Mohon tunggu...
Wiji Pasiani
Wiji Pasiani Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang Belajar Menulis

Alhamdulillah atas segala nikmat yang Allah berikan, i'm alive.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kurang Lebih Pukul 10.40 Malam

21 Juli 2022   22:35 Diperbarui: 21 Juli 2022   22:41 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya begitulah genduri mentah ala dusun Tangkilan yang hingga kini masih dilestarikan.

Ke 3 besek berkat tersebut yakni 1 besek untuk jatah per kepala keluarga, 1 besek lagi sebagai upah saat Bapak membantu keperluan hajatan antara lain ikut membersihkan daging kambing yang disembelih, membantu meminjam tikar di rumah pak RT dan lain-lain, sementara 1 besek lagi adalah sebagai turahan (: sisa masakan hajatan, mengingat   lebih baik melebihi jumlah masakan daripada kurang).

Ketika Bapak ku menyuruh ku untuk memberikan 1 besek turahan kepada simbah kakung putri yang bertempat tinggal di seberang desa, maka saat itu juga aku antarkan meskipun jam dinding menunjuk pukul 10.40 malam.

Sepeda mini warna merah tua mulai ku kayuh. Melewati persawahan dan bahkan melewati kuburan yang berada tepat di samping persawahan sehingga tidak begitu menyeramkan.

Perkampungan Pedak telah ku lewati. Hingga akhirnya mau tak mau aku harus melewati pampringan (: rumpun bambu apus yang tumbuh di pekarangan) di mana kanan dan kiri merupakan pemakaman/kuburan tua. Sebelah kanan masih terlihat jelas cungkup (: bangunan kecil yang berisikan kijing/batu nisan). Sementara kuburan di sebelah kiri tanpa ada cungkup namun ada lampu 5 watt yang menerangi.

Konon menurut cerita para orang tua, cungkup-cungkup di kuburan digunakan sebagai tempat persembunyian para maling.

Makin merinding tangan ku mengingat mitos-mitos yang beredar.

Terus ku kayuh sepeda mini merah ku, hati ku terus berdoa membaca surah-surah Al Qur'an sebisa ku. Semilir angin yang berembus dari pampringan membuat tengkuk ku merinding, alunan doa terus ku panjatkan bahkan tidak dalam hati namun ku lafazkan.

"enggak ada apa-apa, itu cuma perasaan mu doank", hati ku berkata.

Ketika melewati pampringan terakhir, aku tersentak hingga aku menjerit "aaaaaarrr" terdengar suara kucing garong sedang bertengkar. Saling mengeong keras dengan suara khasnya.

Salah satu kucing melompat, hingga membentur angsang (: tempat duduk di bagian belakang sepeda). Perasaan takut, panik, merinding campur aduk tak karuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun