Mohon tunggu...
Wilda Maulidia Ramadhani
Wilda Maulidia Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai menulis karya fiksi maupun non fiksi. Ketika ada waktu luang, saya selalu mengisinya dengan menulis karena menurut saya menulis sudah menjadi bagian dari kehidupan saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gerilya Demi Medali Emas Kehidupan

14 September 2024   15:40 Diperbarui: 14 September 2024   15:43 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Maaf, Ibu. Ibu Lidia ini adalah kepala perawat di rumah sakit ini.” jawab perawat itu. “ Apa? Aku tidak salah dengar?.” teriak bibi dengan penuh ketidakpercayaannya. “Sekarang keponakan kita sudah sukses menjadi perawat. Dan dia yang menanggung semua biaya rumah sakit.” jelas Paman. “Maafkan Bibimu, Nak. Maafkan Bibi yang selalu mencacimu, bahkan merendahkanmu. Tapi kenapa kamu masih mau menolong Bibimu yang tidak tahu diri ini?.” tanya Bibi sambil menangis. “Bibi, aku adalah keponakanmu. Kita adalah keluarga. Sudah sepantasnya, kita saling menyayangi, mengasihi, dan tolong menolong. Sudahlah, kita buka kembali lembaran baru untuk menjadi satu keluarga yang utuh. Tapi janji dulu, Bibi harus sembuh nanti kita jalan-jalan.” gurau Lidia.

Setelah Bibi menyadari segala kesalahan yang telah ia perbuat kepada Lidia. Kini, Bibi telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Kelembutan hati, kesabaran bak hujan asam yang mampu meleburkan kerasnya batu. Tak lama, Ayah dan Ibu datang ke ruangan tempat Bibi di rawat.

“Kami bangga memiliki kamu, Nak. Allah kirimkan peri kecil yang sangat hebat di tengah-tengah hidup Ayah dan Ibu. Terima kasih atas pengorbanan dan kekuatanmu selama ini. Percayalah, Ayah dan Ibu akan selalu mencintai dan menyayangimu.” ucap Ayah sambil memeluk Lidia dan Ibu. “Terima kasih, keluargaku.” balas Lidia diiringi tangis bahagia. Kelimanya hanyut dalam suasana yang sungguh bahagia. Kini, hidup Lidia semakin berwarna dikelilingi orang yang sangat menyayanginya.

"Ayah, Ibu aku bangga memiliki kalian. Kalian permata dan pelita untuk hidupku. Tanpa kalian, hidupku akan mati dan semu seperti dunia tanpa lampu." —Lidia

Pepatah mengatakan bahwa buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tapi, pepatah itu tidak berlaku untuk seorang yang memiliki semangat, perjuangan, dan pengorbanan yang tinggi. Niat yang kuat, tekad yang bulat, dan harapan yang pekat akan mampu mengubah takdir seseorang untuk meraih kesuksesan. Sama halnya, ketika kita ingin melanjutkan perjalanan menuju suatu daerah tetapi kita dihadapkan dengan 2 pilihan. Lewat tol atau lewat jalur biasa. Mungkin proses dan waktunya berbeda, namun tetap menyajikan hasil akhir yang sama. Setiap insan, memiliki jalannya sendiri untuk meraih medali kehidupan. Entah dengan menelan garam atau tidak, entah dengan kehadiran cedera atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun