Pada 23 Juli 2001, Indonesia mencatatkan sejarah baru. Di hari itu, Megawati Soekarnoputri secara sah menjadi Presiden Indonesia ke-5 menggantikan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Terpilihnya Megawati menjadi bukti menarik, demokrasi di Indonesia sudah lebih maju dibandingkan Amerika Serikat.
Sepanjang sejarah Amerika Serikat, belum pernah ada presiden perempuan. Baru pada 20 Januari 2021 lalu, rakyat Amerika Serikat dipimpin oleh seorang perempuan bernama Kamala Devi Harris. Kamala Harris tercatat sebagai Wapres AS ke-49, mendampingi Joe Biden sebagai Presiden AS ke-46.
Bila dihitung sejak tahun kemerdekaan, Indonesia hanya butuh waktu 56 tahun untuk bisa melahirkan presiden perempuan yang berkuasa penuh memimpin pemerintahan. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang butuh waktu 244 tahun untuk bisa melahirkan pemimpin perempuan.
Amerika Serikat yang dikenal sebagai kampiunnya demokrasi, belum memberikan banyak kesempatan bagi perempuan untuk menjabat pucuk pimpinan eksekutif. Sementara, Indonesia dengan segala beban masalah di sektor ekonomi dan politik malah mampu membukakan pintu bagi Megawati untuk memimpin negeri ini memasuki milenium baru yang penuh tantangan.
Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dengan segala kekurangan yang menyertainya tetap harus diapresiasi. Pada tahun akhir masa kepemimpinannya yakni pada 2004, Megawati bersama DPR menyetujui pelaksanaan Pemilihan Presiden atau Pilpres secara langsung. Sejarah baru ini terjadi saat Indonesia dipimpin oleh seorang perempuan.
Meski kalah dalam Pilpres 2004, perempuan yang sudah menjadi vote getter untuk Partai Demokrasi Indonesia sejak 1987 silam itu tak berkecil hati. Risiko dalam kontestasi Pilpres sudah disadari betul oleh Megawati. Dalam buku Sang Kandidat (2004), mbak Mega berujar, “Kalah atau menang itu soal biasa. Yang paling penting, jangan sampai stabilitas keamanan terganggu oleh maraknya kampanye pemilihan presiden.”
Perempuan satu-satunya
Pada Pilpres 2004 lalu, Megawati menjadi satu-satunya perempuan di antara lima calon presiden yang berlaga. Empat rivalnya adalah laki-laki. Situasi yang dihadapi Megawati juga terbilang pelik, mengingat keempat rivalnya merupakan para politikus berpengalaman dan pernah punya kedekatan sebagai sesama pejabat negara. Susilo Bambang Yudhoyono dan Hamzah Haz merupakan dua tokoh yang dinilai dekat dengan Megawati.
Sebelum pencapresan, SBY menjabat Menko Polhukam yang bertanggung jawab kepada Megawati. Adapun Hamzah Haz merupakan Wakil Presiden yang usia jabatannya sama dengan Megawati. Dua nama lain yakni Wiranto dan Amien Rais merupakan figur yang sudah dikenal publik serta didukung mesin politik dan basis pendukung di wilayah tertentu. Dua kali mengikuti kontestasi Pilpres yakni pada 2004 dan 2009 memberikan banyak pengalaman serta pelajaran bagi Megawati dan PDI Perjuangan.
Kemenangan Partai Demokrat dalam dua Pilpres berturut-turut, memaksa PDI Perjuangan menjadi oposisi dan sebatas mengawasi jalannya kekuasaan. Selama sepuluh tahun, PDI Perjuangan tidak menempatkan kadernya di kabinet. Baru pada 2014, perjuangan partai berlambang banteng ini menemukan momentumnya.
Di tahun itu, kalkulasi politik Megawati kembali diuji. Sejumlah survei membuktikan, elektabilitas kader PDI Perjuangan, Joko Widodo selalu unggul dibandingkan tokoh yang lain. Dorongan untuk menunjuk mantan Walikota Surakarta itu sebagai Capres terus bergema.
Baru pada 14 Maret 2014, PDI Perjuangan secara resmi menunjuk Jokowi sebagai Capres yang akan berlaga pada Pilpres 2014. Dukungan tersebut tertuang dalam surat perintah harian yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri dan dibacakan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan, Puan Maharani. Selaku Ketua Bappilu PDI Perjuangan, Puan Maharani memiliki peran yang strategis.
Restu dari Megawati untuk Jokowi yang dibacakan oleh Puan Maharani menyiratkan adanya pesan regenerasi di tubuh partai banteng. Penunjukan Jokowi tidak lepas dari pertimbangan the real politic sebagaimana sering diucapkan pengamat politik Salim Said. Pembacaan surat dukungan oleh Puan Maharani yang saat itu berusia 41 tahun memiliki makna simbolis. Puan Maharani diberi ruang untuk bisa menunjukkan kapasitasnya di kancah politik nasional.
Megawati secara terbuka ingin menunjukkan adanya peran penting putrinya dalam keputusan strategis partai. Di usianya yang makin senja, Megawati sukses mengantarkan Puan menapaki karir politiknya yang dimulai sejak 2009. Pada 2009, Puan masuk ke parlemen serta dipercaya sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan. Karir politik putri tunggal dari pasangan Taufiq Kiemas dan Megawati itu telah mengantarkannya menjadi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan hingga menjadi Ketua DPR periode 2014-2024.
Regenerasi kepemimpinan nasional
2024 tinggal tiga tahun lagi. The election year atau tahun pemilihan umum sudah menjadi bahan perbincangan. Pengamat politik Gun Gun Heryanto menyebut, tahun politik datang lebih awal. Aroma kontestasi Pilpres sudah mulai tercium dari serangkaian berita yang tersaji kepada publik pembaca. Hasil survei elektabilitas menjadikan perbincangan politik kian hangat. Patut diduga, semua partai politik kini sedang menata stamina dalam waktu dekat.
Situasi pandemi yang memukul ekonomi tidak lantas menjadikan media massa menepikan pemberitaan seputar politik. Muncul pendapat agar urusan politik sejenak dilupakan, lebih baik fokus menangani pandemi. Namun isu regenerasi kepemimpinan nasional tetap menjadi soal yang harus dipertimbangkan secara matang.
Secara harfiah, regenerasi punya dua arti yakni kelahiran kembali dan pembaruan. Semangat pembaruan di Indonesia kelak akan dinilai dari siapa saja calon presiden dan calon wakil presiden yang akan mengikuti kontestasi. Harapannya, kelak akan muncul tokoh baru dan muda yang mewarnai demokrasi Indonesia.
Wacana regenerasi kepemimpinan nasional ini timbul sebagai respon tandingan atas ide perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo untuk tiga periode. Jika masa jabatan presiden bisa menjadi tiga periode, praktis pada 2024 tidak akan ada Pemilu. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan, wacana presiden tiga periode hanya menghambat terjadinya regenerasi kepemimpinan nasional (Kompas, 16/03/2021).
Kesadaran akan pentingnya regenerasi kepemimpinan nasional pada 2024 memaksa seluruh Parpol berhitung secara politik perihal calon yang akan diajukan. Merujuk pada hasil Pemilu Legislatif 2019, hanya PDI Perjuangan yang memiliki tiket untuk mengajukan calon presidennya tanpa harus berkoalisi dengan Parpol lain. Bekal raihan 20 persen kursi di DPR RI menjadikan partai ini bisa mengajukan kadernya sendiri. Salah satu nama yang mulai dikenalkan adalah Ketua DPR Puan Maharani. Kemunculan putri Megawati Soekarnoputri di kancah kontestasi langsung mengundang atensi.
Elektabilitas yang masih rendah, bukan alasan untuk menjadikan semangat bertempur melemah. Upaya menaikkan elektabilitas masih bisa dilakukan, terlebih jika mesin partai telah diaktifkan. Dukungan untuk sang Maharani mulai datang dari 38 Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Jawa Timur. Ke-38 DPC sepakat mengusulkan Puan Maharani sebagai Capres 2024.
Secara tersirat, semangat Soekarnoputri untuk sang Maharani juga terus disuarakan. Melalui video singkat yang disebarkan ke publik, Megawati Soekarnoputri berpesan agar perempuan tidak tabu berpolitik. Semangat Soekarnoputri tengah digelorakan buat sang Maharani.
Megawati dan Puan merupakan dua politikus yang telah merasakan laku politik baik sebagai legislator maupun sebagai pejabat eksekutif. Spekulasi pada 2024 tengah menanti. Jika Puan Maharani menjadi Capres mewakili PDI Perjuangan, besar kemungkinan dia akan menjadi satu-satunya Capres perempuan. Sebuah lakon politik akan kembali kita saksikan setelah 20 tahun berselang.
Wildan Hakim, peneliti media di Institut Riset Indonesia (INSIS) dan dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia. Opini ini merupakan pendapat pribadi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI