Kulihat jam di dinding pukul 17.00. Saatnya aku pulang kembali ke rumah. Suasana sekolah sudah mulai menyepi. Tinggal mang Ujang pramubakti yang sedang membersihkan lantai. Aku pun bersiap untuk pulang, dan merapihkan peralatan laptopku. Masih ada kisi-kisi soal ujian praktek yang masih harus kubuat. Pimpinan sekolah sudah mengultimatum, Senin kisi-kisi dan soalnya sudah harus jadi.
"Jang, bapak pulang dulu ya! Jangan lupa AC-AC dimatikan, dan letakkan lem tikus dipojok ruangan! Begitu aku menyuruh Mang Ujang yang masih asyik mengepel lantai ruanganku. Ruang komputer yang luasnya 16 x 8 meter. Cuma sering ada tikus kecil yang sering main ke ruanganku ini.
"Baik pak!, Mang Ujang menyahut singkat sambil terus mengepel meliuk-liukkan alat pelnya ke kiri, dan ke kanan. Akupun bergegas pergi ke ruangan menuju tempat parkir motor kesayanganku. Honda bebek tahun 2000.
"Sore pak Ano", salah seorang anak didikku di SMA tempat kerjaku menyapa.
"Kok belum pulang", kataku sambil menyalaminya.
"Belum dijemput pak, Papa sedang menuju kemari", muridku menimpali.
"Kalau begitu bapak duluan ya", akupun langsung menggerakkan kakiku tanpa mendengar lagi perkataan anak didikku itu. Aku seperti orang yang tergesa-gesa hendak pulang ke rumah. Maklumlah hari ini adalah hari pernikahan kami. Hari dimana kami berjanji untuk seia sekata, senasib sepenanggungan bersama seorang bidadari yang jatuh ke bumi.
Aku masih ingat tanggal itu. 5 Maret 1998. Hari yang tak pernah kulupakan dalam hidupku. Di kartu undangan dituliskan:
Menikah Siti Aisyah putri bapak Wardiman dengan Parno Suparno putra bapak Ahmad Suparno
Kalimat itulah yang masih kuingat di kartu undangan yang berwarna pink. Warna kesukaan Aisyah, yang sekarang telah menjadi istriku.
Hmm, tak terasa sudah hampir 13 tahun. Rasanya waktu begitu cepat. Secepat motorku yang kulajukan sangat kencang agar segera tiba sampai surgaku. Rumahku adalah surgaku. Tentu istri dan anak-anakku sudah menungguku. Menunggu kehadiran seorang ayah yang mereka sayangi. 15 menit aku sudah sampai di rumah.
"Hore, ayah pulang", kata mutiara putri bungsuku. Dia menyamputku di garasi depan rumah. Mutiara sedang asyik main rumah-rumahan. Sebuah rumah kayu berwarna pink, dan peralatan boneka barby yang serba pink pula. Kulihat juga tukang somay berpakai serba pink dan sepedanya juga serba pink. Benar-benar hari pink. Kataku dalam hati.
Tukang Somay warna Pink
"Asyik...ayah sudah pulang. Tumben ayah pulang sole, biasanya ayah pulangnya malam? Anakku bertanya sambil menampilkan wajah kegembiraannya. Dia belum bisa ngomong R dengan lancar.
"Iya sayang, ayah pulang sore sekarang. Soalnya kan sekarang hari special buat kita", kataku dengan manja dan membuat anakku lagi-lagi bertanya.
"Hari special apaan yah, kok Mutiala gak tau?" tanyanya dengan wajah lucu dan lugu. Membuatku tersenyum mendengar pertanyaannya.
"Hari ini ayah dan mamah ulang tahun. Ulang tahun pernikahan, makanya ayah pulang lebih cepat sayang", begitu kataku menjelaskan.
Mutiara terlihat semakin bingung. Dia belum tahu apa itu pernikahan. Dia hanya tahu kalau nikah itu pacaran.
"Oh... jadi ayah sama mama mau pacalan lagi. Asyik dong. Mutiala juga lagi mau pacalan sama aldi, kata anakku menceritakan teman sebangkunya d SD yang katanya telah menjadi pacarnya.
Akh anak sekarang, kecil-kecil sudah pacaran. Inilah akibat kebanyakan nonton sinetron. Dia selalu melihat mamahnya nonton sinetron di televisi. Apalagi kalau bintangnya Nikita Willy, wah bisa bertahan lama tuh di depan tivi.
"Mamah mana?, kataku kepada mutiara. Mamah lagi mandi", kata anakku sambil terus bermain boneka barby kesayangannya. Saya pun langsung menuju kamar mandi, dan sedikit mengintip istriku yang sedang mandi. Wow, seksi sekali. Darah birahiku tiba-tiba menaik.
Aku menunggu istriku mandi. Kubaca Koran kompas di ruang tamu. Berita koalisi partai masih mewarnai berita di tanah air. Berita si miskin yang sakit juga masih menjadi berita headline. Sulit sekali mereka mendapatkan pelayanan yang baik. Rumah sakit masih berpihak kepada si kaya dan belum berpihak kepada si miskin. Kasihan sekali mereka. Sakitnya bertambah parah karena tak mendapatkan pelayanan yang prima.
"Ayah sudah pulang ya", istriku membuyarkanku dari bacaan Koran.
"Iya ayah pulang cepat. Bukankah hari ini hari special buat kita? Mamah sudah baca surat ayah tadi pagi?" kataku memberondong kata. Sebelum berangkat tadi pagi aku membuat surat untuk istriku tercinta.
"Sudah yah, tumben ayah romantis banget. Biasanya ayah gak pakai surat . Ngomong langsung. Banyak ibu-ibu yang iri loh membaca surat ayah", istriku berkata sambil tersenyum bangga.
"Apaaa? Mamah menyebarkan surat ayah ke ibu-ibu teman mamah? Wah malu dong ayah!", akupun merasakan hidungku kembang-kempis mengatakannya. Rasanya pipiku jadi berubah warna. Semoga bukan warna pink.
"Kata ibu-ibu surat ayah romantis, dan mereka ingin suami mereka juga membuat surat cinta seperti itu kepada istrinya. Kata mereka, bu Ano bahagia banget punya suami yang perhatian. Mereka iri dengan kebahagian kita." Istriku langsung memelukku serasa tak ingin berpisah lagi denganku.
Aku pun berbahagia di hari ulang tahun pernikahan kami. Malam ini serasa malam pengantin baru. Malam yang indah bagi sepasang suami istri yang baru saja menikah. Bagiku, setiap malam adalah malam pertama bersama istriku tersayang.
Di pintu garasi depan kulihat Permata pulang dengan seragam SMP-nya. Anak pertamaku pun terlihat keluar dari mobil antar jemputnya. Lengkaplah sudah kehadiran keluargaku di rumah. Aku pun merasakan seperti pria paling gagah di dalam keluarga.
Kami menikmati ulang tahun pernikahan dengan cara sederhana malam ini. Sangat sederhana. Tak ada pesta, dan tak ada keramaian. Kami nikmati malam yang sepi, dan besokpun hari nyepi akan menjelang.
(Selamat hari Raya Nyepi bagi teman-teman yang merayakannya)
Salam Blogger Persahabatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H