KESIMPULAN
Kawin tangkap merupakan tradisi perkawinan yang masih dilakukan oleh masyarakat suku Sumba Nusa Tenggara Timur hingga saat ini. Awalnya, tradisi kawin tangkap dilakukan oleh orang kaya dengan menggunakan adat Sumba. Namun, saat ini tradisi tersebut tidak lagi sesuai dengan tradisinya. Praktik kawin tangkap yang berlaku saat ini terlihat seperti penculikan yang berlindung di bawah nilai adat Sumba. Penangkapan perempuan secara paksa merupakan pelanggaran hukum yang dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan Pasal 328 KUHP, karena dapat mengganggu kesehatan jiwa dan berdampak negatif pada psikologis perempuan yang mengalami kawin tangkap.Â
UU Perkawinan telah diterbitkan oleh Indonesia sebagai negara hukum, dan dalam perspektif UU Perkawinan, kawin tangkap secara paksa tidak sesuai dengan asas perkawinan yang bertujuan untuk menciptakan keluarga bahagia. Kawin tangkap secara paksa juga dapat dibatalkan secara hukum sesuai dengan Pasal 22 UU Perkawinan. Pemaksaan perkawinan termasuk perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana paling lama 9 tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 berdasarkan UU TPKS. Pengaturan mengenai pemaksaan perkawinan dalam UU TPKS telah sesuai dengan prinsip pengaturan perkawinan dalam UU Perkawinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H