Mohon tunggu...
Wiku AjiSugiri
Wiku AjiSugiri Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Indonesia

Penulis merupakan dosen yang fokus pada kajian pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan. Hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dalam pengembangan kebijakan pendidikan juga memiliki daya tarik bagi penulis. Bidang ilmu lainnya tentu akan turut melengkapi gagasan yang lahir dari penulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahasa Indonesia "Bikin Gak Pede"

18 Maret 2023   13:57 Diperbarui: 18 Maret 2023   14:04 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berprofesi sebagai seorang dosen di perguruan tinggi adalah hal yang lumrah bagi saya untuk sering mengupdate referensi. Salah satunya dengan membaca artikel penelitian yang terpublikasi di jurnal. Namun ternyata, timbul sebuah uneg-uneg (keresahan) ketika saya berselancar di beberapa laman jurnal ilmiah. 

 

Suatu ketika saya membuka beberapa jurnal untuk mendapatkan beberapa artikel mutakhir yang dibutuhkan sebagai pendukung rujukan penelitian. Beberapa portal yang saya buka awalnya adalah jurnal-jurnal yang memiliki peringkat akreditasi 4 sampai dengan 6 skala nasional (kalau dosen dan mahasiswa biasanya lebih familiar dengan sebutan Sinta 4 sampai Sinta 6). Disitu saya mulai heran dan timbul uneg-uneg yang bikin muneg-muneg di perut.

 

Lah gimana nggak muneg-muneg coba, hampir sebagian jurnal yang saya kunjungi menyajikan artikel dengan bahasa Inggris. Arek ndeso (anak desa) seperti saya ini sudah tidak diragukan lagi kapasitas berbahasa Inggris-nya, jelas tidak terlalu bagus. Saya mengira bahwa yang disajikan dalam Bahasa Inggris hanya judul dan abstraknya saja. Namun ternyata, setelah saya telusur lebih jauh, beberapa artikel yang saya dapat di tulis penuh dalam Bahasa Inggris (full-text). Tentu, sayapun hanya membaca sekilas saja. Daripada tambah muneg-muneg nggak karuan.

 

Hadirnya artikel di jurnal nasional yang tersaji menggunakan Bahasa Inggris, membuat saya bertanya, “apakah mungkin artikel-artikel itu terbaca secara masif dan dijadikan rujukan oleh masyarakat akademik Indonesia?” Jangan-jangan angka sitasi beberapa akademisi cenderung rendah karena artikelnya sering dialihbahasakan. Lebih bahaya lagi jika artikel dialihbahasakan tanpa bantuan penerjemah profesional, apa ya gak tambah ambyar bahasanya? Jelas tidak sesuai dengan Grammar dan tentu di bawah standar standar Academic Writing.

 

Lalu ada pertanyaan lagi, kenapa ya jurnal nasional terkesan kurang percaya diri mempublikasikan artikel dalam Bahasa Indonesia? Apakah karena regulasi tertentu yang mengikat? Atau biar terlihat keren saja? Atau jangan-jangan syndrome internasionalisasi jurnal masih mewabah di kalangan pengelola jurnal? Kalau tidak berbahasa Inggris nanti dikira gak keren, padahal saya yakin bahwa konsumen terbesarnya adalah orang Indonesia. Apakah beberapa dosen di Indonesia masih banyak yang nggak pede kalau tulisannya berbahasa Indonesia? Takut dikira kurang bereputasi.

 

Mungkin dari sini kita semua dapat menyepakati bahwa Bahasa Indonesia adalah produk kebudayaan otentik bangsa ini. Bagi saya Bahasa Indonesia perlu dipublikasikan secara internasional juga. Tidak perlu gengsi dan malu berbicara Bahasa Indonesia, wong wisatawan asal Portugal saja nggak malu bicara Bahasa Portugis dengan teman se-negaranya saat berkunjung ke Indonesia.  Salah satu cara melakukan internasionalisasi Bahasa Indonesia yaitu melalui jalur akademik berupa jurnal. Saya yakin bahwa artikel ilmiah yang terpublikasi di jurnal nasional akan dibaca dan dirujuk banyak orang ketika ditulis menggunakan Bahasa Indonesia. Beberapa alasannya adalah,  (1) tulisan akan lebih mudah dipahami; (2) tidak perlu ada mekanisme kerja yang kurang efektif dan efisien dengan cara mengalihbasakan artikel bahasa Inggris ke Indonesia terlebih dahulu; (3) Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang mudah dimengerti oleh masyarakat.

 

Keresahan ini muncul bukan karena saya kurang lancar dalam  berbahasa Inggris. Argumen ini atas dasar pertimbangan penyebarluasan ilmu pengetahuan yang lebih cepat dalam lingkup nasional. Lembaga riset di Indonesia sepertinya perlu memberikan evaluasi terkait penggunaan bahasa dalam ranah publikasi ilmiah. Sederhananya yaitu dengan melakukan klasterisasi pada jurnal nasional itu sendiri. Misalkan: (1) jurnal dengan Peringkat 1-2 boleh disajikan dalam bahasa Inggris penuh; (2) Jurnal dengan peringkat 3-4 diberikan pilihan untuk menggunakan Bahasa Indonesia penuh atau Bahasa Inggris penuh atau beberapa bagian jurnal saja yang disajikan dalam dua bahasa (bilingual); dan (3) Jurnal dengan peringkat 5-6 wajib “Fardhu A’in” menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyebarluaskan artikelnya.

 

Beberapa saran tersebut tentu bukanlah yang terbaik. Namun, setidaknya kepedulian kita untuk melestarikan Bahasa Indonesia masih bisa dipertahankan melalui jalur publikasi ilmiah. Apa ya tega mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan hanya pas peringatan hari sumpah pemuda saja? Tentu tidak kan.. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa jurnal ilmiah yang terbit di Eropa dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Jadi Bahasa Indonesia ini juga punya daya tarik yang tinggi di kancah internasional.

 

Satu hal yang perlu ditekankan adalah jangan sampai kegiatan akademik justru menjadi predator utama yang dapat memudarkan Bahasa Indonesia. Dengan Bahasa Indonesia kita tetap keren. Tidak perlu malu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun