Mohon tunggu...
OrangGabut
OrangGabut Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi main game

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kawin Tangkap Praktik Tradisi yang Dinilai Merugikan Perempuan

8 September 2023   21:40 Diperbarui: 9 September 2023   21:59 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KAWIN TANGKAP  ?

KAWIN TANGKAP Sumba Barat Daya juga mengenal prosesi kawin tangkap (paneta mawinne. Praktik kawin tangkap merupakan jenis perkawinan yang dilakukan dengan cara menangkap perempuan dengan paksa untuk untuk dikawinkan dengan seorang pria yang tidak dicintainya

Kawin tangkap terjadi karena beberapa faktor yaitu: 

1. Ke dua pihak yang ingin menikah (laki-laki dan perempuan) sama-sama setuju untuk menikah, namun tidak disetujui oleh keluarga perempuan dan belis yang diminta sangat membebani pihak laki- laki. 

2. Pihak laki-laki yang menyukai perempuan namun tidak mendapat respon balasan seperti yang diinginkan dari perempuan. 

3. Orang tua ke dua pihak yang akan dinikahkan sudah sama-sama setuju untuk menikahkan anak mereka tanpa sepengetahuan sang anak perempuan. 

4. Kawin tangkap dilakukan untuk melewati tahap-tahap adat perkawinan yang panjang dan memakan biaya. Kawin tangkap yang terjadi di Sumba menerima penolakan dari kaum perempuan karena melanggar hak asasi manusia dan merampak hak untuk memilih pasangan secara bebas. Kawin tangkap juga diliputi oleh stigma yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Stigma pada laki- laki yaitu pantang untuk melepaskan perempuan yang sudah ditangkap untuk dinikahi karena merepukan tanda kekelahan. Stigma yang melekat pada perempuan yaitu dianggap sudah tidak suci secara fisik ketika sudah ditangkap meskipun akhirnya terlepas dari jeratan kawin tangkap yang dialami.

makna kawin tangkap dalam mengangkat derajat atau untuk menghilangkan rasa malu kepada keluarga laki-laki, di Sumba budaya patriarkinya sangat tinggi sehingga sistem budaya atau adat di dominasi laki-laki. Makna kawin tangkap tidak semata-mata jadi begitu saja,dapat dilihat bahwa pergeseran makna kawin tangkap yang dulu dan seng karang sedikit berbeda karena kawin tangkap secara paksa ini sebenarnya sudah terjadi dari saman raja-raja dengan sedikit perbedaan yang sekarang, tetap menempatkan perempuan sebagai koban dan objek.

menunjukkan bahwa kawin tangkap tidak  memiliki kekuatan hukum, karena hal tersebut tidak dicatatkan ke KUA sehingga pelaku tidak mempunyai surat atau Akte nikah sebagimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal 17 tentang pencatatan pernikahan di kantor urusan  agama  (KUA). Namun, jika dilihat dari kaca mata agama pernikahan tersebut tidak bertentangan mengenai rukun dan syaratnya. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaannya juga tidak berbeda dengan nikah sebagaimana layaknya. Namun, perwalian sepenuhnya diserahkan kepada tokoh masyarakat

Kawin tangkap masih dipraktikkan di masyarakat suku Sumba Nusa Tenggara Timur, namun tidak sesuai dengan tradisinya karena sekarang menjadi praktik penculikan. Penangkapan perempuan secara paksa dalam kawin tangkap merupakan pelanggaran hukum dan dapat berdampak negatif terhadap psikologis perempuan. 

UU Perkawinan menegaskan bahwa kawin tangkap secara paksa tidak sesuai dengan asas perkawinan yang menciptakan keluarga bahagia dan dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 22. Pemaksaan perkawinan termasuk pemaksaan perkawinan anak, dengan mengatasnamakan praktik budaya, atau korban perkosaan dan diancam sanksi pidana maksimal 9 tahun penjara dan denda Rp200.000.000,- berdasarkan UU TPKS.

KESIMPULAN

Kawin tangkap merupakan tradisi perkawinan yang masih dilakukan oleh masyarakat suku Sumba Nusa Tenggara Timur hingga saat ini. Awalnya, tradisi kawin tangkap dilakukan oleh orang kaya dengan menggunakan adat Sumba. Namun, saat ini tradisi tersebut tidak lagi sesuai dengan tradisinya. Praktik kawin tangkap yang berlaku saat ini terlihat seperti penculikan yang berlindung di bawah nilai adat Sumba. Penangkapan perempuan secara paksa merupakan pelanggaran hukum yang dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan Pasal 328 KUHP, karena dapat mengganggu kesehatan jiwa dan berdampak negatif pada psikologis perempuan yang mengalami kawin tangkap. 

UU Perkawinan telah diterbitkan oleh Indonesia sebagai negara hukum, dan dalam perspektif UU Perkawinan, kawin tangkap secara paksa tidak sesuai dengan asas perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan keluarga bahagia. Kawin tangkap secara paksa juga dapat dibatalkan secara hukum sesuai dengan Pasal 22 UU Perkawinan. Pemaksaan perkawinan termasuk perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana paling lama 9 tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 berdasarkan UU TPKS. Pengaturan mengenai pemaksaan perkawinan dalam UU TPKS telah sesuai dengan prinsip pengaturan perkawinan dalam UU Perkawinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun