Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Ada Pelajaran

21 Oktober 2022   18:00 Diperbarui: 21 Oktober 2022   18:21 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang didorong untuk mau bersedekah, berbagi dengan niat akan mendapatkan balasan lebih dari Allah. Pertanyaannya, mau berinfak dengan ikhlas untuk mendapatkan ridho Allah atau bertransaksi dengan cara-cara hitung kapitalis dengan Allah? Jika hendak berbuat baik, lakukanlah karena Allah. Tidak penting benar dibalas atau tidak. Emang berbalas pantun?

Semua ini menjadi tak terelakkan saat agama menjadi bagian dari komoditi dalam televisi yang dibangun berdasarkan nalar kapitalisme. Menghibur dan laku, itulah prinsip utamanya. Tak penting bernilai atau tidak.

Apakah tidak ada acara televisi yang memberikan pelajaran? Pastilah ada. Namun, kebanyakan ditempatkan pada jam tayang yang berbarengan dengan waktu tidur normal kita. Pemirsa yang menonton sudah terkantuk-kantuk, malah mungkin dia "menonton secara ghaib" atau tertidur di depan televisi.

Terkait dengan pemberitaan di televisi, si supir taksi agaknya ada benarnya. Semakin susah membedakan berita objektif dengan opini. Ada terlalu banyak kepentingan yang melatarbelakangi mengapa berita yang seharusnya mencerdaskan dan mencerahkan berubah menjadi memuakkan dan menjijikkan.

Kepentingan sang pemilik televisi lebih mengemuka tinimbang kepentingan publik yang membutuhkan informasi yang faktual, objektif dan memenuhi standar kerja jurnalistik. Padahal televisi itu tetap bisa beroperasi bukan karena kekuatan modal sang pemilik, tetapi karena ada pemirsa yang mau menonton. Mestinya kepentingan publiklah yang dikedepankan.

Melihat perkembangan yang tidak semakin positif, seharusnya muncul gerakan bersikap sangat kritis terhadap televisi. Pada tingkat pertama gunakan remote secara aktif untuk hanya memilih acara tertentu saja dari beragam acara televisi. Kedua membuang saluran yang lebih banyak keburukan daripada kebaikannya dari televisi kita.

Perlu disosialisasikan gerakan menu sehat televisi. Masyarakat diminta untuk hanya memilih televisi yang memiliki menu acara yang mencerdaskan dan mencerahkan. Cara ini bisa menjadi sebuah tindakan kritik nyata terhadap semakin tidak positifnya perkembangan acara-acara di televisi. Semoga dengan cara ini televisi akan terpicu dan terpacu untuk menyajikan acara bermutu. Prinsipnya adalah hiburan, laku, bermutu, mencerdaskan. Karena

TELEVISI YANG HANYA MENGEJAR KEUNTUNGAN MATERI, TIDAK BERUPAYA MENCERDASAKAN DAN MENCERAHKAN PASTI MERUSAK PERKEMBANGAN MASYARAKAT. 

Itulah pesan bapak Nusa putra sebelum meninggal. Gajah mati meninggalkan gading dan blogger mati meninggalkan posting.

Salam blogger persahabatan

Omjay 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun