Mohon tunggu...
wike handayani
wike handayani Mohon Tunggu... Akuntan - I am according My RABB rules

a mother and wife improve being better human in Alloh rules An Accountant try better

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Barang Titipan Sekarang Sudah Tidak Free (Tugas Professor Apollo Daito)

11 Mei 2020   10:01 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:14 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum terjadinya pandemi penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona yang meluas di seluruh dunia, banyak warga Negara Indonesia yang memiliki hobi melancong baik ke seluruh tempat wisata di Indonesia maupun sampai menjadi turis di luar negeri. 

Fenomena ini banyak penyebabnya, pertama tentunya dipicu oleh meningkatnya jumlah penduduk yang masuk dalam katagori pendapatan menengah keatas. 

Disamping itu tentu saja ada hal lainnya seperti maraknya media sosial, dimana setiap orang berlomba untuk saling ”narsis” dengan mengabadikan momen liburannya di medsosnya. 

Bagi sebagian orang yang memiliki pemikiran negatif pasti akan mengatakan “pamer”, persepsi orang tentunya akan berbeda-beda, tergantung bagaimana kita menyikapnya.

Tulisan ini tidak akan menyoroti tentang fenomena sosial dari liburan ke luar negeri, bahkan bukan mengenai destinasi favorit, termasuk tujuan liburannya, tetapi lebih kepada oleh-oleh apa yang dibawa dari liburan, ya barang bermerk dari luar negeri tentunya. 

Rata-rata sebagian besar orang Indonesia itu bersifat konsumtif, apapun dilakukan walaupun tidak pegang uang dalam bentuk kas, kartu kredit akan digesek untuk mendapatkan barang yang diinginkan, biasanya sih barang dengan spesifikasi luxury brand. Bukan hanya untuk koleksi pribadi, biasanya barang tersebut akan ditampilkan di medsosnya. Kadang kala dipamerkan dengan pemiliknya, hehe.

Memang medsos itu membawa pengaruh terhadap kehidupan manusia, biasanya teman-temannya yang melihat di linimasanya akan tertarik dengan barang tersebut. 

Bahkan akan ada komenter seperti, “Wah barangnya ori(ginal) nih, beli dimana? Kapan kalo ke sana lagi titip ya…” Nah tentunya komentar ini bagi mereka yang jeli akan menjadi peluang bisnis sembari “menekuni” hobi berwisata, syukur-syukur bisa balik modal.

Balik lagi kita mengupas hobi orang-orang yang sering melakukan traveling ke luar negeri. Biasanya mereka sudah merencanakannya jauh-jauh hari sebelum hari keberangkatan. 

Mulai dari permohonan visa, pemesanan tiket pesawat pulang pergi, sampai menentukan itinerary. Dan pada saat pemesanan tiket di bulan-bulan tertentu, biasanya beberapa maskapai terkenal di dunia memberikan promo harga, dan jor-joran memberikan paket bagasi. 

Tentu saja ini pasti disubsidi negaranya untuk menarik wisatawan dari luar negaranya, terutama dari Indonesia dimana orang-orangnya memiliki kegemaran belanja barang-barang bermerk.

Bagi yang lihai akan peluai tentunya mereka akan mengabari teman-temannya akan pergi traveling ke suatu Negara. Dengan mendapatkan kuota bagasi yang cukup besar tentunya mereka akan memberikan jasa titipan kepada teman-temannya yang akan membeli produk tertentu dari negara tersebut. 

Hal ini sudah lazim dan lumrah, mengingat banyak juga orang Indonesia yang gemar memiliki barang impor, namun untuk beli langsung di outlet resmi di Indonesia biasanya harganya sudah tinggi dengan pajak. Dan “tidak ada kemampuan” untuk jalan-jalan ke luar negeri dimana disana biasanya harganya jauh lebih murah. Tidak ada kemampuan bukan hanya masalah uang, tetapi juga bisa masalah waktu dan kesibukan tentunya.

Usaha jasa titipan barang impor ini sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh perorangan yang hobinya jalan-jalan ke luar negeri, tetapi sudah ada yang mendirikan perusahaan yang menggeluti usaha Jasa Penitipan, atau akronimnya akrab kita sebut sebagai Jastip. 

Masalah memasukan barang dari luar negeri ke Indonesia bukan merupakan hal yang gampang, karena tentunya ada aturan yang harus diikuti, serta yang biasanya orang menghindar adalah membayar pajak-pajak atas barang tersebut

Dokpri
Dokpri
Nah, bagi yang memiliki hobi bepergian ke luar negeri, pada saat pulang kembali dan membawa “oleh-oleh” barang impor sampai dengan nilai USD 500 setiap orang per kedatangan, Bea Cukai akan diberikan pembebasan bea masuk dan tetap membayar pajak dalam rangka impor. 

Berbeda dengan crew pesawat batasan barang impor yang dibawa yang mendapatkan pembebasan bea masuk hanya sampai dengan nilai USD 50, jadi bisa dikatakan disini crew pesawat susah untuk menyambi usaha Jastip. 

Semua ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017. Apabila penumpang membawa barang melebihi batasan nilai diatas maka akan dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Jadi kalau pada saat liburan ke luar negeri mau sekalian nyambi usaha jastip harus melihat batasan nilai barang yang diimpor baik untuk pribadi dan barang jastipnya, kenapa tentunya karena kita harus berhitung berapa besarnya bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang akan dikenakan dari barang tersebut, dan agar tidak rugi dari usaha jastip tidak resmi tersebut. 

Namun jika yang pergi lebih dari 1 orang tentunya nilai batasan barang impornya menjadi besar, dan jelas kopernya harus dipisah-pisah per masing-masing penumpang dan tentunya berburu diskon besar-besaran (usaha sekali ini).

Sekarang kita akan membahas mengenai pengusaha jastip yang resmi. Menurut aturannya yang resmi melakukan usaha jastip adalah perusahaan jasa titipan (PJT) yaitu penyelenggara pos yang mendapatkan izin berusaha dari instansi yang ditentukan untuk memberikan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai peraturan perundangan di bidang pos. Biasanya kita mengetahui perusahaan jastip ini dari mulut ke mulut, ataupun mereka bisanya berjualan barang secara online.

Ya benar, traveler maupun pengusaha Jastip akan berurusan dengan BC, nama institusi resminya adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. BC inilah yang menjadi institusi di Negara kita atas pemasukan barang impor ke Indonesia, bertugas mengawasi kegiatan impor, mengenakan pajak dari kegiatan impor, dan menentukan batasan nilai barang yang tidak dikenakan pajak. 

Khusus bagi PJT mereka harus mendapatkan izin kegiatan kepabeanan dari Kepala Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban. Jadi kalau impor dilakukan di bandara Soetta dan pelabuhan Tanjung Priok, maka harus ada izin dari masing-masing Kantor Bea Cukai setempat.

Bagi pengusaha PJT tentunya harus mengetahui nilai batasan barang-barang kiriman yang mereka tangani, sebab akan berpengaruh terhadap besarnya bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang akan dikenankan, besarnya batasan dan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang dikenakan adalah sebagai berikut:

1.           Barang kiriman dengan nilai pabean sampai dengan nilai USD 3 per penerima barang per pengiriman dibebaskan dari bea masuk, dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22 Impor.

2.           Barang kiriman dengan nilai pabean melebihi nilai USD 3 sampai USD 1500 dengan membuat consignment note (perjanjian pengiriman barang antara pengusaha jastip dan penerima barang) dikenakan bea masuk sebesar  7,5% PPN dan PPnBM dipungut, serta PPh Pasal 22 Impor dikecualikan/tidak dikenakan

3.           Atas barang kiriman dengan nilai pabean melebihi USD 1500 maka penerima barang wajib membuat Pemberitahuan Impor Barang (PIB bagi badan usaha) atau Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK bagi selain badan usaha) serta dikenakan bea masuk, dipungut dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan PPh Pasal 22 Impor masing-masing dengan tarif sesuai jenis barang kiriman.

Sebagai tambahan, ini diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 yang berlaku mulai 30 Januari 2020. Dahulunya batasan barang kiriman bebas bea masuk senilai USD 75 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-182/PMK.04/2016. Jadi dengan perubahan aturan ini maka ada selisih USD 72 dari nilai barang kiriman per penerima barang yang menjadi kena bea masuk 7,5%

Selain kita mengenal pajak-pajak apa saja yang dikenakan pada saat impor barang tentunya harus tahu pula dasar pengenaannya dari mana. Pertama, Bea Masuk dikenakan berdasarkan tarif yang ditentukan dikali nilai pabean barang kiriman (biasanya nilai Free on Board/FOB), kedua Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah dari kegiatan impor, nilainya 10% dari nilai impor (nilai barang+bea masuk+asuransi+ongkos kirim) untuk PPN dan untuk tarif PPnBM bervariasi tergantung jenis barang, dan juga dihitung dari nilai impor, ketiga Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor apabila nilai barang kiriman sudah melebihi nilai USD 1500, dihitung dari nilai impor.

Terus nilai PPh 22 Impornya bagaimana? Bagi traveler yang barang bawaannya melebihi USD 500 per kedatangan, dikenakan PPh Pasal 22 Impor dengan tarif 10% dari nilai impor. 

Sementara pengusaha Jastip dengan nilai barang kiriman melebihi USD 1500, PPh Pasal 22 Impor dikenakan juga tarif 10% dari nilai impor. Pemungutan PPh Pasal 22 Impor ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018.

Namun ketentuan ini masih menjadi tanda tanya bagi penulis, karena pengenaan PPh Pasal 22 Impor menurut Direktorat Jenderal Pajak hanya terdapat 2 tarif yaitu 7,5% jika yang melakukan impor (penerima barang) tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API). Namun dengan API kena tarif 2,5%

Tapi walaupun barang jasa kiriman nilainya masih dibawah USD 1500 untuk tiga jenis barang tertentu tetap harus membayar bea masuk yang nilainya bervariasi. 

Pertama barang berupa tas, koper dan barang sejenisnya, barang ini dikenakan tarif bea masuk 15% sampai dengan 20%. Kedua barang berupa tekstil, garmen, dan sejenis, tarif bea masuknya 5% sampai dengan 35%. Dan yang ketiga atas produk alas kaki, sepatu, dikenakan bea masuk dengan tarif 5% sampai dengan 30%. Padahal barang-barang ini umumnya yang ditawarkan oleh pengusaha Jastip profesional.

Demikian sekelumit mengenai usaha jasA titipan baik perlakuannya bagi pengusaha profesional dan apabila dilakukan sambilan oleh pelancong pada saat berlibur ke luar negeri. Dari pengetahuan akan aspek-aspek beban bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang akan dikenakan tentunya akan terhindar dari kerugian apabila melakukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun