Namun harus disadari, teknologi terkini memang tak bisa menggantikan peran guru, tapi guru yang tak mau belajar teknologi terkini, akan ditinggalkan oleh siswanya yang menguasai teknologi terkini.
Dengan pemahaman arti metaverse yang belum banyak serta bentuknya yang juga masih terus berevolusi, agak sulit menjelaskan metaverse itu apa, hanya secara perlahan konsepnya mulai bisa dipahami bahwa metaverse adalah sebuah dunia rekaan/virtual buatan manusia yang di dalamnya kita bisa beraktivitas seperti halnya di dunia nyata tetapi dengan teknologi dan fasilitas yang jauh lebih canggih serta lebih indah.Â
Kalau Metaverse terus dikembangkan di dunia digital, diprediksi kelak manusia akan lebih banyak menggunakan waktunya di sana. Manusia memang luar biasa, sudah ada dunia nyata tetapi masih juga berusaha menciptakan dunia maya.Â
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ini sebuah kemajuan atau sebuah hal yang kebablasan? Apakah ini peluang ataukah justru bakal menjadi ancaman? Mengingat selain kenyamanan juga ada kekuatiran bila kelak menjadi nyata. Perlu pembiasaan yang akan menjadi budaya digital baru di masa kini.
Bisa jadi dunia nyata yang biasa menjadi aktivitas sehari-hari bakalan sepi dari segala hiruk pikuk, karena semua akan berpindah ke dunia rekaan. Hal itu banyak dikhawatirkan para pakar pendidikan.Â
Jalan-jalan yang biasa padat dengan arus lalu lintas akan terlihat sekadarnya saja. Manusia akan sibuk dengan aktivitas avatarnya dan aktivitas di dunia nyata menjadi berkurang. Manusia menjadi malas gerak di dunia nyata dan lebih senang di dunia maya.
Guru harus belajar untuk menguasai teknologi terkini. Boleh saja dunia digital berperan penting dalam mempercepat akses informasi berkaitan dengan materi pembelajaran.Â
Tak dapat dipungkiri, dunia digital juga dapat membantu siswa mempercepat pemahaman karena sumber belajar saat ini bukan hanya dari guru saja melainkan banyak sumber belajar yang dapat di akses dimana saja dan kapan saja dengan berbagai platform..
Namun dalam mengimplementasi pendidikan karakter tidak bisa melalui virtual, guru harus melaksanakan pembelajaran secara langsung dengan siswa disekolah. Seperti pelaksanaan sholat berjamaah di masjid sekolah.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi (Kemenristek) sudah memberikan ruang kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pembelajaran secara tatap muka terbatas. Dengan demikian kondisi memberikan ruang bagi guru untuk memantau perkembangan siswa secara langsung di sekolah sudah terbuka.
Berdasarkan pengalaman pembelajaran yang dilaksanakan secara daring selama dua tahun, banyak siswa yang mulai kehilangan arah dan tujuannya. Siswa tidak merasakan sentuhan langsung dari guru dan guru juga tidak bisa memantau perkembangan siswa dari sisi perkembangan mental dan semangat belajarnya. Profil Pelajar Pancasila (PPP) tentu saja tidak maksimal dilaksanakan.