Kalau kita mau fair, maka kita juga bisa mengatakan bahwa Guru yang bukan penggerak pun banyak yang bagus (rajin, aktif, inovatif) terutama yang ketika seleksi Guru penggerak mereka tidak ikut, karena hal tertentu. Bukan hal luar biasa kalo Guru penggerak itu rajin, aktif, inovatif), karena sebelum jadi guru penggerak mereka memang guru-guru bagus, oleh karenanya lulus ketika rekrutmen, sedangkan mereka yang 'kurang' memang tidak lulus. Jadi Guru penggerak itu 'rumahnya' saja yang didalamnya dilengkapi instrumen dan juga 'dana' yang cukup. Selamat beraktifitas guru penggerak, Tetap semangat Guru Pelopor dan Tangguh walaupun tidak punya stiker penggerak.
Pagi ini diskusi di WA Group PGRI asyik sekali. Banyak masukan tentang guru penggerak di sana sini. Salah satu komentarnya, Omjay tuliskan di bagian awal tulisan ini. Komentar mereka terpicu oleh tulisan omjay di kompasiana. Semua itu harus kita mulai dengan niat baik dan tulus. Niat baik dan tulus akan mengalahkan semua kendala. Itulah pesan pak Melkianus sahabat Omjay dari NTT.
Seorang kawan pengurus PGRI lainnya dari Palu, Sulawesi Tengah juga menuliskan. Komentarnya sangat bagus sekali dan membuat Omjay tertarik untuk menuliskannya di kompasiana. Komentar yang tak searah belum tentu negatif. Kita jadikan hal antitesis dalam hal yang terjadi di areal nyata.
Guru-guru penggerak di sekolah sayapun demikian, mereka rajin, aktif dan inovatif..., jika (mungkin) ada yang tak demikian, itu kasuistik. Bagi yang merasa (mungkin) disekolahnya memiliki guru penggerak, namun tak baik (pemalas, tak inovatif, dsb), ceritakan pengalaman itu dalam bentuk tulisan juga, harus obyektif dan tak menjustic.
Omjay bersetuju dengan pendapat di atas. Kita memang perlu menuliskan tentang guru penggerak dari berbagai sudut pandang. Sehingga kita bisa melihatnya secara utuh dan holistik. Kita semua adalah guru penggerak. Sekecil apapun peran kita di sekolah, kita semua adalah guru penggerak, walaupun tak ada label guru penggerak versi kemdikbudristek.
Kemudian ada juga yang memberikan komentar tambahan. Katanya ada guru penggerak yang sering meninggalkan sekolah dan terlalu asyik dengan kegiatannya di luar. Ini sebuah kritikan membangun agar guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran tidak terlalu sering meninggalkan kelasnya.
Kebanyakan guru penggerak lebih banyak bergerak ke luar sehingga terkadang siswanya suka ditinggalkan demi menggerakkan.
Omjay sempat berpikir dan melakukan refleksi diri. Apa benar kebanyaan guru penggerak lebih banyak bergerak ke luar sehingga meninggalkan siswanya di kelas? Kalau ini sampai terjadi, maka bukan guru penggerak namanya. Tapi guru pengekor dan bukan guru pelopor untuk membangun potensi peserta didiknya.
Ibu Lina Amalina misalnya, beliau guru penggerak dan melakukan pengimbasan modul 1.4 tentang budaya positif. Beliau tetap mengajar dan tidak meninggalkan kelasnya. Sebab pengimbasan dilakukan melalui dunia maya.
Seorang kawan yang baik hati ikut menimpali di WA Group PGRI.
"Tuliskan pengalaman itu dikompasiana juga..., agar fair, hati-hati dan obyektif agar jangan manjadi fitnah. Karena bisa jadi di sekolah lainnya tak demikian. Kata "kebanyakan" itu tak bisa dipertanggung jawabkan dalam tulisan, harus ada jumlah dan disekolah mana".
Omjay bersetuju dan bersepakat agar semua itu dituliskan di kompasiana.com. Oleh karena itu, Omjay mengajak kawan-kawan guru Indonesia untuk menuliskan tentang guru penggerak dari sudut pandangnya masing-masing. Kita harus menjadi guru penggerak yang bijak untuk wujudkan merdeka belajar. Bukunya sudah Omjay dapatkan dari pak Sigid Purwo Nugroho.
Seorang kawan yang menjadi pengawas sekolah menuliskan komentarnya.
Betul....saya punya sekolah binaan tahun 2022, gurunya masuk kriteria guru inspiratif oleh kemendikbud sdn 1 kayumas kec arjasa kab situbondo dan sekolahnya bukan sekolah penggerak dan bukan guru penggerak.
Omjay menjadi teringat dengan ibu AAT NURHAYATI. Beliau terpilih sebagai guru inspiratif kemdikbudristek tahun 2022. Kami akan mengundangnya di kelas berbagi hari Sabtu, malam minggu nanti. Beliau kami jadwalkan menjadi narasumber tanggal 25 Februari 2023 pukul 19.30 WIB. Nanti kawan-kawan ikutan ya, melalui aplikasi zoom dan live youtube. Undangannnya sedang dibuatkan bapak Fajar TRi Laksono dan tim Horee.
Seorang pengawas yang aktif di PGRI menuliskan pendapatnya di WA Group PGRI.
"Hal yang tidak bisa dipungkiri dalam pemerataan akses pendidikan khususnya sila ke-5 Pancasila adalah Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Kalau kurikulum merdeka dipandamg memang bagus dan mendesak  untuk merubah karakter,  mengapa  tidak disiapkan dengan matang? Di sana ada..diklat2  ..baru go serentak. Gak melalui seleksi dll,  sehingga muncul klasifikasi sekolah yaitu SEKOLAH PSP DAN PMM yang tentunya perlakuannya tidak sama".
Buat kami di PGRI, Guru Penggerak dan lainnya sama istimewanya. Guru penggerak harus menjadi pelopor perubahan di sekolahnya masing-masing. Terima kasih Bunda Ketua umum PB PGRI Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd yang selalu memotivasi kami. Tentu hal itu jadi arah kiprah kami di pengurus PGRI. Sangat membanggakan dan istimewa jika melalui kaderisasi di PGRI banyak guru yang semula pasif, biasa-biasa saja, sekarang berubah menjadi tangguh untuk segala kondisi. Itu semua berkat program yang dibuat oleh pengurus PGRI. Baik secara daring maupun luring.
Demikianlah kisah Omjay hari ini. Semoga dapat memotivasi pembaca kompasiana menjadi guru pelopor di sekolahnya masing-masing. Guru penggerak adalah guru pelopor.
Salam Blogger Persahabatan
OMjay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H