Akhir-akhir ini dunia pendidikan Indonesia tercoreng dengan maraknya kasus pembulian dan perundungan fisik maupun verbal di dunia pendidikan, anak SMP kota Bandung Jawa Barat yang membuli dengan kekerasan visik dan Kabupaten Tapanuli Sumatra Utara dengan 6 pelajar yang menendang orang yang sudah tua.
Kejadian pembulian dengan kekerasan bukan hal yang baru di duania pendidikan kita, melalui perbincangan dan juga keluhan temen-temen pengajar dari dosen hingga guru merasasangat miris dengan keadaan anak-anak sekolah sekarang, mulai tingkat dasar sampai menengah hingga mahasiswa. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah hingga lembaga untuk meminimalisir kejadian serupa.
Anggaran 20% untuk pendidikan hingga pergantian kurikulum belum juga mampu membentuk generasi muda kita menjadi lebih baik. Berdasarkan data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk perundungan (kompas.com, 24 Juli 2022).
Masalah ini memang sangat serius, dan kita sebagai pendidik harus mempu memberikan yang terbaik untuk pendidikan kita. Pesan Presiden Joko Widodo yang kemarin hadir di puncak peringatan HUT ke-77 PGRI dan Hari Guru Nasional 2022 “Guru menjadi tumpuan kita menempa anak bangsa”
Saya sebagai guru merasa sudah melakukan apapun demi kemajuan pendidikan, adakah yang salah generasi muda kita? Lalu ada apa dengan generasi muda kita? Ada apa dengan prilaku remaja-remaja negeri ini yang kian hari justru malah membuat hati semakin miris? Ada apa dengan pendidikan kita?
Kira-kira pertanyaan seperti inlah yang selalu muncul dalam setiap diskusi temen2 pengajar, sebagai penulis sebenarnya prihatin dengan masa depan dunia pendidikan yang kian hari dikejutkan dengan kejadian yang menghebohkan. Orientasi pendidikan saya nilai sudah meloncat dari nilai-nilai luhur budaya dan adat istiadat kesantunan yang seharusnya diterapkan dan terus dimaksimalkan, tetapi zaman sudah berbeda, guru sudah tidak bisa bertindak tegas lagi seperti dulu.
Dulu zaman saya sekolah ditegur dengan keras guru itu biasa, dengan ditegur dengan keras hingga mengambil tindakan pendisiplinan adalah hal yang wajar. Saya yakin guru ketika ambil tindakan masih tetap dalam koridornya. Atinya “unggah ungguh” masih tetap terjaga karena murid takut dengan gurunya..
Sekarang zaman sudah berbeda..ada KOMNAS HAM dan Undang-Undang perlindungan anak yang menjadikan guru dilema karena takut dilaporkan orang tua wali. Dengan seperti ini anak sekolah menjadi banyak yang lupa diri batasan guru dan murid.
Saya pernah membaca kitab Mahabarata dan wisnupurwa kitab sucinya orang hindu. Ada zaman dimana kutukan krisna terhadap Aswatama dibuat busuk yang tidak akan mati sampai zaman kaliyuga. Zaman ini disebutkan Guru akan dilawan para muridnya, pelajarannya akan dicela juga oleh para muridnya.”hmmmm” bener tidaknya saya tidak tahu tapi saya berfikir zaman itu bener-bener terjadi saat ini. Para guru pasti lebih faham soal kenakalan anak-anak sekolah sekarang, bukan netizen, kerana guru yang selama ini mengajar dan mendidik siswa-siswinya disekolah.
Kenakalan remaja/anak-anak sekolah bawaan lahir atau pengaruh lingkungan?
Mengutip penjelasan psikolog, fenomena ini dapat disimpulkan 2 faktor yaitu internal dan eksternal, faktor internal yang dimaksud psikolog ini adalah faktor yang datang dari dalam diri remaja itu sendiri yang kemudian mendorong seorang anak untuk berprilaku seperti demikian. Pengaruh struktur diri manusia dibentuk oleh 3 komponen dasar yaitu Insting/naluri, EGO dan SEPEREGO. Naluri dibentuk dari 2 golongan yg dinamakan Eros dan Thanatos. Eros memberikan stimulan kepada diri untuk memperoleh hal positif seperti makan dan berkembang biak.