Sayang pada saat debut hanya ada satu mobil DN5 yang siap untuk balapna pembuka musim 1975 namun Jarier mendemonstrasikan kecepatan memutari satu lap DN5 dengan meraih pole di GP Argentina dan Brazil sedangkan Pryce yang mengendarai DN3 merana di lini tengah. Â
Sayangnya Shadow masih berkutat dengan masalah keandalan yang diderita mobil mereka seperti pada saat GP Argentina dimana transmisi milik Jarier gagal dalam perjalanan menuju grid start di Buenos Aires serta pompa bahan bakar milik Jarier menyerah saat dia memimpin balapan di Interlagos, Brazil .Â
Di musim 1975, drivetrain dari tiap mobil F1  seragam sehingga membuat  tim Shadow tidak memiliki keunggulan umtuk bersaing dengan tim lain.Â
Oleh karena itu Nichols berusaha untuk mencari pemasok mesin lain dan dia telah bernegosiasi dengan Matra untuk menyupali mesin V12 tim Shadow.Â
Nichols membayangkan jika tidak bernegosiasi dengan Matra dia akan selalu melakukannya dengan Cosworth yang mesin V8nya jauh dari spesifikasi yang disedikan untuk lain seperti McLaren.Â
Mesin Matra V12 terakhir kali digunakan di F1 selama musim 1972, di mana Prancis mundur dari balapan Grand Prix.Â
Namun mesin ini tetap digunakan di balap ketahanan 24 jam Le Mans dan memenangkan balap ketahanan 24 Jam Le Mans tiga kali berturut-turut antara tahun 1972 dan 1974.Â
Itu merupakan evolusi dari mesin balap ketahanan yang ingin dipasok Matra ke Shadow untuk musim 1975.
Karena mesin tidak harus berjalan selama 24 jam atau seefisien mungkin, mesin Matra didesain ulang menjadi V12 agar sesuai dengan kebutuhan khusus balapan Grand Prix.Â
Hasilnya, mesin twin-cam, empat katup per silinder tidak sekuat atau sehemat unit Le Mans, tetapi menghasilkan sekitar 500 tk.Â
Itu berarti mesin ini sedikit lebih bertenaga daripada mesin DFV tetapi menjadi V12 membuat mesin ini juga sedikit lebih panjang dan lebih berat daripada Cosworth DFV.Â