Mohon tunggu...
Wijia Prasetya
Wijia Prasetya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

aku suka apapun, asal tidak memberatkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Novel "Ayahku (Bukan) Pembohong" Karya Tere Liye

30 Juni 2024   08:29 Diperbarui: 30 Juni 2024   13:05 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/Kellyana Aubit

Penulis : Tere Liye

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama 

Tahun pertama terbit : 2011

Jumlah halaman : 298

Analisis novel kali ini yaitu tentang novel yang berjudul "Ayahku (Bukan) Pembohong" karya Tere Liye.

Tere Liye lahir pada tahun 1979, nama asli Tere Liye sendiri adalah Darwis.

Tere Liye merupakan seorang penulis yang telah memiliki banyak karya yang telah ia abadikan dalam buku-bukunya. Salah satu dari karya tersebut adalah novel dengan judul Ayahku (Bukan) Pembohong.

Melihat dari judul novelnya saja, dapat kita simpulkan bahwa isi dari novel tersebut tidak jauh-jauh dari sosok Ayah.

Ayah merupakan sosok penting bagi setiap anak, juga seorang pahlawan dalam setiap langkah yang akan diambil oleh seorang anak.

Ayah yang mengajarkan tentang kerasnya kehidupan, namun bukan berarti itu dapat menumbangkan semangat hidupnya. 

Ayah selalu mengingatkan bahwa hidup memang keras, tetapi kita harus tetap menjadi sosok yang mandiri, kuat dan juga menjadi seorang yang bisa menghargai tentang kehidupan.

Jika Ibu mengajarkan tentang rasa cinta dan kasih sayang, maka Ayah akan mengajarkan untuk tetap mandiri sekalipun kita masih memiliki orangtua yang lengkap. Sehingga menjadi kita kuat dalam setiap langkah yang kita ambil dimasa depan.

Saya menganalisis novel "Ayahku (Bukan) Pembohong", menggunakan metode pendekatan Psikologi Sastra.

Novel "Ayahku (Bukan) Pembohong" ini menceritakan tentang seorang anak yang dibesarkan oleh sang Ayah melalui dongeng-dongeng mengenai kesederhanaan hidup. 

Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa dongeng-dongeng tersebut dapat membuat sang anak bisa membenci sosok ayahnya sendiri.

Anak itu bernama Dam. Sejak kecil, Dam selalu mendengarkan dongeng-dongeng yang diceritakan oleh ayahnya. 

Dulu, Dam masih sangat menyayangi ayahnya karena ayahnya adalah sosok yang bijaksana dan selalu memberikan banyak pelajaran hidup kepada Dam kecil.

Ayah Dam bercerita tentang banyak cerita, seperti lembah Bukhara, suku penguasa angin, dan persahabatannya dengan pemain sepak bola dunia. 

Lewat cerita-cerita tersebut, ayah Dam mengajarinya mengenai arti kejujuran, sikap pantang menyerah, dan kesederhanaan hidup.  

Namun seiring berjalannya waktu ketika Dam beranjak dewasa, ia menganggap bahwa cerita-cerita yang ayahnya ceritakan hanyalah bualan dan kebohongan.  

Perlahan-lahan ia mulai membenci ayahnya yang selalu membahas sesuatu yang menurutnya hanyalah omong kosong belaka. Dam juga tidak percaya ketika ayahnya bercerita mengenai ibunya yang merupakan seorang mantan bintang televisi terkenal.

Dam jengah dengan seluruh cerita-cerita yang menurutnya adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Saat telah berkeluarga dan memiliki anak pun, Dam ingin menjauhkan anak-anaknya dari kakeknya (ayah Dam) karena dia menganggap bahwa cerita-cerita tersebut dapat mempengaruhi anak-anak nya.

Semakin lama ayah Dam mulai merasa bahwa sang anak telah membencinya. Dirinya sangat sedih karena dituduh sebagai pembohong oleh anaknya sendiri, air matanya menetes dan ia memutuskan untuk menerobos hujan dan pergi dari rumah. 

Sementara itu Dam terus mencari kebenaran cerita sebenarnya mengenai ibunya yang dia kira hanya sebuah kebohongan. Namun, betapa terkejutnya dia saat dua belas ribu pencarian berita yang memuat tentang ibunya, dalam terdapat artikel serta foto-foto ibunya ketika waktu muda.

Ayahnya memang benar jika ibu merupakan seorang mantan bintang televisi, dan cerita tentang Akademi Gajah juga bukan kebohongan. Dam merasa menyesal dan akan mencari ayahnya yang sudah pergi entah kemana keesokan harinya. 

Namun terlambat, pada akhirnya sang ayah ditemukan oleh petugas penjaga makam dalam keadaan pingsan.

Dirumah sakit Dam terus menunggu sang ayah didepan ruangan sampai dokter mengizinkan dirinya untuk menemui ayahnya. Setelah siuman, ayah Dam meminta izin bercerita untuk terakhir kalinya. 

Saat setelah sang ayah meninggal semua cerita ayahnya ceritakan memang bukanlah sebuah kebohongan, itu semuanya benar Ayahku (Bukan) Pembohong.

Nilai moral dari novel Ayahku (Bukan) Pembohong karya Tere Liye ini tidak hanya berisi cerita fiksi berlatar belakang tentang kehidupan sehari-hari dalam keluarga.

Novel ini kaya akan pesan-pesan mengenai kesederhanaan hidup yang dibaluti dengan sebuah kebahagiaan mengenai kekeluargaan, dan kepercayaan satu sama lain. 

Nilai-nilai moral merupakan nilai yang mengacu pada norma-norma suatu masyarakat atau sekelompok orang. Oleh karena itu, akan mempengaruhi segala perilaku dan perbuatan seorang individu dalam kehidupan sehari-hari. 

Nilai moral tersebut dapat mendidik karena banyak pelajaran dan dapat diambil sebagai gambaran bagi kehidupan dirinya sendiri dan bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun