Kisah sedih dialami seorang Orang tua berusia 43 tahun bernama AM yang harus menghabiskan hari-harinya dengan berkeliaran di jalan dan menjadi pemulung di kawasan Simpang Dago, Bandung.Seperti terlihat pada Selasa (2/1/2024) siang itu.
Di tengah matahari yang terik sudah  menyoroti setiap lekuk tubuh yang terpapar panas hangatnya. saat seorang Bapak berbaju lusuh berjalan menyusuri Jl Dago.Â
Dengan sealaskan sandal jepit melangkah ringan kendati tangan kanannya harus memegangi sekarung barang bawaan yang disampirkan di pundak. Namun, panas yang semakin terasa tak mampu mengusik tekad seorang ayah yang menapaki jalanan kota dengan langkah tegar.Â
Dengan mata yang penuh kegigihan, ia rela mencari barang bekas di setiap sudut kota, tak kenal lelah, demi menyusun kepingan kehidupan yang rapuh.Â
Di balik panas yang memanggil keringat dan kilatan sinar yang menusuk, seorang ayah terus berjalan, membawa pulang bukan hanya barang-barang bekas, melainkan juga potongan harapan yang ia susun dengan penuh ketabahan.Â
Mungkin tak terlihat oleh banyak mata, namun ia adalah pahlawan di atas aspal panas, yang rela mencari sesuap nasi demi cahaya kehidupan bagi mereka yang dicintainya.
Terkadang, wajahnya yang dipenuhi keriput seperti peta perjalanan hidupnya sendiri, dan matahari yang bersinar terang sebagai saksi bisu akan setiap langkahnya.Â
Barang-barang bekas yang diangkatnya seolah menjadi beban yang berat, tetapi kegigihan seorang ayah tak luntur. Ia tahu, di setiap langkah yang diambilnya, ada harapan kecil yang menggelora demi Keluarganya.Â
Kemudian Bapak AM istirahat sejenak untuk menghela nafas di tengah panasnya matahari di Jl. simpang Dago. Kemudian saya pun mendekatinya dan berbincang sedikit dengan beliau.Â
"Saya pribadi bekerja mengumpulkan barang-barang bekas ini sudah setahun. Sehari sih bisa dapat Rp. 30.000 itu pun nggak nentu, kalo lagi hujan sudah pasti saya gabisa keluar mengumpulkan barang bekas mau gamau paling saya makan mie saja sama anak-anak dan istri saya ataupun nggak makan." Ujar AM, pada hari selasa, 2 januari 2024, pukul 13.30 WIB.
Ia merupakan warga asli Garut, yang merantau ke Bandung dengan tujuan mencari rezeki meski tak memiliki pengalaman apapun. Menjadi seorang pemulung dengan memegangi karung merupakan pekerjaan yang tak disangkanya Namun, di tengah malu dan cemoohan, ia menemukan keberanian untuk menyuarakan alasan di balik pilihannya: "Perasaan malu ketika memungut sampah pasti ada aja, tapi mau gimana lagi? Dari pada keluarga saya nggak makan, itu lebih memalukan menurut saya."
Setiap hari, ia menyusuri jalanan, mencari barang-barang terbuang, sambil menahan pandangan tajam dan tatapan sinis. Namun, ketika matahari mulai tenggelam, ia pulang dengan karung yang penuh harapan akan memberikan nasi untuk keluarganya. Meski pekerjaannya tak sempurna, tapi di mata hatinya, ia tahu bahwa setiap langkahnya membawa secercah keberanian dan keteguhan hati.Â
Meskipun terombang-ambing oleh arus keras kehidupan, ia terus berusaha, karena demi keluarganya, ia tak gentar menjalani perjalanan yang tak pernah terduga. , jalanan mungkin akan dipenuhi dengan berbagai limbah yang tidak terurus.Â
Saya melihat betapa gigihnya Bapak AM, seorang yang telah mencapai usia yang lumayan lanjut, namun semangatnya dalam menjalani pekerjaan sebagai pemulung tidak pernah surut.
Ketika banyak orang mungkin sudah menikmati masa pensiun, Bapak AM justru terus berjuang di jalanan. Saya pikir, ini adalah bukti dari dedikasi yang luar biasa terhadap pekerjaannya. Seakan mengabaikan kelelahan dan usianya yang sudah lanjut, ia memegang teguh tanggung jawabnya sebagai pemulung dengan semangat yang membara.
Pekerjaannya mungkin sering dianggap remeh oleh sebagian orang, tetapi saya melihatnya sebagai pekerjaan mulia. Melalui usahanya, Bapak AM membantu membersihkan lingkungan sekitar, mengumpulkan barang bekas yang bisa didaur ulang, dan pada saat yang bersamaan, mencari rezeki untuk keluarganya.
Seringkali, pekerjaan pemulung diabaikan oleh masyarakat, tapi tanpanya, jalanan mungkin akan dipenuhi dengan sampah yang tidak terkelola. Melihat semangat Bapak AM mengingatkan saya bahwa tidak ada pekerjaan yang terlalu kecil atau diabaikan. Setiap pekerjaan memiliki nilai dan dampaknya sendiri pada kehidupan sehari-hari.
Saya merasa bersyukur memiliki contoh seorang Bapak AM di sekitar kita, yang dengan semangat dan keteguhan hati, membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk berkontribusi dan menjalani kehidupan dengan bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H