Walaupun demikian, hal ini tetap memberatkan lembaga swasta dan sebaiknya digratiskan saja. Sebab dampaknya juga akan ke masyarakat Indonesia. Lembaga tersebut akan meminta kepada anggota atau nasabahnya.
Sementara itu, Prof. Zudan mengaku tidak menargetkan berapa besaran PNBP yang akan diterima terkait kebijakan tersebut. PNBP tersebut, katanya, akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan server sistem kependudukan. Seharusnya biaya untuk perawatan dan peremajaan server sistem kependudukan dibiayai negara dan masuk dalam anggaran APBN. Jadi jangan dibebankan kepada lembaga swasta.
Beliau juga mengatakan, karena hakikatnya tidak untuk mencari pendapatan, tetapi hanya tambahan bagi APBN agar sistem Dukcapil tetap terjaga untuk memberi pelayanan.Â
PNBP akan dimanfaatkan untuk perawatan dan peremajaan infrastruktur server dan storage Ditjen Dukcapil dalam melayani masyarakat dan lembaga pengguna.Â
Saya setuju kebermanfaatannya, namun sebaiknya tidak membebankan kepada lembaga swasta, karena ujungnya penduduk Indonesia juga yang akhirnya bayar.
Perlindungan privasi data juga harus menjadi tanggungjawab pemerintah. Katanya, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data. Menurutnya, lembaga pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil. Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai). Hal itu disampaikan juga oleh Prof. Zudan.
Beliau juga menambahkan, semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah mempunyai data nasabah atau calon nasabah. Data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil. Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya.
Adapun isu terkait upaya pemerintah dalam menjamin keamanan data NIK yang diberikan kepada lembaga pengguna atau sektor usaha, sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.Â
Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (proof of concept), menandatangani NDA (non disclosure agreement), serta SPTJM (surat pertanggungjawaban mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data. Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku.
Membaca akses NIK dengan tarif Rp.1000 di kompas.com, bagi saya tetap saja membebani masyarakat Indonesia. Sebaiknya diberikan GRATISÂ dan lembaga swasta yang memerlukannya tidak lagi membebankannya kepada masyarakat yang menjadi anggota atau nasabahnya. Hal ini juga diberlakukan sama seperti lembaga pemerintah.
Begitulah sedikit saran dari saya tentang topik pilihan kompasiana hari ini. Semoga dibaca oleh pejabat kementrian dalam negeri. Tujuannya bagus, tapi ujungnya masyarakat Indonesia juga yang terbebani. Sebab lembaga swasta bisa dapat untung dari masyarakat Indonesia yang menggunakan jasanya.