Â
Setahun pasca Infinity War (2018), Marvel Cinematic Universe merilis lanjutan laga para manusia super dalam Avengers: Endgame. Kehadiran Avengers: Endgame mempertegas makna perang tanpa batas yang dimenangkan Thanos. Misinya untuk memangkas separuh populasi demi keseimbangan alam semesta telah purna.Â
Jentikan jari Thanos dalam Avengers: Infinity War secara ajaib mengubah konstelasi alam semesta. Populasi manusia dan makhluk di planet lain punah, pun sebagian Avengers. Kuasa penuh Thanos mengendalikan semesta raya didapatkan dari kekuatan enam infinity stone yang terpasang pada tangan kirinya.
Misteri yang disisakan dalam Avengers: Infinity War inilah yang hendak dijawab dalam Avengers Endgame. Diketahui, hanya tujuh Avengers yang terlihat selamat pasca laga hebat melawan Thanos. Mereka adalah Black Widow, Pepper Potts, Iron Man, War Machine, Bruce Banner (Hulk), Captain America, dan Thor. Dua Avengers lain yakni Ant-Man dan Hawkeye tak terlihat menjadi debu dalam Avengers: Infinity War. Fakta ini hendak menginformasikan; laga balas untuk mengalahkan Thanos ditentukan oleh aksi dari sembilan Avengers yang tersisa.
Tokoh lain yang masih selamat pasca invasi Thanos adalah Rocket Raccoon, Valkyrie, Nebula, serta Okoye. Keempat tokoh ini menjadi saksi hidup kedahsyatan energi Thanos yang mampu mengubah material menjadi debu.
Kesedihan berikut misteri yang disajikan di pengujung Avengers: Infinity War merupakan invitasi (undangan) dari duet sutradara Russo bersaudara kepada pemirsa untuk menyaksikan laga lanjutan. Pada poster promosi Avengers: Endgame, publik bisa melihat wajah-wajah superhero yang dipastikan bakal meramaikan laga pamungkas. Kehadiran gang superhero ini menjadi pilihan utama bagi Anthony Russo dan Joe Russo guna menyuguhkan keseruan laga dahsyat yang penuh daya pikat.
Kelihaian Anthony dan Joe menghadirkan superhero team dalam satu layar mulai diperlihatkan pada Captain America: Civil War (2016). Laga kolosal para superhero ini kemudian kian dipertegas dalam Avengers: Infinity War (2018). Duet sutradara ini sadar betul, antara judul film dengan konten cerita harus terintegrasi dengan baik.
Perang (war) dalam sebuah tayangan sinematik harus melibatkan banyak sumber daya sekaligus sumber cerita. Karenanya, menampilkan deretan superhero yang berkonflik dan kemudian bertempur menjadi keniscayaan. Tapi mengapa untuk film ke-22 dari Marvel Cinematic Universe (MCU) ini pilihan judulnya tak memakai diksi war? Pilihan diksinya justru game yang berarti permainan. MCU sangat mungkin ingin 'memainkan' pikiran para pemirsaÂ
Konflik, negosiasi, dan aksi
Perang besar yang dimenangkan Thanos menyisakan sebuah tantangan bagi para Avengers yang tersisa. Hanya ada tujuh Averngers yang terlihat selamat. Artinya, sumber daya kekuatan alam semesta bertumpu pada mereka. Tambahan energi sangat mungkin didapatkan dari Captain Marvel yang dirilis sebulan sebelum Avengers Endgame.
Keputusan MCU merilis Captain Marvel dalam waktu yang berdekatan bisa merupakan semacam kode; kelak bakal ada superhero perempuan yang berpotensi menjadi dewi penyelamat para Avengers. Bergabungnya Captain Marvel ke dalam Avengers dipastikan akan memberikan energi baru untuk melawan Thanos dan mengakhiri permainan (endgame). Namun, jika jalan cerita seperti ini mudah ditebak pecinta Marvel, bisa dipastikan permainan karakter dalam Avengers Endgame kurang dramatis.
Sebelum Captain Marvel hadir, konflik senantiasa hadir di internal Avengers yang beranggotakan manusia berenergi super. Dua di antara mereka merupakan sosok ahli dan penggila sains yakni Doktor Bruce Banner (Hulk) dan Tony Stark (Iron Man). Meski tak bergelar doktor, Mr. Stark merupakan alumni dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), sebuah kampus elit di AS bagi mereka yang berotak jenius.
Karakter Banner dan Stark diperlukan agar nuansa ilmiah serta sains terlihat kental dalam sejumlah film yang dirilis MCU. Ada pesan penting yang terselip, energi besar harus diikuti dengan kepandaian menganalisis situasi. Keduanya bisa dijadikan sarana menguasai permainan selama ada pemimpin. Posisi pemimpin itulah yang diamanahkan kepada Captain America dalam Civil War pada 2016 lalu.
Dengan masa produksi dua tahun, Avengers Endgame menuntut Russo bersaudara cermat dalam menata alur cerita para superhero yang tersisa sekaligus menghadirkan kembali Avengers yang sudah menjadi debu dalam Infinity War. Berbekal skenario yang ditulis Christopher Markus dan Stephen McFeely, Russo bersaudara bertindak selaku perakit (assembler) cerita lanjutan dari Infinity War yang harus dipungkasi.
Avengers yang beranggotakan remarkable people - sebutan dari Nick Fury (2012) - dalam film-film sebelumnya digambarkan sebagai manusia biasa. Mereka sosok yang bisa sedih, bingung, dan juga pesimis saat merencanakan laga pamungkas melawan Thanos. Di titik ini, dua penulis skenario Avengers Endgame berupaya menyajikan perspektif baru dari sisi personal dan emosional para superhero yang tampil.
Sebagai tim, Avengers harus menyatukan kekuatan. Sentuhan drama dibutuhkan dalam wujud percikan konflik antartokoh guna meyakinkan anggota Avengers lain agar bersedia terlibat dalam permainan akhir. Pada akhirnya, suara komando itu terdengar, "Avengers assemble." Mereka menjalankan tugas menuntut balas sesuai komitmen yang berbunyi, "We are avengers not prevengers."
Selamat menonton.
Dosen ilmu komunikasi, penyuka kopi nusantara, film action, dan masakan padang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H