Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perlukah Kurikulum Gempa di Sekolah Kita?

10 Februari 2023   07:44 Diperbarui: 10 Februari 2023   07:53 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah sudut pandang tentang gempa turki dan suriah 

https://theconversation.com/video-gempa-tunjukkan-bangunan-turki-runtuh-seperti-tumpukan-kue-dadar-ahli-menjelaskan-penyebabnya-199503?fbclid=IwAR2_tgUf7r2L56LL5TYwPtqh56G7B9InUDDH0KsvKM6akNIPCBonaD7VOY8

Ini kadang yang menjadi masalah adalah tempat wisata. Orang yang datang ke situ dari berbagai lokasi, kadang ngga tahu ada ancaman bahaya. Kemenparekraf bisa didorong untuk melakukan safety induction terutama untuk lokasi wisata alam yang ekstrim.

Dari BNPB sendiri sudah ada aplikasi inarisk yang bisa digunakan untuk cek potensi bencana saat kita berada di suatu lokasi. Cuma sistemnya sebaiknya tidak berhenti sampai situ saja.

Saat tsunami Aceh, ada seorang anak bernama Tilly Smith yang berasal dari USA dan kebetulan lagi liburan sekeluarga di Thailand. Dia berhasil menyelamatkan penduduk sekitar dari tsunami karena guru geografinya mengajarkan tanda-tanda tsunami, yang biasanya justru "membahagiakan", seperti air pantai surut  banyak ikan terdampar.Padahal setelah itu gelombangnya tinggi.

Kita ingin banyak Tilly Smiths lain. Walaupun di negaranya tidak ada ancaman tsunami, tapi dia mampu menerapkan ilmu dari gurunya di lokasi lain. Semoga siswa di Indonesia juga seperti itu, bila ada kurikulum gempa di sekolah.

Seorang kawan berkomentar, "Mestinya penduduk lokal lebih jago ya membaca kondisi alam, tapi ya tergantung juga apakah tipikal ignorance atau tidak".

Ini kejadian nyata di Pulau Simeulue. Pelajaran mengenai tsunami dan cara menyelamatkan dirinya dibentuk menjadi lagu daerah dan diajarkan turun temurun. Pas tsunami Aceh, semua waspada langsung lari ke tanah yang tinggi. 

Jadi korban meninggalnya sangat amat sedikit untuk ukuran pulau kecil yang tidak punya penghalang apa-apa dari samudera.
Kalau tidak salah sampai dijadikan bahan karya tulis ilmiah juga. Namanya Smong.

Palu pun, pada saat kejadian gempa itu sebenernya sedang merayakan upacara tradisional yang menurut sejarahnya, tentang peringatan gempa, tsunami masa lalu, Nomoni.

Berkat kurangnya literasi bencana, Nomoni bergeser jadi sekedar festival. Parahnya juga, lokasi yang dari turun temurun dianggap berbahaya, yang kemudian diamini oleh penelitian Badan Geologi tahun 2012. Semoga Palu, Sulawesi Tengah juga semakin meningkat kesadaran bencananya sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun