Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akses NIK Sebaiknya Gratis!

20 April 2022   09:55 Diperbarui: 20 April 2022   09:58 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementrian dalam negeri (Kemdagri) akan memberikan kebijakan baru seputar akses NIK yang berbayar. Hal ini sedang disosialisasikan oleh pemerintah, dalam hal ini kementrian dalam negeri. Informasi lengkapnya dapat anda baca di sini.

Pemerintah berencana menerapkan tarif berbayar untuk akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) di database kependudukan. Hal itu dibenarkan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrullah. Menurut Zudan, tarif yang bakal diberlakukan, yakni sebesar Rp 1.000 untuk per akses database. "Betul, untuk akses NIK Rp 1.000," ujar Zudan, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (15/4/2022).

Bagi saya hal ini sangat memberatkan rakyat atau masyarakat Indonesia. Sepintas tarifnya murah, hanya seribu rupiah. Tapi kalau dikumpulkan dari 100 Juta penduduk Indonesia atau ribuan lembaga swasta, jumlahnya sangatlah besar. Walaupun katanya untuk meningkatkan sistem server Dukcapil Kemendagri.

Perlu anda ketahui, Penerapan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia sudah berjalan lama. Misalnya, pendapatan negara bukan pajak yang dikenakan pemerintah untuk pembuatan SIM, perpanjangan STNK, pelat kendaraan bermotor, pembuatan paspor, sertifikat tanah, meminta data di BPS, pengurusan PT, penempatan notaris, pendidikan dan pelatihan pegawai, serta keperluan lainnya. Sebenarnya dari sini saja pemerintah sudah mendapatkan PNBP, jadi tak perlu lagi memungut biaya dari akses NIK.

Menurut Bapak Prof. Zudan dirjen Dukcapil, salah satu pertimbangan penerapan tarif NIK atau jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan adalah untuk menjaga sistem Dukcapil tetap hidup. 

Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data. Sebab, beban pelayanan makin bertambah. Jumlah penduduk dan jumlah lembaga pengguna yang dulu hanya 30 sekarang 5.010 lembaga yang sudah kerja sama, namun anggaran APBN terus turun. 

Jadi diperlukan dana dari penduduk Indonesia yang memerlukan akses NIK. Hal ini tentu bisa disampaikan kepada anggota DPR saat rapat dengar pendapat antara pemerintah dan DPR sebagai mitra kerjanya.

Bapak Prof. Zudan juga menjelaskan, bahwa yang terkena biaya akses bukanlah perorangan, tapi lembaga swasta. Katanya, sektor usaha yang akan dibebankan tarif NIK adalah lembaga sektor swasta yang bersifat profit oriented. Bapak Direjen lupa, bahwa mereka dapat uang dari masyarakat yang menjadi anggota atau nasabahnya.

Namun, lembaga pelayanan publik, seperti BPJS Kesehatan, RSUD, tidak akan dikenai biaya akses NIK. Contoh lembaga perbankan, asuransi, pasar modal, dan sekuritas. Kalau ini saja bisa gratis, seharusnya lembaga swasta juga bisa GRATIS dong!

Untuk kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan, RSUD semuanya tetap gratis. Menurut beliau tidak ada hak akses NIK yang diberikan kepada perorangan. Hak Akses ini hanya untuk lembaga berbadan hukum saja. 

Walaupun demikian, hal ini tetap memberatkan lembaga swasta dan sebaiknya digratiskan saja. Sebab dampaknya juga akan ke masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut akan meminta kepada anggota atau nasabahnya.

Sementara itu, Prof. Zudan mengaku tidak menargetkan berapa besaran PNBP yang akan diterima terkait kebijakan tersebut. PNBP tersebut, katanya, akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan server sistem kependudukan. Seharusnya biaya untuk perawatan dan peremajaan server sistem kependudukan dibiayai negara dan masuk dalam anggaran APBN. Jadi jangan dibebankan kepada lembaga swasta.

Beliau juga mengatakan, karena hakikatnya tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan. 

PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna. 

Saya setuju kebermanfaatannya, namun sebaiknya tidak membebankan kepada lembaga swasta, karena ujungnya penduduk Indonesia juga yang akhirnya bayar.

Perlindungan privasi data juga harus menjadi tanggungjawab pemerintah. Katanya, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data. Menurutnya, lembaga pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai). Hal itu disampaikan juga oleh Prof. Zudan.

Beliau juga menambahkan, semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah mempunyai data nasabah atau calon nasabah. Data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil. Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya.

Adapun isu terkait upaya pemerintah dalam menjamin keamanan data NIK yang diberikan kepada lembaga pengguna atau sektor usaha, sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan. 

Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (proof of concept), menandatangani NDA (non disclosure agreement), serta SPTJM (surat pertanggungjawaban mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data. Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku.

Membaca akses NIK dengan tarif Rp.1000 di kompas.com, bagi saya tetap saja membebani masyarakat Indonesia. Sebaiknya diberikan GRATIS dan lembaga swasta yang memerlukannya tidak lagi membebankannya kepada masyarakat yang menjadi anggota atau nasabahnya. Hal ini juga diberlakukan sama seperti lembaga pemerintah.

Begitulah sedikit saran dari saya tentang topik pilihan kompasiana hari ini. Semoga dibaca oleh pejabat kementrian dalam negeri. Tujuannya bagus, tapi ujungnya masyarakat Indonesia juga yang terbebani. Sebab lembaga swasta bisa dapat untung dari masyarakat Indonesia yang menggunakan jasanya.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay
Omjay

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun