Ayah selalu mengingatkan bahwa hidup memang keras, tetapi kita harus tetap menjadi sosok yang mandiri, kuat dan juga menjadi seorang yang bisa menghargai tentang kehidupan.
Jika Ibu mengajarkan tentang rasa cinta dan kasih sayang, maka Ayah akan mengajarkan untuk tetap mandiri sekalipun kita masih memiliki orangtua yang lengkap. Sehingga menjadi kita kuat dalam setiap langkah yang kita ambil dimasa depan.
Saya menganalisis novel "Ayahku (Bukan) Pembohong", menggunakan metode pendekatan Psikologi Sastra.
Novel "Ayahku (Bukan) Pembohong" ini menceritakan tentang seorang anak yang dibesarkan oleh sang Ayah melalui dongeng-dongeng mengenai kesederhanaan hidup.Â
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa dongeng-dongeng tersebut dapat membuat sang anak bisa membenci sosok ayahnya sendiri.
Anak itu bernama Dam. Sejak kecil, Dam selalu mendengarkan dongeng-dongeng yang diceritakan oleh ayahnya.Â
Dulu, Dam masih sangat menyayangi ayahnya karena ayahnya adalah sosok yang bijaksana dan selalu memberikan banyak pelajaran hidup kepada Dam kecil.
Ayah Dam bercerita tentang banyak cerita, seperti lembah Bukhara, suku penguasa angin, dan persahabatannya dengan pemain sepak bola dunia.Â
Lewat cerita-cerita tersebut, ayah Dam mengajarinya mengenai arti kejujuran, sikap pantang menyerah, dan kesederhanaan hidup. Â
Namun seiring berjalannya waktu ketika Dam beranjak dewasa, ia menganggap bahwa cerita-cerita yang ayahnya ceritakan hanyalah bualan dan kebohongan. Â
Perlahan-lahan ia mulai membenci ayahnya yang selalu membahas sesuatu yang menurutnya hanyalah omong kosong belaka. Dam juga tidak percaya ketika ayahnya bercerita mengenai ibunya yang merupakan seorang mantan bintang televisi terkenal.