Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Avengers: Endgame", Laga Balas Pamungkas

28 April 2019   11:38 Diperbarui: 29 April 2019   09:20 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Avengers Endgame. Sumber foto: https://www.atomtickets.com

Keputusan MCU merilis Captain Marvel dalam waktu yang berdekatan bisa merupakan semacam kode; kelak bakal ada superhero perempuan yang berpotensi menjadi dewi penyelamat para Avengers. Bergabungnya Captain Marvel ke dalam Avengers dipastikan akan memberikan energi baru untuk melawan Thanos dan mengakhiri permainan (endgame). Namun, jika jalan cerita seperti ini mudah ditebak pecinta Marvel, bisa dipastikan permainan karakter dalam Avengers Endgame kurang dramatis.

Sebelum Captain Marvel hadir, konflik senantiasa hadir di internal Avengers yang beranggotakan manusia berenergi super. Dua di antara mereka merupakan sosok ahli dan penggila sains yakni Doktor Bruce Banner (Hulk) dan Tony Stark (Iron Man). Meski tak bergelar doktor, Mr. Stark merupakan alumni dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), sebuah kampus elit di AS bagi mereka yang berotak jenius.

Karakter Banner dan Stark diperlukan agar nuansa ilmiah serta sains terlihat kental dalam sejumlah film yang dirilis MCU. Ada pesan penting yang terselip, energi besar harus diikuti dengan kepandaian menganalisis situasi. Keduanya bisa dijadikan sarana menguasai permainan selama ada pemimpin. Posisi pemimpin itulah yang diamanahkan kepada Captain America dalam Civil War pada 2016 lalu.

Dengan masa produksi dua tahun, Avengers Endgame menuntut Russo bersaudara cermat dalam menata alur cerita para superhero yang tersisa sekaligus menghadirkan kembali Avengers yang sudah menjadi debu dalam Infinity War. Berbekal skenario yang ditulis Christopher Markus dan Stephen McFeely, Russo bersaudara bertindak selaku perakit (assembler) cerita lanjutan dari Infinity War yang harus dipungkasi.

Avengers yang beranggotakan remarkable people - sebutan dari Nick Fury (2012) - dalam film-film sebelumnya digambarkan sebagai manusia biasa. Mereka sosok yang bisa sedih, bingung, dan juga pesimis saat merencanakan laga pamungkas melawan Thanos. Di titik ini, dua penulis skenario Avengers Endgame berupaya menyajikan perspektif baru dari sisi personal dan emosional para superhero yang tampil.

Sebagai tim, Avengers harus menyatukan kekuatan. Sentuhan drama dibutuhkan dalam wujud percikan konflik antartokoh guna meyakinkan anggota Avengers lain agar bersedia terlibat dalam permainan akhir. Pada akhirnya, suara komando itu terdengar, "Avengers assemble." Mereka menjalankan tugas menuntut balas sesuai komitmen yang berbunyi, "We are avengers not prevengers."

Selamat menonton.

Dosen ilmu komunikasi, penyuka kopi nusantara, film action, dan masakan padang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun