Mohon tunggu...
Wildan Ramadhani
Wildan Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat suka sekali mendengarkan musik, membuat design seperti majalah digital ataupun brosur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demi Sesuap Nasi dari Seorang Ayah di antara Barang-Barang Terlupakan

2 Januari 2024   23:15 Diperbarui: 2 Januari 2024   23:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( sumber gambar:Wildan Ramadhani; Pukul 13.25)

"Saya pribadi bekerja mengumpulkan barang-barang bekas ini sudah setahun. Sehari sih bisa dapat Rp. 30.000 itu pun nggak nentu, kalo lagi hujan sudah pasti saya gabisa keluar mengumpulkan barang bekas mau gamau paling saya makan mie saja sama anak-anak dan istri saya ataupun nggak makan." Ujar AM, pada hari selasa, 2 januari 2024, pukul 13.30 WIB.

Ia merupakan warga asli Garut, yang merantau ke Bandung dengan tujuan mencari rezeki meski tak memiliki pengalaman apapun. Menjadi seorang pemulung dengan memegangi karung merupakan pekerjaan yang tak disangkanya Namun, di tengah malu dan cemoohan, ia menemukan keberanian untuk menyuarakan alasan di balik pilihannya: "Perasaan malu ketika memungut sampah pasti ada aja, tapi mau gimana lagi? Dari pada keluarga saya nggak makan, itu lebih memalukan menurut saya."

Setiap hari, ia menyusuri jalanan, mencari barang-barang terbuang, sambil menahan pandangan tajam dan tatapan sinis. Namun, ketika matahari mulai tenggelam, ia pulang dengan karung yang penuh harapan akan memberikan nasi untuk keluarganya. Meski pekerjaannya tak sempurna, tapi di mata hatinya, ia tahu bahwa setiap langkahnya membawa secercah keberanian dan keteguhan hati. 

Meskipun terombang-ambing oleh arus keras kehidupan, ia terus berusaha, karena demi keluarganya, ia tak gentar menjalani perjalanan yang tak pernah terduga. , jalanan mungkin akan dipenuhi dengan berbagai limbah yang tidak terurus. 

Saya melihat betapa gigihnya Bapak AM, seorang yang telah mencapai usia yang lumayan lanjut, namun semangatnya dalam menjalani pekerjaan sebagai pemulung tidak pernah surut.

Ketika banyak orang mungkin sudah menikmati masa pensiun, Bapak AM justru terus berjuang di jalanan. Saya pikir, ini adalah bukti dari dedikasi yang luar biasa terhadap pekerjaannya. Seakan mengabaikan kelelahan dan usianya yang sudah lanjut, ia memegang teguh tanggung jawabnya sebagai pemulung dengan semangat yang membara.

( sumber gambar:Wildan Ramadhani; Pukul 13.25)
( sumber gambar:Wildan Ramadhani; Pukul 13.25)

Pekerjaannya mungkin sering dianggap remeh oleh sebagian orang, tetapi saya melihatnya sebagai pekerjaan mulia. Melalui usahanya, Bapak AM membantu membersihkan lingkungan sekitar, mengumpulkan barang bekas yang bisa didaur ulang, dan pada saat yang bersamaan, mencari rezeki untuk keluarganya.

Seringkali, pekerjaan pemulung diabaikan oleh masyarakat, tapi tanpanya, jalanan mungkin akan dipenuhi dengan sampah yang tidak terkelola. Melihat semangat Bapak AM mengingatkan saya bahwa tidak ada pekerjaan yang terlalu kecil atau diabaikan. Setiap pekerjaan memiliki nilai dan dampaknya sendiri pada kehidupan sehari-hari.

Saya merasa bersyukur memiliki contoh seorang Bapak AM di sekitar kita, yang dengan semangat dan keteguhan hati, membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk berkontribusi dan menjalani kehidupan dengan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun