[caption id="attachment_164140" align="aligncenter" width="533" caption="Buku Syukur Tiada Akhir"][/caption]
Sudah hampir seminggu ini saya menghabiskan malam dengan membaca buku "syukur tiada akhir jejak langkah jakob oetama". Buku itu saya beli di toko buku gramedia bekasi dengan harga Rp. 98.000,- sebulan lalu. Namun baru sempat membacanya secara mendalam di minggu ini. Saya pun hanyut dalam buku setebal 659 yang diterbitkan Kompas dan disusun St.Sularto.
Membaca buku syukur tiada akhir membuat saya salut dengan perjuangan pak Jacob Oetama dalam dunia pers. Perjalanan harian kompas sampai eksis hingga hari ini adalah berkat tangan dingin yang dimilikinya. Sifat kebapak-an dan mampu menyatukan semua karyawan kompas dalam sebuah kekuatan media.
Awalnya saya tak tertarik membeli buku ini. Saya lebih tertarik membeli buku steve job pendiri apple. Namun setelah melihat cover dan membaca sinopsis buku di cover belakang, barulah saya tertarik untuk membeli buku yang sangat bagus ini. Apalagi setelah saya membaca daftar isinya. Kebetulan sudah ada buku yang dibuka bungkus plastiknya. Sayapun membaca dengan sangat antusias isi buku yang terdiri ix (sembilan) bab yang mempesona dan menginsiprasi.
Lewat buku ini saya menjadi semakin mengenal pak jacob oetama. Tentang misi dan visinya serta rahasia panjang umurnya. Tidak mudah loh mencapai usia lebih dari 80 tahun. Usia saya saja masih separuhnya usia pak jacob. Tapi kalau bersanding dengannya, saya sudah menjadi orang bermutu alias bermuka tua, hehehe.
Perjalanan raksasa media kompas tak lepas dari perjuangan seorang Jacob Oetama. Beliau memilih menjadi jurnalis dan memikul tanggung jawab besar ketika PK. Ojong meninggal mendadak pada 31 mei 1980. Otomatis, setelah itu beliau merangkap menjadi jurnalis dan sekaligus menangani urusan bisnis.
Namun sampai saat ini, pak Jacob Oetama lebih senang disebut wartawan daripada pengusaha. Beliau selalu mengatakan bahwa keberhasilan kompas tak lepas dari kerja keras, sinergi, dan diberkati Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Saya akui, saya belum selesai membaca seluruh isi buku ini. Saya masih terus membacanya, dan berjanji akan membagikannya kepada pembaca setia tulisan saya melalui resensi buku.
Saya hanya ingin sedikit mengambil kutipan di bab iv tentang perubahan jati diri media. "Surat kabar adalah hasil karya kolektif, hasil kerjasama sinergik semua unit. Departemen redaksi tidaklah satu-satunya terpenting lagi, tetapi juga administrasi sirkulasi, iklan, cetak, distribusi, keuangan yang diperlakukan serupa...Pada saat yang sama, sudah mulai di beberapa negara, bahkan terbit di beberapa daerah sebagai koran komunal dalam bentuk koran gratis".
Syukur tiada akhir adalah judul buku yang diambil dari bab vii (tujuh) yang disusun oleh pak Stanislaus kostka Sularto, seorang wartawan kompas sejak tahun 1977 yang saat ini menjadi wakil pemimpin umum kompas.
Tiada hari tanpa ucapan syukur dan terima kasih. Bersyukur dan terus bersyukur agar semakin bertambah nikmat itu. Saya bersyukur mendapatkan buku yang sangat bagus ini, dan saya belajar dari perjuangan pak Jacob Oetama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui media.
[caption id="" align="aligncenter" width="541" caption="Keceriaan dalam acara MODIS Kompasiana bersama Jakob Oetama (Dok. Kompasiana/Robjanuar)"][/caption]
Saya baru sekali bertemu langsung dengan Pak Jacob Oetama. Waktu itu kita para kompasianer bertemu beliau dalam acara kompasiana Modis. Wah ramai sekali pada saat itu. Kami pun sempat untuk berfoto bersama.
Akhirnya, buku ini akan terus saya baca secara mendalam agar saya menjadi paham pemikiran-pemikiran pak Jacob Oetama. Sekaligus mencari rahasia panjang umur beliau yang sangat sederhana dan bersahaja dalam kesehariannya. Saya selesaikan dulu baca bukunya ya!
Salam blogger persahabatan Omjay http://wijayalabs.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H