Menjadi kebahagiaan tersendiri jika orang yang hobbi baca bisa dapat buku gratis (termasuk saya). Setidaknya itu yang suami saya alami. Minggu kemarin, 27 November 2011 Ikatan Guru Indonesia cabang Bekasi mengadakan Launching dan Bedah Buku Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya. Bagi saya pribadi, judul buku tersebut menarik dan menggelitik.Membuat saya penasaran seperti apa isinya. Sebenarnya ingin mengikuti. Namun, apa daya....kalau kami berdua ikut, siapa yang akan menjaga si kecil Hanif ? Masa tiap Minggu ditinggal Ayah Ibunya melulu.Harus ada yang ngalah dong. Biarlah suami yang ikut, saya toh bisa baca bukunya he..he..he...
Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Om Jay ( Wijayakusumah, S.Pd, M.Pd.) atas bukunya yang berjudul Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya. Isinya begitu menginspirasi dan memotivasi saya. Guru, digugu lan ditiru. Ungkapan ini begitu mendalam maknanya. Bagaimana tidak. Seorang yang mampu mempengaruhi,menginspirasi,dan memotivasi anak didiknya (terlepas dari peran orang tua). Berapa ratus bahkan berapa puluh ribu anak yang berhasil berkat peran serta didikan gurunya.
Tanggung jawab itu tentu saja harus diimbangi dengan kualitas yang ada dalam diri seorang guru. Karena, akan ada pertanyaan lanjutan seperti ini, Berapa ratus bahkan berapa puluh ribu anak yang gagal berkat peran serta didikan gurunya ? Lalu, benarkah kualitas guru saat ini betul-betul terjaga atau malah menurun dari tingkat ke tingkat ? Pertanyaan ini sudah pasti dilontarkan oleh para pendidik yang peduli terhadap nasib generasi muda esok hari, peduli terhadap kelangsungan hidup negeri ini, tentu saja.
Mungkin kegelisahan akan keberlangsungan pendidikan-lah yang mendorong seorang Om Jay untuk berbagi ilmu lewat tulisan-tulisan di buku yang bercover warna merah ini. Tulisan-tulisannya bergaya narasi, ringan dan gampang dicerna, bahkan bagi mereka yang enggan buka buku sekalipun. Namun disitulah letak kekuatannya. Berbagai muatan penting beliau kemas dalam buku tersebut. Muatan-muatan inilah yang memang dibutuhkan bagi tenaga pendidik untuk memotivasi dan merecharge akan perannya sebagai guru.
Melalui buku ini, saya mendapatkan 3 hal utama yang menarik untuk dikaji dan dibuktikan (mungkin pembaca yang lain bisa lebih dari tiga, relatif-lah) :
1.Guru dengan segala Permasalahannya
Guru juga manusia, punya kelebihan tapi juga tidak luput dari kekurangan. Gurupun mempunyai keterbatasan.Terlepas dari keterbatasan finansial, ada beragam permasalahan yang saat ini dialami oleh para guru. Pada buku Om Jay, terpapar permasalahan yang saat ini banyak ditemui dalam dunia pendidikan. Dari beragam masalah tersebut, timbul banyak pertanyaan di benak saya (mungkin pembaca yang lain juga demikian)
- -Apa jadinya bila guru gagap teknologi?
- -Apa jadinya bila guru malas membaca, apalagi menulis?
- -Apa jadinya bila guru hanya sekedar mengajar, bukan malah mendidik?
- -Apa jadinya bila pola pengajaran yang disampaikan guru terlalu monoton dan begitu membosankan?
- -Apa jadinya jika tindakan guru malah mematikan potensi anak didik ?
- -Apa yang akan terjadi dengan anak didik kita nantinya ?
2. Mewujudkan Guru yang Kreatif dan Inovatif
Pertanyaan itu akankah terjawab dan terselesaikan tergantung dari diri kita masing-masing. Mau terus belajar dan memperbaiki kualitas ilmu kita ataukah malah diam berkutat ditempat, tanpa tambahan ilmu yang jelas..? Namun, dalam bukunya, Om Jay membagi ilmu dan pengalamannya untuk kita. Menjawab permasalahan guru secara gamblang. Untuk menjadi guru yang kreatif dan inovatif, menurut beliau kita harus :
- Melek ICT (Information and Communication of Technology). Ada banyak fasilitas yang bisa kita manfaatkan dari internet (blog, e-mail,facebook,twitter, download materi, upload materi, dsb). Kita juga bisa memanfaatkan aplikasi software pada computer (powerpoint, animasi untuk edukasi, dsb) . Sarana tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tempat belajar.
- Rajin membaca dan menuangkannya ke dalam tulisan. Guru bisa berekspresi lewat karya tulis, atau bahkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dari PTK, kita bisa tahu permasalahan yang ada di kelas. Dari permasalahan tersebut bisa ditentukan solusi yang akan diambil. Bahkan lewat PTK, kita bisa mengetahui potensi-potensi anak didik kita.
- Mencoba hal baru. Bisa jadi ketika kita mencoba melakukan hal baru,maka akan kita temukan pengalaman dan pengetahuan yang baru pula. Dengan begitu, khasanah keilmuan kita-pun bertambah pula.
- Selalu haus akan Ilmu. Ilmu Pengetahuaan akan semakin berkembang seiring dengan bertambahnya usia zaman. Dahulu Internet begitu susah diakses, tapi sekarang, bahkan dengan buka handphonepun orang bisa menikmati internet. Berbagai buku ilmiah yang menunjang pendidikan membanjir di pasaran, tapi jika yang menjadi pendidik saja ogah baca buku, entah kapan ilmu-ilmu itu bisa tertransfer ke anak didik. Begitu juga dengan disiplin ilmunya masing-masing.Jika semakin menguasai ilmunya, maka kita pun akan semakin piawai untuk menjelaskan ke anak didik kita.
- -Mampu memberi teladan, motivasi dan menginspirasi anak didiknya. Kita tak harus berpatok pada sistem pembelajaran klasik. Mengejar banyak materi hingga yang terjadi pada KBM hanyalah komunikasi searah. Ada baiknya kita ingat kembali semboyan Ki Hajar Dewantara : Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Peran pendidik itu mengarahkan, yang mencapai hasil tetaplah anak didik. Ibaratnya kita berikan umpan, biar mereka yang menangkap ikan.
3. Sekolah dengan Pendidikan Karakter sebagai Rumah Kedua
Ketika saya membaca tulisan Om Jay mengenai sekolah berkarakter,timbul pertanyaan di benak.
- Apakah menyisipkan materi karakter efektif dilakukan di sekolah ?
- Bagaimana jika karakter pendidik-lah yang justru perlu untuk dibenahi?
- Bisakah nantinya anak-anak didik kita merasa nyaman dan sukacita untuk belajar di sekolahnya?
Maka ketika saya lanjutkan untuk membaca bukunya Om Jay, terjawab sudah pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan kita menyisipkan sedikit-demi sedikit materi karakter secara rutin dan berkelanjutan, maka lama kelamaan akan terekam dan mengendap dalam pikiran bawah sadar anak didik kita. Bukankah karakter itu memang mampu terbentuk dari kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang..?
Nah, yang menjadi masalah adalah ketika karakter dari pendidik yang perlu dibenahi. Keteladanan yang dijaga dan dipupuk dalam sekian tahun sanggup hancur karena nila setitik. Maka penting untuk disadari bahwa, keteladanan itu bukan tampak dari omongan, melainkan muncul dari perbuatan. Jika memang komunikasi antara pendidik dan anak didik terjalin dengan erat, perasaan nyaman menerima pelajaran dan situasi lingkungan sekolah yang kondusif, maka peluang menjadikan sekolah yang berkarakter sebagai rumah kedua semakin terbuka lebar.
Aries Marviyani, S.Si
Salam Blogger Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H