Jurnal Refleksi Modul 3.3 adalah komunikasi yang memberdayakan antara fasilitator dengan calon guru penggerak angkatan 7. Bapak Ibu CGP yang berbahagia, tiba saatnya kita di modul 3.3. Sebuah modul pengelolaan program yang berpihak kepada murid atau siswa. Guru menjadi mandiri dan melakukan refleksi serta mampu berkolaborasi sekaligus inovatif dalam berpihak pada murid atau siswa. Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid atau siswa harus dibuat. Omjay memilih sebuah program yang bernama acs. Aplikasi coding siswa. Sebuah program yang mengajak siswa kelas 8 SMP membuat program games untuk murid paud.
Mari berkolaborasi untuk memanajemen program yang berdampak pada murid atau siswa. Omjay berharap setelah mempelajari modul 3.3. ini Omjay bisa menelaah, menyeleksi program yang sesuai dengan kebutuhan dan siswa bisa menjadi ketua projek kegiatan yang berkolaborasi dengan guru. Model 4f(facts, feelings, findings, future) sudah harus bisa diterapkan dalam melakukan aksi nyata.
Jurnal refleksi Dwi mingguan ini untuk menuangkan perasaan, gagasan, dan pengalaman praktik baik yang telah dilakukan dengan memilih model 4f di atas. Sebagai refleksi pembelajaran dan aktivitas yang telah dilakukan di LMS pendidikan guru penggerak.
Mempelajari Modul 3.3 tentang “Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid” membuat saya takjub. Bukan itu saja, saya sebagai guru sangat optimis dapat mengembangkan ilmu selama PPGP (Program Pendidikan Guru Penggerak) untuk dapat sharing dan kolaborasi di lembaga sekolah agar lebih mampu mengembangkan potensi murid yang beragam sesuai dengan aset yang ada.
Modul 3.3 membuka wawasan bagi saya tentang: (1) kepemimpinan murid (students agency) dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila; (2) suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dalam konsep kepemimpinan murid; (3) lingkungan yang mendukung tumbuh kembangnya kepemimpinan murid; dan (4) pentingnya melibatkan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid.
Mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid harus secara sadar dan terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya.
Dengan demikian, saat merancang sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler, murid seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”, yaitu kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan-tindakan yang dibuatnya.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dalam konsep kepemimpinan murid. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.