Seseorang yang telah memiliki harta namun tidak mau memanfaatkannya dianggap sebagai orang yang bertindak bathil dan akan mendapatkan dosa, karena allah menganugerahkan kekayaan sebagai sebuah kenikmatan yang layak untuk diikmati.
Apalagi bagi seoarng yang menjadikan mengemis sebagai pekerjaan tetap (profesi), bahkan mereka memiliki lebih banyak harta namun mereka tidak membagikan atau memanfaatkannya untuk melakukan kegiatan produksi (usaha), malah mereka masih meminta-minta.
Jika mereka menggunakan harta mereka untuk kegiatan produksi, pastilah akan lebih bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain, mereka bisa membuka lapangan pekerjaan. Ini dapat mengurangi tingkat pengangguran bahkan dapat mempersedikit pengemis.(Sholahuddin : 2007, 129)
Dari paparan diatas, menjadikan mengemis sebagai profesi adalah perbuatan yang sangat-sangat dilarang karena mengandung unsur ihtikar dan menipu. Nabi bersabda:" Barang siapa yang menipu, maka bukanlah dari golonganku".
Mengemisnya orang yang mampu tidaklah berhak mendapat belas kasihan, karena sebenarnya mereka mampu untuk menghasilkan harta (bekerja). Bekerja merupakan unsur produksi yang terpenting. Sebagaimana diketahui oleh para pengkaji ekonomi sekuler bahwa didalam produksi terdapat 4 unsur pokok. Masing-masing unsur memiliki bagian, sedikiti atau banyak dari kegiatan produksi. Adapun unsur-unsurnya adalah Bumi (alam), modal, kerja dan juga sistem.
Memaksudkan bekerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik jasmani maupun akal pikiran untuk mngelola kekayaan alam ini bagi kepentingannya. Seorang muslim secara syar'i sangat dituntut untuk bekerja karena banyak alasan dan sebab.
Ia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, juga untuk menjaga dirinya dari kehinaan meminta-minta dan membesihkan tangannya agar tidak menjadi tangan yang dibawah, karena islam mengharamkan meminta-minta jika bukan karena kebutuhan pembebasan yang terpaksa. Ada tiga kelompok yang diperbolehkan meminta-minta: 1) Orang fakir (benar-benar fakir), 2) Orang yang berhutang yang tidak mampu membayarnya, dan 3) Orang yang tidak mampu membayar diyat.(Qardhawi :1995, 146)
Ini menunjukkan bahwa meminta-minta itu sangatlah dilarang dan diharamkan kecuali bagi orang-orang yang telah disebutkan. Hendaknya seorang muslim mencukupi kebutuhannya sendriri dengan cara berusaha dan bekerja yang mulia, walaupun berat, dan berpendapatan minim. Hal itu jauh lebih baik dari pada menjadi beban orang lain (meminta-minta). Oleh karena itu bekerja termasuk dalam unsur pokok produksi. Apalagi hingga menjadikan mengemis sebagai profesi tentulah sangat-sangat dilarang (haram).
Lalu bagaimana agar kita bisa mengetahui antara pengemis asli dan pengemis gadungan?, Karena terdapat dua kategori pengemis dan juga karena saat ini kita tidak bisa membedakan mana yang pengemis asli dan yang palsu, maka kebanyakan orang memilih untuk tidak memberi. Inilah yang menyeabkan orang yang ingin besedekah menjadi berat hati untuk berbagi.
Dalam hal ini yang sangat dirugikan adalah pengemis yang asli karena akan sangat sedikit sekali yang mau memberikannya sedekah, melihat dari banyaknya pengemis bohongan. Hal ini merupakan masalah bagi masyarakat, pemerintah seharusnya memberikan solusi mengenai hal tersebut, setidaknya harus ada tanda untuk mengetahui antara pengemis gadungan dengan yang asli, atau pemerintah bisa membuat wadah untuk para pengemis agar masyarakat tidak salah memberikan hartanya.
Namun akhir-akhir ini pemerintah bertindak terkait masalah ini, seperti yang dilihat dalam media masa maupun media cetak, pemerintah menggerahkan polisi untuk melakukan penyelidikan terhadap para pengemis, dan pada akhirmya ada yang ketahuan meski masih minim.
Sekarang pertanyaannya adalah apakah boleh kita memberi kepada pengemis gadungan?, seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa sampai saat ini masih tak jelas bagaimana cara untuk membedakan antara pengemis asli dan pengemis palsu. Maka, dalam menyikapi hal ini, ustad Khalid basmalah menuturkan "lebih baik memberi dari pada meminta".