Perubahan iklim global memiliki dampak yang luas pada ekosistem. Hasil yang paling menyedihkan adalah peningkatan tingkat kepunahan global berbagai organisme.Â
Fenomena ini tidak hanya mengganggu keseimbangan ekosistem yang rapuh tetapi juga menimbulkan ancaman yang signifikan bagi keberadaan semua bentuk kehidupan di masa depan, termasuk manusia.Â
Saat dunia berhadapan dengan krisis lingkungan ini, konsep konservasi menjadi populer sebagai cara untuk mengurangi kepunahan spesies.Â
Inti dari konservasi yang efektif adalah pelestarian dan pengurangan tingkat kepunahan spesies, sebuah tantangan yang menjadi lebih sulit oleh keterbatasan informasi tentang dinamika populasi.
Pentingnya Konservasi Spesies
Konservasi spesies bertujuan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan menekan tingkat kepunahan, sehingga menjaga kesehatan dan stabilitas ekosistem. Idealnya, upaya konservasi harus berakar pada strategi yang memastikan kelangsungan hidup spesies di seluruh rentang geografisnya [1].Â
Namun, kelangkaan data populasi spesies menimbulkan hambatan yang cukup besar untuk mencapai tujuan ini.Â
Mengumpulkan informasi yang akurat dan komprehensif tentang jumlah spesies dari waktu ke waktu terbukti menantang karena kesulitan metodologis dan sifat pengumpulan data yang memakan waktu [2].
Di antara banyak spesies yang terkena dampak tantangan ini, orangutan adalah salah satu spesies yang memilukan. Dengan penurunan populasi melebihi 60%, kera besar ini menghadapi kepunahan kritis [3].Â
Ditemukan secara eksklusif di Asia di pulau Sumatera dan Kalimantan, orangutan dibagi menjadi tiga spesies: Pongo pygmaeus di Kalimantan, Pongo abelii dan Pongo tapanulensis di Sumatera [4]. Sebagian besar, sekitar 90%, populasi orangutan berada di Indonesia.
Ancaman terhadap Kelangsungan Hidup Orangutan
Orangutan dihadapkan pada berbagai ancaman yang membahayakan keberadaan mereka. Konversi habitat dalam skala besar, didorong oleh kegiatan seperti deforestasi dan pengembangan lahan, sangat membahayakan ruang hidup mereka.Â
Selain itu, perburuan makanan dan perdagangan hewan peliharaan ilegal semakin melemahkan populasi mereka. Kegiatan ini, dikombinasikan dengan fragmentasi habitat, secara bersama-sama berkontribusi terhadap kondisi ekstrem populasi orangutan [4].
Konsekuensi Ekologis dari Hilangnya Habitat
Degradasi dan perusakan kawasan hutan dataran rendah di wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan telah mencapai titik kritis, dengan potensi konsekuensi yang luas baik bagi masyarakat lokal maupun ekosistem [5].Â
Bagi orangutan, hilangnya habitat hutan berarti hilangnya sumber makanan penting dan lingkungan hidup yang sesuai.Â
Antara tahun 1930 dan 2004, Kalimantan dan Sumatera mengalami kehilangan habitat orangutan setiap tahun berkisar antara 1,5% hingga 2%. Tingkat yang mengkhawatirkan ini menggarisbawahi urgensi upaya konservasi [5].
Upaya Konservasi Kolaboratif
Situasi mengerikan yang dihadapi orangutan telah menggerakkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk peneliti, pelestari lingkungan, badan pemerintah, dan berbagai organisasi.Â
Upaya kolaboratif ini berupaya mencari solusi efektif yang menjamin kelangsungan hidup primata tersebut sekaligus sejalan dengan tujuan yang lebih luas yaitu membina kesejahteraan masyarakat [5].Â
Inisiatif untuk memerangi hilangnya habitat, memerangi perdagangan ilegal, dan mempromosikan penggunaan lahan yang berkelanjutan telah mendapatkan daya tarik dalam mengejar masa depan yang lebih aman bagi orangutan.
Kesimpulan
Krisis iklim global tidak hanya memicu pergeseran kondisi Bumi tetapi juga memicu percepatan kepunahan spesies di seluruh dunia. Di antara banyak spesies yang terancam, orangutan berfungsi sebagai pengingat yang tajam akan urgensi konservasi spesies.Â
Untuk memerangi populasi mereka yang menurun dengan cepat, penting untuk menjembatani kesenjangan informasi melalui metode pengumpulan data yang kuat.Â
Dengan mengatasi berbagai ancaman yang ditimbulkan oleh hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan, dan dengan mendorong kolaborasi antar pemangku kepentingan, adalah mungkin untuk membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah di mana orangutan dan spesies langka lainnya dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan manusia.Â
Konservasi orangutan bukan hanya misi untuk melindungi satu spesies; itu adalah bukti komitmen kami untuk melindungi jaring kehidupan yang rumit di planet kita.
Ditulis oleh:
Wilda Khafida, M.Sc. (Dosen Fakultas Biologi - Universitas Jenderal Soedirman)
Pustaka:
[1] Â Meijaard, E. et al. (2010) 'Declining orangutan encounter rates from wallace to the present suggest the species was once more abundant', PLoS ONE, 5(8). doi: 10.1371/journal.pone.0012042.
[2] Â Putra, R. H. et al. (2016) ' Land-cover changes predict steep declines for the Sumatran orangutan (Pongo abelii) ', Science Advances, 2(3), p. e1500789. doi: 10.1126/sciadv.1500789.
[3] Â Tonny, S. et al. (2007) Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, Kementerian Kehutanan. Jakarta.
[4] Â Tshen, L. T. (2016) 'Biogeographic distribution and metric dental variation of fossil and living orangutans (Pongo spp.)', Primates. Springer Japan, 57(1), pp. 39--50. doi: 10.1007/s10329-015-0493-z.
[5] Wich, S. A. et al. (2008) 'Distribution and conservation status of the orang-utan (Pongo spp.) on Borneo and Sumatra: How many remain?', Oryx, 42(3), pp. 329--339. doi: 10.1017/S003060530800197X.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H