Mohon tunggu...
Wilda Pertiwi
Wilda Pertiwi Mohon Tunggu... -

love my world

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gagal Jualan Agama di Pilkada DKI, Pindah Lapak Fitnah Hary Tanoe Jadi Muallaf

2 Mei 2017   04:24 Diperbarui: 14 Juli 2017   15:08 20089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak legowo dan gagal move on adalah penyakit bahaya dalam setiap ajang pesta demokrasi.  Di Pilkada DKI Jakarta misalnya, dendam kesumat tampaknya masih banyak berserakan. Lagi-lagi yang menjadi sasaran dendam tersebut adalah Hary Tanoesoedibjo (HT). Banyak yang dendam, iri, dan dengki dengan kiprah Hary Tanoe dalam memenangkan Anies-Sandi. Para pendukung Ahok, lebih-lebih lagi PDIP.

Sebenarnya ada banyak hikmah di balik dendam kesumat yang mereka lancarkan. Semakin terang benderang, siapa sebenarnya yang paling sering memainkan isu agama berbalut kebhinekaan. Tanpa rasa malu, mereka berteriak seolah-olah menjadi manusia paling bhinneka di republik ini.

Pertanyaannya, mengapa mereka membabi buta membenci HT?

Bagaimana tidak, sebelumnya, isu intoleran mengalir deras ke pendukung Anies-Sandi. Tapi dengan masuknya HT dapat memberi penyejuk ditengah panasnya tudingan-tudingan menyesatkan kaum yang suka mengkotak-kotakan itu. Sebelum hadirnya HT, tuduhan seperti kamu wahabi, kamu garis keras, kamu brutal, kamu intoleran, kamu anti pancasila, merupakan bahasa andalan mereka terhadap kubu Anies-Sandi. Sebuah tudingan yang menimbulkan sikap saling curiga kepada sesama anak bangsa. Namun setelah masuknya HT, tudingan-tudingan semacam itu mental total. HT benar-benar memberi warna kebhinnekaan yang sesungguhnya. Akibat daripada itulah, mereka, para pendukung Ahok masih menyimpan dendam membara kepada Hary Tanoe.

Tapi tak apalah, justru dengan begitu pola dan strategi mereka semakin terlihat. Bahwa sebenarnya merekalah yang kerap memainkan isu agama untuk kepentingan politik yang terkutuk. Tidak percaya? Mari kita buktikan.

Lagi-lagi isu agama, lagi-lagi seword. Belakangan ini HT difitnah menjadi muallaf. Isu agama dipermainkan, dijadikan alat hanya untuk melampiaskan dendam mereka terhadap HT. Islam yang mengajarkan “Laa Ikraaha fiddiin” (tidak ada paksaan dalam agama “Islam”), dinista oleh mereka untuk menjatuhkan elektabilitas seorang Hary Tanoe yang kian moncer. Padahal, tudingan-tudingan fitnah semacam itu bisa membakar emosi. Bisa membuat orang kalap apalagi menyinggung agama kepercayaan. Untungnya semua pihak bisa menahan diri.

Namun, isu agama, isu intoleran, radikal, anti pancasila, perusak tenun kebangsaan dan lain sebagainya, masih saja terus digulirkan. Padahal, tokoh toleransi sekaliber Yenny Wahid telah menegaskan, bahwa kemenangan Anies-Sandi bukanlah kemenangan kaum radikal. Pun dengan Prabowo, ia berjanji akan berada di garda terdepan bila kelak Anies-Sandi tidak merawat kebhinekaan. Akhirnya, terbukalah tabir siapa sebenarnya yang kerap memainkan isu agama untuk kepentingan politik tersebut. Penasaran? Mari kita kulik!

Pertama,Tentang label “Haji” untuk Djarot. Sebuah label agama yang umumnya dijadikan sebagai tanda bahwa seorang muslim Indonesia telah melaksanakan rukun Islam yang ke enam yakni wisata spiritual ke Baitullah Makkah al-Mukarromah. Jargon Coblos Gubernur yang Sudah Haji” sontak meledak. Seakan menjatuhkan Anies-Sandi karena belum “Haji.” Tak ketinggalan, di putaran pertama yang awalnya surat suara yang berpeci hanya pasangan Anies-Sandi, di putaran kedua, foto Djarot tiba-tiba terpampang mengenakan peci.

Kedua, terkait jenazah  almarhumah Hindun (Allahummaghfir laha). Mereka sebenarnya sengaja meledakkan isu yang konon jenazah Ibu Hindun diterlantarkan. Namun, ketika mereka tahu bahwa mobil yang mengantarkan jenazah Bu Hindun adalah mobil ambulance milik Gerindra, mereka tiba-tiba diam. Terlihat kesal karena gagal menggoreng isu. Gagal lah strategi mereka yang awalnya ingin menuduh pendukung Anies intoleran.

Ketiga,tentang Jakarta Bersyariah. Awal dari segala kisah, mereka kedapatan memalsukan tanda-tangan Anies terkait kontrak politik Jakarta Bersyariah. Tak tanggung-tanggung, pemilik dan pendiri lembaga survei pun ikut menyebarkan isu kontrak palsu tersebut.

Melalui selembaran dirasa belum berhasil, dari kertas mereka pindah ke jalanan. Di pasang lah poster Jakarta Bersyariah di beberapa jalan di Jakarta. Sontak sepanjang jalan Jakarta seakan dipenuhi poster bertuliskan Jakarta Bersyariah dilengkapi foto Anies-Sandi.

Lagi-lagi belum bersahil. Setelah gagal di jalanan, mereka pindah lagi ke selembaran. Namun, kala itu lebih rapih dibanding sebelumnya yang hanya satu lembar. Tak asal buat, mereka membajak buletin Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan tema utama Jakarta Bersyariah. Karena tak teliliti, lagi-lagi mereka ketahuan. Jubir HTI mengklarifikasi bahwa buletin tersebut bukanlah buatan HTI. Buletin tersebut terbit duluan, sedang yang milik HTI asli masih dalam proses pencetakan.

Itu lah kelakuan mereka yang kerap memainkan isu agama untuk kepentingan politik demi merebut kekuasaan, namun gagal total. Setelah gagal jualan agama di Pilkada DKI, mereka pindah lapak jualan “Muallaf” ke Hary Tanoe. Hary Tanoe yang masih taat beribadah tiap sabtu/minggu ke gereja, difitnah menjadi “muallaf” kerena untuk kepentingan politik di 2019. Katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun