sekian artikel ini saya buat, bila ada salah kata maupun salah penulisan, kurang lebihnya mohon maaf.
SEKIAN TERIMA KASIH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H